TINTAKALTIM-COM-Viralnya perbincangan pindahnya Ibukota Kota Negara (IKN) ke Provinsi Kaltim, sampai juga jadi bahasan ke dalam masjid. Hanya bukan hiruk-pikuk ibukota yang didiskusikan, tetapi jadi semacam diksi bagi kekuatan ibadah yakni, tak boleh sejengkal pun keimanan seseorang itu pindah yang akhirnya merusak tata nilai ibadah.
Itu disampaikan Ustaz Muji’ul Haq Al Hafidz saat taklim ba’da Magrib di Masjid Al-Fatah, Senin (26/8) di hadapan jamaah masjid dan ifthar. Ustaz menggunakan terminologi iman seara keseluruhan yakni yakin dalam hati, diucapkan dalam lisan tetapi harus diaplikasikan dalam keseharian.

“Biarlah itu ibukota pindah bapak-bapak, tapi iman kita harus tetap kokoh dan disandarkan pada Allah serta tidak berubah,” pinta Ustaz Muji’ul yang tak lain anak kandung Ustaz Anshor Amiruddin.
Ulasan Ustaz Muji’ul lebih banyak meminta jamaah bersyukur atas nikmat Allah. Juga terus meningkatkan ibadah khususnya salat. Karena, kehadiran dalam taklim merupakan kenikmatan besar yakni iman dan Islam. Sehingga, di mana pun kondisi dan keadaan harus senantiasa bersyukur. Ia menyebut, banyak orang ingin ke masjid tapi sulit karena kondisi fisiknya sakit.
Lalu, ustaz menyebut Allah sampai mengabadikan dalam Surat Ar-Rahman kalimat berulang 31 kali, fa biayui alla, irobbikuma tukadziban (maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan). “Coba sampai berukangkali Allah mengingatkan. Tapi di dunia ini banyak sekali orang yang kufur nikmat,” contoh Ustaz Muji’ul.

Dalam konteks rasa syukur, terkadang dalam diri manusia ada kejadian tak terduga dari Allah. Itu pasti dialami semua manusia. Lalu ustaz mencontohkan tatkala harus hadir di Masjid Al-Fatah dan terlambat. Itu lantaran sepeda motor yang ditumpanginya mogok. Ia yakin, pasti jamaah masjid menunggu. Yang bisa dilakukan adalah berdoa, bermunajat kepada Allah sambil usaha. Di sekitar sepeda motor mogok ada tukang cukur dan menyebutnya bahwa sepeda motor itu kabelnya putus. Sehingga, harus diperbaiki. “Di saat bersamaan ada pengemis minta Rp1000 karena belum makan. Sontak, saya memberinya dengan merogoh kocek. Nggak tahu berapa nilainya. Intinya ikhlas. Harapannya satu Allah menolong bagaimana caranya cepat ke masjid,” cerita ustaz.

Tiba-tiba pertolongan Allah terjadi. Dirinya oleh seseorang, diminta untuk membawa sepeda motor yang dipinjamkan sementara. “Subhanallah. Itulah pak kejadian sesungguhnya. Allah pasti bersama kita asalkan kita tidak merasa bahwa hati sudah merasa baik, padahal dosa selalu ada dalam dada,” contoh ustaz.
Untuk itu, ustaz melarang jamaah untuk sombong merasa paling baik, paling soleh sehingga meremehkan lainnya. Itu tidak dibenarkan dalam Islam. Merasa diri sudah lebih dari orang lain dan lebih paham dari yang lain, padahal kekurangan manusia itu banyak. “Kuncinya tidak menilai orang lain, dan kekurangan kita harus senantiasa diperbaiki,” beber ustaz.
Dalam ceritanya, ustaz memberi contoh sepeda motor mogok hanya untuk pelajaran dirinya juga transfer keilmuan bagi jamaah. Sebab, kejadian sepeda motor mogok itu bukan hanya sekali saja terjadi. Di saat akan menghadiri halaqoh quran untuk bapak-bapak usia 50-75 tahun, kendaraannya pun mogok. Subuh hari lagi, tidak ada yang menjual bensin. Tapi, anehnya mogok depan penjual bensin eceran, hanya kondisinya tertutup, tak ada penjual.

Apa yang dilakukan? Itu tadi bersandar kepada Allah atas kekuatan iman. Berdoa, “Ya Allah tolonglah aku, karena untuk dakwah di jalan Engkau Ya Allah,” harap ustaz.
Seolah ada gerakan atas doa yang dipanjatkan, penjual bensin membuka tempat bensinya. “Secara otomatis diisikan bensin dan sepeda motor dapat berjalan lagi,” cerita ustaz sambil tersenyum.
Dari kejadian-kejadian tersebut, ia memberi semacam ibrah atau menggugah kesadaran untuk dirinya, bahwa kalau menolong di jalan Allah, yakinlah pertolongan Allah pasti datang. “Ada dalam Alquran itu, intansurullah yansurkum. Jika kamu menolong agama Allah nicaya Allah akan menolong kamu,”kata Ustaz mengutip salah satu ayat Quran.

Dalam gambaran iman yang kuat, maka terjadilah semacam aksi dan reaksi. Dalam tafsir Alquran Ibnu Katsir kata ustaz, dalam suatu surah Allah juga memperjelas bagaimana posisi orang-orang yang beriman, sabar, bertaqwa pasti beruntung. Hanya, iman yang betul-betul, bukan hanya dimulut alias omong doang (omdo). Menyatakan beriman, tetapi dicari di masjid tidak ada salat berjamaah.
Iman itu kata utaz, butuh pengakuan, butuh amalan. Yang bicara Allah, dalam Alquran bukan saya. Itu direaliasikan lewat ayat: qod aflahal mu’minun yang artinya sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Apa itu tanya uztaz? Yaitu orang-orang yang khusuk dalam salatnya. “Alajina hum fisholatihim khoshiun,” kata ustaz melanjutkan ayat itu.
Khusuk dalam salatnya itu dari segi kualitasnya. Salat fokus, memohon dan memuja Allah. Sadar kalau hidup dan mati kita ini untuk Allah. Jangan menerawang. “Sulit ya pak, terkadang baru takbir Allahu Akbar, eh teringat kunci sepeda motor ada di atas lemari. Caranya, pak fokus ke tempat sujud. Syukur-syukur mengetahui arti dari bacaan yang dibaca, sehingga lebih khidmat,” pinta Ustaz.
Lalu ustaz juga melanjutkan ayat Al-Mu’minum lainnya kaitan dengan perkataan atau ucapan tidak berguna. “Wallazina hum anil lagwi mu’ridun yang artinya orang-orang yang menjauhkan diri dari perkataan yang tidak berguna. Nah ini penting bapak-bapak, hati-hati dengan ghibah,” ingat Ustaz.
Tentu jamaah dan masyarakat muslim lainnya sudah tahu apa itu ghibah yakni membicarakan keadaan seseorang termasuk aib seseorang. Ustaz mengingatkan dan wanti-wanti, sampai memberi contoh seperti memakan bangkai. “Bayangkan para jamaah, memakan bangkai itu menjijikan sekali apalagi itu bangkai saudara sendiri. Tapi ada yang pak ghibah itu sudah jadi kebiasaan sehari-hari,” tanya ustaz yang disambut senyum.

Jadi kata ustaz, good bye atau stop menononton infortaiment, itu tidak bermanfaat. Karena, ada yang ekstrim saling mengedipkan mata antara dua orang untuk menilai orang lain sudah disebut ghibah. “Kuncinya gini, kalau ada orang yang ghibah, sebaiknya berlalu saja. Seperti peribahasa anjing menggonggong kafilah berlalu. Biar nggak usah ikut nimbrung,” pinta Ustaz Mu’jiul Haq.
Waktu mendekati azan Isya, ustaz masih menambah ceritanya kaitan keyakinan kepada Allah harus totalitas. Salat ya, jangan ragu-ragu takbir. Misalnya sudah angkat takbir, Allahu Akbar. Eh diulang lagi, Allahu Akbar diulang lagi, karena merasa tidak khusuk. “Jangan pak, berdiri atur tumaninah dan fokus Allahu Akbar, yakin bahwa itulah nilai taqwa,” kata ustaz.
Karena, keyakinan itu bagian nilai tauhid dan ketaqwaan kepada Allah dalam berbagai aspek. Sebab Allah berjanji dalam suatu ayat: mayyataqillaha yajallahu makraja, wayarzuqhu min haitsu laa yahtisib. Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangka,” ujar ustaz kepada jamaah agar menanamkan keyakinan secara maksimal.
Terakhir pesan ustaz, orang yang beriman atau yakin dan taqwa itu ya salat lima waktu. Sebab, itu nanti yang pertama kali perkara selama manusia hidup di dunia untuk dihisab, jadi bukan berapa rumahnya, berapa mobilnya dihisab. “Salatnya yang ditanya pak. Makanya terus salat berjamaah,” kata ustaz sambil mengingatkan pula agar mengajak keluarga dalam setiap rangkaian ibadah.

Mengajak istri dan anak-anak untuk salat dan ibadah lainnya itu termasuk amalan Pendidikan Surgawi kata ustaz. Sebab, doa kita semua agar seluruh anak, istri dapat bertemu di surga. Kalau istri dan anak tidak mengikuti taklim, ilmu yang didapat dari taklim ditransfer ke istri dan anak-anak. “Tanya salatnya bagaimana. Kalau lagi berada di luar rumah, telepon pertama kali tanya, sudah salat apa belum. Wah indahnya rumah tangga itu bapak-bapak,” pinta ustaz mengakhiri ceramahnya karena terdengar kumandang azan Isya. (git)