TINTAKALTIM.COM-Dua lembaga swadaya masyarakat (LSM) yakni penggiat anti korupsi Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Provinsi Kaltim dan Stabil mendesak penegak hukum untuk melakukan sanksi tindak pidana atas dugaan pembabatan mangrove yang dilakukan PT Edika Agung Mandiri (EAM) di DAS Wain.
Menurut Ketua Gerak Kaltim Edy Suwardi menilai perusakan mangrove tanpa izin tidak dapat ditoleransi. Sebab sudah merusak ekosistem alam dan merugikan masyarakat dalam kaitan DAS.
“Fungsi pengawasan di kawasan teluk itu perlu maksimal. DLH Provinsi harusnya juga tegas. Sebab, kawasan itu bisa saja masuk Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Sehingga, jika ada tindakan perusakan harus ada sanksi pidana,” kata Edy Suwardi menanggapi dugaan perusakan mengrove yang dilakukan PT EAM
Menurut Edy, sejauh ini selalu sanksi administrasi yang diberikan. Harusnya penegakan hukum pidana sehingga ada efek jera. Sebab, perusakan lingkungan seperti pembabatan mangrove sangat merugikan eksosistem baik lingkungan dan masyarakat.
“Gerak Kaltim akan terus kawal dugaan kasus pembabatan mangrove ini. Sebab, jangan sampai ini selalu jadi preseden buruk dalam kasus-kasus lingkungan,” ujar Edy.
Menurutnya, jika ingin melakukan investasi di Kaltim tak masalah. Asalkan regulasi ditegakkan. Jangan belum punya izin lingkungan atau Amdal lalu melakukan aktivitas, apalagi perusakan.
Sementara itu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kaltim segera menyikapi adanya dugaan perusakan dan penebangan mangrove (bakau) di DAS Wain yang dilakukan oleh PT Edika Agung Mandiri (EAM) yang tidak memiliki izin berusaha terkait persetujuan lingkungan.
“Kalau ada perusakan lingkungan, tentu kita sikapi seperti lainnya. Hanya koordinasinya kami segera lakukan. Sebab, informasi itu belum kami terima. Nanti kita turun ke lapangan bersama instansi terkait,” kata Kabid Tata Lingkungan DLH Provinsi Kaltim Fahmi Himawan ST MT saat diminta komentar kaitan adanya dugaan penebangan mangrove di DAS Wain itu, di kantor DLH Jln Danau Semayang Samarinda.
Menurut Fahmi, lintas koordinasinya tentu dengan penegakan hukum (gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Saya mendapat informasi DLH Balikpapan juga sudah bersikap. Tetapi, kami tetap monitor informasi ini. Dan jika terbukti dengan fakta-fakta yang jelas, tentu ada sanksi,” kata Fahmi.
Dari informasi yang diterima media ini, DLH Kota Balikpapan telah melaksanakan pemasangan papan penghentian kegiatan pada tanggal 21 Juni 2022 di lokasi PT Edika Agung Mandiri. Bahkan, DLH telah menyampaikan surat nomor 503/0719/DLH tanggal 29 Juni 2022 perihal penghentian sementara proses perizinan PT Edika Agung Mandiri kepada Dwi Cahya Sudrajat selaku kuasa PT Edika Agung Mandiri.
Data-data empirik DLH Kota Balikpapan yang dirilis kepalanya Sudirman Djayaleksana, bahwa sesuai Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Balikpapan tahun 2012-2032, lokasi kegiatan jalan pendekat pulau baling Kelurahan Kariangau Balipapan Barat berada pada kawasan industri besar dan kawasan hutan bakau.
Penebangan mangrove itu dilakukan sejak bulan Juli tahun 2021 dan hasil pengambilan foto drone di lapangan oleh DPPR dan DLH bahwa lokasi yang diambil pada tanggal 23 Desember 2019 atas nama PT Edika Agung Mandiri
Ternyata, lokasi penebangan mangrove sesuai dengan lokasi pengajuan izin prinsip tahun 2020 yang diajukan oleh PT Edika Agung Mandiri dan tidak memiliki perizinan berusaha terkait persetujuan lingkungan.
PT Edika Agung Mandiri pernah menyampaikan permohonan pembahasan site plan tanggal 24 Mei 2022 perihal pembahasan site plan kegiatan pembangunan balai latihan kerja, kantor, workshop dan pergudangan oleh PT Edika Agung Mandiri dengan luas yang diajukan kurang lebih 588.476 meter persegi.
Dari hasil overlay lokasi penebangan mangrove dan lokasi PT Edika Agung Mandiri oleh DPPR Kota Balikpapan, terdapat mangrove yang ditebang berada di luar area yang diajukan dalam permohonan site plan. Dan penebangan mangrove itu berkisar 18,96 hektare.
STABIL MENGECAM
Sementara itu Ketua Stabil Jufriansyah mengecam tindakan perusakan mangrove oleh PT EAM itu. Jufri menginginkan aparat penegak hukum di Balikpapan tegas terhadap perusak lingkungan hidup khususnya mangrove di Teluk Balikpapan, sehingga sanksi pidana layak diberikan apabila tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku.
Menurut Jufri, apabila aparat penegak hukum dan Pemkot Balikpapan tegas dalam menyuarakan perlindungan terhadap lingkungan hidup di Balikpapan, maka pihak luar investor tidak akan semena-mena dalam melakukan kegiatan berinvestasi di Kota Balikpapan.
“Mereka akan taat aturan, memulainya dengan proses izin prinsip, izin lokasi, izin lingkungan dan lainnya secara benar sesuai tahapan. Tidak akan membuka lahan bila belum memiliki izin yang berlaku,” ujar Jufriansyah.
Jufri juga mengingatkan, Pemkot Balikpapan tidak sekadar memberikan sanksi lunak misalnya hanya sanksi administrasi, padahal memang itu kewajiban yang harus dilakukan para perusak lingkungan hidup. Tapi, sanksi administrasi itu seolah sudah maksimal.
“Itu salah, harusnya sanksi pidana berupa perbuatan melawan hukum yang diberikan kepada perusak lingkungan tersebut. Jangan sampai ketika ada kerusakan lingkungan yang diakibatkan pembukaan lahan mangrove misalnya ternyata hanya mengganti dengan penanaman mangrove di kawasan lain,” contoh Jufri.
Menurut Jufri, cara itu disebutnya washing of sins atau pencucian dosa. Maksudnya seolah menunjukkan kebaikan dengan menanam padahal yang sudah dirusaknya pohon-pohon mangrove sudah berukuran tinggi 10.15 meter. “Sanksi pidana, biar ada efek jera,” kata Jufri. (gt)