TINTAKALTIM.COM-Rahmad Mas’ud tidak main-main untuk membangun Kota Balikpapan. Itu bakal diwujudkannya lewat visinya yang pro-rakyat. Bahkan, iklim berusaha dibuka selebar-lebarnya. Mempermudah perizinan, memangkas birokrasi berbelit dan memfasilitasi pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya di Balikpapan.
“Percayalah, saya selama jadi wakil walikota (wawali) sudah mengetahui keluhan pengusaha. Apalagi saya juga pengusaha. Ini tak boleh terjadi lagi. Pengusaha atau investor itu ibaratnya harus digelarkan ‘karpet merah’. Mereka harus dibantu maksimal untuk berusaha,” kata Rahmad Mas’ud SE ME saat menerima audiensi jajaran pengusaha di bidang perhotelan dan pariwisata, Senin (30/11/2020) di kediamannya Rumah Putih kawasan Jln Wiluyo Puspoyudo.
Hadir dalam audiensi sekaligus silaturahmi itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cabang Balikpapan Sahmal Ruhip SE, Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Asita 1971 Joko Purwanto yang juga Ketua Nawa Cita Pariwisata Indonesia (NCPI) Kaltim, Wakil Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Kaltim Chapter Balikpapan Mochamad Zuwaini yang juga General Manager (GM) Maxone Hotel Balikpapan, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Kota Balikpapan H Soegianto SE yang juga Direktur Platinum Hotel dan Febri Yudiono, Manager Sevensix Hotel.

Karpet merah yang dimaksud Rahmad adalah, kemudahan di dalam berusaha. Izinnya tidak berbelit dengan regulasi yang benar dan ada komitmen untuk pengusaha mempekerjakan orang-orang lokal, agar warga tidak jadi penonton di rumahnya sendiri.
Dalam audiensi itu banyak masukan dari PHRI, badan promosi pariwisata dan Asita. Seperti bagaimana menghidupkan perhotelan agar tumbuh dan berkembang sehingga dapat menambah pundi-pundi keuangan lewat pendapatan asli daerah (PAD).
“Pemkot ke depan harus memberikan kelonggaran pada sektor ekonomi. Bagaimana menarik event berskala nasional dan internasional ke Balikpapan, sehingga denyut ekonomi Balikpapan tumbuh,” ujar Sahmal.
Sahmal menyebut, berharap banyak dengan Rahmad Mas’ud ke depan untuk menentukan kebijakan di pemerintah kaitan bagaimana membangkitkan usaha perhotelan. Karena, sejak pandemi pertumbuhan hotel dan restoran masih melemah.

“Covid-19 menjadi titik lemah usaha perhotelan. Tingkat okupansi hotel saat ini masih rendah. Sehingga, diperlukan langkah yang tepat untuk membangkitkannya. Orang masih takut berlibur, keluar daerah. Apalagi harus dihantui dengan rapid test maupun swab,” ungkap Sahmal.
Selain itu kata Sahmal, event-event berskala nasional dan internasional dibatasi. Sebab, adanya kebijakan physical distancing. “Kita yakin ekonomi akan bangkit pasca pandemi covid-19. Harapannya, di Balikpapan iklim ekonominya juga baik bagi pengusaha,” kata Sahmal.
Dalam audiensi itu, Sahmal seolah sudah yakin jadi ungkapannya ‘memposisikan Rahmad Mas’ud’ sebagai penentu kebijakan atau walikota. “Jadi tadi itu curhat saya dan teman-teman PHRI Pak Walikota,” ujar Sahmal, disambut senyum Rahmad Mas’ud.
Sementara itu, Joko Purwanto lebih menitikberatkan pada persoalan pariwisata. Perlu dibuka destinasi-destinasi yang unik dan memberi daya tarik. Sehingga, Balikpapan akan hidup ekonominya.

“Wisata kapal harus diciptakan. Sebab itu transportasi massal, nanti polanya wisata paket. Saya melihat ada opportunities Pulau Balak-Balakan di Sulbar dan dapat jadi paket wisata menarik bagi Kaltim serta luar Kaltim,” ujar Joko, owner PT Trans Borneo Tour & Travel ini.
Joko juga menyinggung, bagaimana wisatawan China makin suka berlibur ke Manado khususnya saat high season. Mereka menciptakan penerbangan carter (carter flight) per minggu yang terbang dari China ke Manado. Padahal, Kaltim dengan Derawannya tidak kalah dengan Manado. Hal ini hanya soal strategi promosi dan menjual destinasi.
“Sekarang kita bisa jual paket rencana Ibu Kota Negara (IKN). Sehingga, mereka juga akan lama tinggal dan menginap di Balikpapan. Tapi, harus ada perjuangan bagaimana membuka direct flight ke Malaysia atau China,” ujar Joko yang berpengalaman di bidang wisata adventure ini.
MICE DAN TERAS IKN
Dalam konteks itu, Rahmad menyebut, dirinya berkeinginan untuk mengembangkan Balikpapan sebagai ‘Kota MICE’ (Meeting, Incentive, Convention & Exhibition), sehingga targetnya kerja pemerintah menarik event-event berskala nasional dan internasional ke Balikpapan.
“Sejauh ini sudah berjalan. Hanya, perlu ditingkatkan dengan gerakan-gerakan ‘menjual Balikpapan’ secara masif di sejumlah lini. Infrastruktur Balikpapan dan kemajuannya lebih baik dibanding 10 daerah kota-kabupaten di Kaltim,” ujarnya.

Rahmad memberi ilustrasi, mengapa pengusaha dan investor itu harus diberi semacam privilege atau keistimewaan dengan tidak melanggar regulasi atau aturan. Mereka mengivestasikan dananya untuk membangun pabrik, usaha dan pemerintah memberikan fasilitas. Jika mereka untung, pajaknya bagus dan bisa mempekerjakan warga sekitar.
“Pengusaha dan investor itu, wajib pemerintah beri kemudahan perizinan. Catatannya, mereka juga harus mempekerjakan orang lokal sekitar 75 persen. Tentu, lewat assessment atau fit and propert test yang sisi keahlian atau skill, tapi yang ‘pekerja kasar’ bisa diambil langsung tanpa test dari lingkungan warga Balikpapan,” ujar Rahmad.
Rahmad menyebutkan, pemerintah harus hadir di dalam membuat kebijakan yang pro-rakyat. Sejumlah perusahaan BUMD ataupun BUMN bahkan swasta yang membuka peluang usaha atau membuat proyek besar harus ‘diikat’ dengan perjanjian seperti memorandum of understanding (MoU).
“Dalam MoU itu, sanggup tidak mempekerjakan 75 persen warga Balikpapan. Sebab, sekali lagi, warga Balikpapan jangan hanya jadi penonton. Jangan sampai ada ‘proyek raksasa’ tapi pekerjanya orang luar,” urai Rahmad.
Sejauh ini kata Rahmad, kebijakan ke arah itu sudah ditempuh, tetapi di lapangan terjadi sejumlah kendala. Dan, Balikpapan harus terus berbenah, karena akan kedatangan banyak orang setelah penetapan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menjadi ibukota.
“Saya menyebutnya bukan lagi daerah penyangga (buffer zone) IKN. Tapi, sebutannya Balikpapan itu menjadi teras IKN. Analoginya, orang kalau mau masuk rumah, kan melihat terasnya dulu, halamannya dulu. Kalau bagus tertarik. “Dan itulah impian saya ke depan Balikpapan harus jadi teras IKN,” ungkap Rahmad.
Rahmad juga ke depan bakal membenahi sektor pariwisata. Sebab, dinilainya Balikpapan dapat digarap menjadi destinasi. Sehingga, banyak orang yang berkunjung ke Balikpapan dan itu dapat meningkatkan PAD.
“Mengenai usulan Pak Joko kaitan wisata kapal, saya sudah siapkan. Kapalnya punya kapasitas 1.00 seat atau tempat duduk. Dan bisa ke Pulau Balak-balakkan ya sekitar 2 sampai 3 jam. Atau berkeliling Balikpapan. Insya Allah semua itu sudah saya pikirkan jauh-jauh hari,” ungkap Rahmad Mas’ud.
Di akhir diskusi, Soegianto juga mengusulkan agar pariwisata di Balikpapan harus digenjot dengan dukungan dana promosi pariwisata. Sebab, dengan diberikannya dana promosi yang besar maka itu dapat menggerakkan sektor pariwisata.
“Biaya untuk selling itu sangat kecil. Padahal itu kunci jika ingin banyak kunjungan ke Balikpapan dari luar,” ungkapnya.
Disebutkan Soegianto, selama ini industri pariwisata, khususnya untuk sektor perhotelan telah mengeluarkan biaya dalam
jumlah yang cukup besar melalui pajak hotel dan restoran. Sayangnya, biaya-biaya yang dikeluarkan itu, tidak berbalik ke industri melalui sarana promosi.
Selain itu kata Soegianto, pemerintah perlu memberikan dana promosi yang sangat signifikan. “Yang dibayarkan dari pajak PHRI itu sekitar puluhan miliar. Tetapi, untuk promosi hanya ratusan juta. Ini nggak ngefek dan tidak menyentuh sisi multiflier-effect di dunia pariwisata,” pungkas Soegianto.
Mendengar itu, Rahmad terkejut. Ke depan akan membenahi dan mengurai bahkan melakukan pemetaan terhadap dunia pariwisata. “Kalau mau dapat tamu banyak, promosi harus diperluas jangkauannya,” ujarnya. (tig)