TINTAKALTIM.COM-DPRD Balikpapan akhirnya menyetujui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PDAM Tirta Manggar Balikpapan berstatus menjadi perusahaan umum daerah (Perumda).
Hal itu disepakati dalam rapat pembahasan yang dilakukan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) di Gedung DPRD Balikpapan, belum lama ini.
“Bentuknya adalah perumda bukan perseroda,” ujar anggota DPRD Komisi II drg Syukri Wahid. Di sejumlah media online, ada yang menyebut mengapa PDAM berbentuk perumda bukan perseroda. Bahkan ada yang menyebut itu wujud kemunduran.
Dengan Perumda, diharapkan ke depan pelayanan air bersih ke pelanggan harus maksimal. Sebab, amanat di dalam aturan kaitan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) jelas, harus meningkatkan pelayanan.
Direksi PDAM yang ikut rapat penetapan BUMD yakni Dirut Haidir Effendi, Direktur Teknik Arief Purnawarman, Direktur Umum (Dirum) Noer Hidayah dan Direktur Limbah Anang Fadliansyah.
Perubahan Perumda Air Minum, sasarannya adalah meningkatkan peran dan fungsi BUMD untuk memenuhi tanggung jawab dalam menjamin pemenuhan hak rakyat atas akses air minum atau air bersih, mendorong pertumbuhan ekonomi, menggali dan meningkatkan potensi PAD.
Perbedaan Perumda adalah terletak dari pengembangan usahanya. Ke depan perumda bisa membuka usaha penyediaan AMDk (Air Minum Dalam Kemasan) serta jenis usaha lainnya.

Dengan perumda, Dirut PDAM Haidie Effendi mengatakan, akan terus meningkatkan pelayanan kepada pelanggan yang lebih menitikberatkan pada 3K (kualitas, kontinuitas dan kuantitas) termasuk melakukan upaya bersama dengan stakeholders lainnya menambah air baku.
“Insya Allah yang kita kerjakan untuk PDAM setelah perumda akan lebih maksimal. Masyarakat juga harus paham, bahwa Balikpapan itu kekurangan air baku. Itu bukan tugas PDAM semata tetapi institusi lain seperti badan wilayah sungai (BWS) Pemprov Kaltim, Bappeda, PUPR dan lainnya,” ujar Haidir. Bahkan, sekarang akses air minum pun terus meningkat di Kota Balikpapan.
Hal senada juga disampaikan Dirum Noer Hidayah alias Nunu. Ia mengatakan, bersama-sama dengan DPRD terus berupaya meningkatkan pelayanan. Sebab, mengurusi air bersih PDAM itu banyak aturannya.
“Kita berterimakasih adanya masukan, kritik dari masyarakat. Prinsipnya, jajaran direksi tidak pernah berhenti berinovasi. Memang, banyak hal yang harus dikerjakan termasuk bagaimana meningkatkan akses air ke masyarakat,” ujarnya.
Sejauh ini menurut Nunu, Waduk Teritip sudah berfungsi. Tetapi untuk mencapai distribusi maksimal, harus juga menyiapkan pipa distribusi yang jaraknya panjang. Sehingga, pipanya dipasang dulu dan sebagainya.
“Insya Allah atas dukungan semua pihak, PDAM terus meningkatkan akses air minum perpipaan. Yang kita lakukan ini perpipaan dan ditambah dengan non-perpipaan,” ujarnya.
PERSERODA DAN PERUMDA
Sementara itu, mantan dewan pengawas (dewas) PDAM Balikpapan, H Sugito SH menyebutkan dengan perumda maka dapat melakukan usaha secara swakelola atau bekerjasama dengan pihak ketiga setelah mempertimbangkan kemampuan perumda dan harus mendapat persetujuan KPM (Kuasa Pemilik Modal) dalam hal ini bupati atau walikota.
Sugito juga ingin meluruskan ada anggapan mengapa PDAM Balikpapan tidak berbentuk hukum perseroda. Sebab, perubahan bentuk itu mempertimbangkan PP 54/2017 tentang BUMD. Dalam PP itu secara tegas mengatakan jika perumda kepemilikannya itu hanya satu orang, sahamnya tidak dibagi. Berbeda dengan perseroda, sahamnya dibagi bukan hanya milik satu pemerintah daerah.
“Kalau perseroda berarti kekayaan pemerintah kota bersama dengan saham lainnya. Seperti Bank Kaltimtara, itu sahamnya dimiliki kota-kabupaten bahkan provinsi. Jadi harus berbentuk perseroda dan badan hukumnya PT (perseroan terbatas),” ujar Sugito.

Jika bentuk perseroda, orientasi perusahaan pada profit. Sementara itu fungsi BUMD Air Minum seperti PDAM Balikpapan ada juga fungsi sosial. Sehingga, blok tarifnya ada tarif sosial.
“Kalau perumda, kaitan tarif itu dikaji oleh dewan pengawas dan usulannya diajukan ke KPM lalu disetujui. Mekanisme tertinggi pada KPM. Jika tarifnya tidak full cost recovery maka KPM berhak memberi subsidi dari APBD. Aturannya juga ada. Berbeda dengan perseroda keputusan tertingginya lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),” urai Sugito menjawab sejumlah persepsi kaitan perumda dan perseroda.
Ditambahkan Sugito, kalau perumda itu intinya melayani masyarakat dulu untuk air bersih bukan semata-mata cari untung. Belakangan untungnya. Jadi efisiensi jalan, untung jalan. Jadi PDAM itu dua fungsi, ya fungsi sosial dan fungsi profit.
Bahkan dalam konteks perseroda, pemerintah juga harus memiliki saham mayoritas. Minimal 51 persen. Misalnya, adanya gabungan pemprov dan kabupaten serta kota. Maka, pemprov harus saham terbesar. Dan itu tidak boleh dilakukan langkah-langkah privatisasi.
“Tegas sekali, ini amanat regulasi konstitusi. Dalam UU Pengairan dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) juga diatur, BUMD air minum tidak boleh melakukan privatisasi atau sahamnya dijual dan komersialisasi,” kata Sugito.
Komersialisasi itu urai Sugito, misalnya ada PDAM memiliki saham mayoritas dalam bentuk perumda dan perseroda, maka tidak boleh dijual atau dialihkan ke pihak ketiga. Proses penetapan tarif airnya pun ada aturan. Tidak semata-mata harus setinggi-tingginya.
“Misalnya berbentuk perseroda, tarif airnya juga mengacu pada ketentuan tarif air daerah bahkan diatur dalam Kemendagri Nomor 71 tahun 2016 tentang perhitungan dan penetapan tarif air minum,” tambah Sugito.
Sehingga kata Sugito, keinginan bahwa PDAM Balikpapan menjadi perseroda seperti diajukan sejumlah elemen, harus juga mempertimbangkan aturan.
“Tidak boleh DPRD melanggar aturan tertinggi. Misalnya, dibuatkan perda perseroda, jika menabrak aturan, maka bisa dibatalkan perda itu oleh Kemendagri. Itulah konstitusi di negara kita,” pungkasnya. (tig)