Penulis: Sugito
TINTAKALTIM.COM-Jika ditemukan kitab hadist yang redaksinya cenderung aneh-aneh dan keluar dari logika manusia, ada indikasi hadist itu dhaif atau secara terminologi lemah. Karena, dalam penyusunan hadist itu perawinya biasanya tidak berurutan menyebutkannya. Hanya saja tidak mudah menilainya, harus dilakukan kajian hadist maksimal.
“Kalau ada hadist muncul 2 jenis, maka pelajari dengan seksama. Teliti sanad-nya dan darimana usulnya. Jangan pendapat dengan bertitik-tolak pada suka dan tidak suka tapi ada perangkat ilmu yang melandasinya,” kata Ustaz Isman Shaleh saat memberi ‘Taklim Ba’da Magrib’ di Masjid Al-Fatah Kompleks Pertamina Gunung IV, Senin (19/8), malam.
Dalam taklim kemarin, Ustaz Isman cenderung memberi wawasan ilmu pada jamaah. Khususnya agar jamaah belajar hadist dan membuka sejumlah kitab hadist, sehingga tidak mentah-mentah membuat kategori sendiri urutan hadist shahih, hasan atau dhaif.
Dijelaskannya, menurut ilmu hadist ada yang disebut perawi. Ini menyangkut ‘orang’ yang meriwayatkan hadist. Harus diteliti benar siapa perawinya, ketinggian ilmunya, cermat dan tidak tercela. Misalnya, perawi hadist Bukhari dan Muslim, itu yang paling sanad. Dan, Imam Bukhari misalnya, sangat teliti dalam memilih hadist dan tidak mau menerima riwayat hadist dari orang yang pernah berbohong.
Di zaman Rasulullah, yang dalam hitungan dakwah selama 23 tahun, rinciannya 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah, memang berbeda dengan sahabat yang hampir 100 tahun lebih. Dan hadist dari sahabat itu sifatnya bermetamorfosa artinya proses akhlaknya baik dan mencintai Allah. Sehingga, hadist yang dirawikan pasti shahih.
Isman lalu mencontohkan, di zaman Said bin Zubair, dia adalah perawi hadist dan seorang ulama besar. Pendalaman persoalan agamanya menyeluruh. “Ibaratnya dia adalah parawi hadist zaman itu dan menjadi lautan ilmu serta guru. Dia inilah murid Ibnu Abbas, sahabat Rasulullah ahli tafsir Alquran dan ahli hadist,” beber Ustaz Isman.
Dalam taklim itu, jamaah Masjid Al-Fatah memang harus mencerna betul penjelasan Ustaz Isman. Karena, lebih banyak menggunakan bahasa Arab dan istilah kitab-kitab yang disebutkannya sepintas dan tidak dirinci. Misalnya, disebutkan bagaimana pendapat atau hadist dari Imam Malik yang mengumpulkan lembaran-lembaran hadist dalam Kitab Al-Muwatta yang menghimpun hadist-hadist nabi, pendapat sahabat dan lainnya.
Isman juga bercerita. Misalnya, zaman Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah. Mereka ini semua adalah para guru dan tawadhu kendati ilmunya tinggi. Sehingga, landasan ilmunya bisa dijadikan mahzab atau diikuti dalam bentuk aliran fiqih. Tergantung mau mengikuti mahzab yang mana. “Imam Syafii itu lahir saat Imam Abu Hanifah meninggal. Terus dilanjutkan generasi tabi’in. Dan Imam Syafi’i belajar dengan Imam Malik,” ujar Isman menjelaskan kronologis bagaimana hadist itu dilahirkan.
Begitu detail dan rumitnya hadist itu, sehingga kata Isman, Allah mendesain kematian dan menghadirkan orang-orang berilmu dalam waktu berdekatan. Itu terjadi pada meninggalnya Abu Hanifah. “Bayangkan bapak-bapak para jamaah, Allah sudah merancang. Meninggal Abu Hanifah malam dan malam itu, lahirlah Imam Syafi’i. Inilah kebesaran Allah. Sehingga, ada yang menyebut Cahaya Ilmu selalu terang di dunia,” kata Isman mengumpamakan.
Hallaqoh Masjid Al-Fatah yang hadir kira-kira berkisar 30 orang, tidak beranjak dari tempat duduk. Meski menurut penulis, tema yang disampaikan Ustaz Isman masuk kategori berat. Karena, banyak bahasa Arabnya, dan penulis sendiri tidak lancar berbahasa Arab, mungkin jamaah lainnya juga. Untung saja, penulis mencatat ceramah Ustaz Isman secara detail. Sehingga, dalam menurunkan informasi bisa dilakukan catatannya dengan ‘bahasa tutur’.
Waktu menuju Isya masih sekitar 20 menit, Ustas Isman terus membedah kaitan tema hadist yang disampaikan. Kembali, ustaz melontarkan kalimat Kutub Al-Tis’ah? Tentu saja penulis bingung. Sebab ini bahasa Arab. Setelah dibuka di-translate Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia, ternyata artinya adalah kitab yang memuat hadist-hadist yang populer diriwayatkan oleh 9 imam yaitu, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, Trmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Imam Malik dan Ad-Darimi. “Tema ceramahnya agak berat wal. Tapi karena ilmu kita dengarin saja,” kata seorang jamaah, seolah berbisik kepada penulis dengan wajah senyum.
Dalam penjelasan Ustaz Isman, perawi hadist era setelah Rasulullah wafat, contohnya Imam Tabrani, belajar sampai kelimuaannya fasih dan sangat tinggi serta kuat hafalannya. Bayangkan, guru Imam Tabrani sampai 5.000 orang. Sehingga, sampai melahirkan kitab yang disebut Mu’jamul Kabir atau kitab hadist yang berbentuk ensiklopedia disertai pula sejarah nabi. “Penelitian hadistnya banyak tapi yang ditetapkan nanti hanya 3 atau 4 hadist yang benar-benar shahih, inilah mendapatkan kualitas hadist yang maksimal,” jelas Isman.
Di era itu, banyak pula larangan menulis hadist. Sebab, banyak bermunculan hadist, sehingga sempat dihentikan beberapa lama. Karena dikhawatirkan nanti menyamai Alquran. Tentu Alquran dari Allah harus lebih banyak ditulis. Sebab, ada hadist yang diputarbalikkan orang munafik yang menyebut itu dari isbat Rasulullah, ternyata bukan.
Dalam mempelajari hadist kata Isman, memang tidak mudah. Harus belajar keras dan sampai ketemu dalil yang kuat. Misalnya, ada hadist yang disebut dhaif, tetapi telusuri bagaimana jasa para ahli hadist membuatnya. Apalagi itu termaktub dalam mu’jamul kabir. “Biasanya diperas hadist itu sampai sanad-nya kuat, bisa jadi payung hukumnya kuat sudah dirawikan Bukhari dan Muslim, hadistnya jadi bisa diikuti,” contoh Isman.
DOKTOR HADIST
Memang di Indonesia itu, pakar hadist bergelar doktor hadist kata Isman, sangat jarang. Kalau di Madinah banyak, bahkan doktor hadist di sana sampai hafal hadist sanad hingga 5.000 hadist. “Saya sulit mendapatkan doktor hadist di Indonesia, kalau doktor fiqih banyak seperti Ustaz Khalid Basallamah. Nah, gimana ayo hafal hadist banyak-banyak pak,” pinta Ustaz Isman kepada jamaah yang sontak ada yang bergumam di belakang penulis dengan ungkapan: “Wah menghafal 2 hadist aja berat apalagi sampai ribuan,”
Dalam konteks hafalan 5.000 hadist ini, ada ulama bernama Syech Misbach, kata Isman. Kalau dia ke Istana Raja, maka Sang Raja yang mengaturkan sandalnya. Bisa jadi, ulama ini masuk dalam golongan kutub al-tisah atau golongan 9 imam besar perawi hadist. “Hafalan Qurannya terpelihara dan selalu menjaga keluhuran nilai hadist, dan ketika mengajarkan hadist betul-betul karena Allah. Sebab, mereka mencari berkahnya,” jelas Isman.
Dalam konteks hafalan Quran memang kata Isman, ulama besar itu sampai mutqin. Apa itu, ya harus kuat melekat dan benar. Ini usahanya tidak mudah dan sangat-sangat tekun dan terlatih. Beda kalau dengan orang Indonesia kebanyakan. “Bisa saja terjadi Surah Al-Waqiah pindah ke Surah Al-Qiyamah,” contoh Ustaz Isman disambut senyum jamaah.
Ustaz Isman juga dalam sesi ceramah akhirnya, karena menjelang salat Isya menjelaskan bagaimana soal azan dan iqomah. Misalnya, ada hadist azan dan iqomah disebut dhaif tetapi ternyata ada makna hadist dalam penemuan lainnya seperti dalam shahih Bukhari yang ada hadist berbunyi: Sungguh Berdoa antara Azan dan Iqomah itu tidak tertolak dan diijabah Allah, maka pergunakanlah sebanyak-banyaknya untuk berdoa. Nah, ini hadist penguat dari Imam Ahmad dan Bukhari. “Jadi melihat hadist itu dari redaksi hukumnya, bukan sanadnya apalagi dicantumkan dalam Bulughul Maram atau hadist yang dijadikan sumber hukum fiqih dan jadi rujukan ulama Mahzah Syafi’i,” beber Ustaz Isman detail.
Mengkaji hadist itu harus detail. Sebab, kata Ismail sebuah hadist itu landasannya adalah kejujuran ilmiah. Justru Ustaz Isman menganalogikan seperti cerita sahabat Rasulullah bernama Khadil bin Walid, yang mendapat julukan Syaifullah Al-Maslul atau Pedang Allah yang Terhunus.
Khalid bin Walid adalah panglima perang tapi ia diganti atau dicopot alias dipecat oleh Umar bin Khatab. Alasannya untuk kemaslahatan tauhid. Atau berperang untuk niat karena Allah. Dia dicopot karena dianggap umat Islam saat itu, sebagai pembuat kemenangan perang. Jadi semua kaum muslim bersandar pada Khalid bin Walid dan mulai lupa berdoa pada Allah. “Makanya dia dipecat daripada mempengaruhi tauhid umat muslim saat itu. Umar bin Khatab tegas, takut kalau tauhid bergeser. Itulah hekekat dari hadist yang benar-benar dijaga kemurniannya,” tutup Ustaz Isman dalam ceramahnya.
SOP KONDRO
Azan berkumandang, salat Isya berjamaah dilakukan. Setelah itu, seluruh jamaah yang telah menyelesaikan puasa sunah Senin-Kamis, melakukan dinner atau makan malam bersama. Menunya Sop Kondro sesuai janji Ustaz Abddurachman minggu lalu. Antre ambil makanan sempat terjadi tapi setelah dibagi dua jalur akhirnya mempercepat antrean.
Enam meja dipersiapkan di luar masjid atau tempat diskusi para jamaah. Full dengan makanan yang meskipun usia mereka ada yang sepuh tapi tidak takut dengan kolesterol, asam urat, tekanan darah tinggi. Bahkan, piring jamaah penuh dengan potongan daging yang mereka sebut ‘Energi Tambahan Masjid Al-Fatah’. Lahap dan penuh guyonan saat makan. Yang jelas silaturahmi terjalin erat.
“Ayo tambah-tambah. Masih banyak sop kondronya. Jangan lupa sambalnya,” kata Ustaz Abddurachman dan Ustaz Salmani. Sontak jamaah pun memenuhi piring-piring mereka dengan daging dan kerupuk.
Nilai ukhuwah terlihat antarsesama jamaah. “Enaknya salat berjamaah dan puasa Senin-Kamis di Masjid Al-Fatah. Penuh silaturahmi dan ukhuwah. Semoga berkah Allah untuk jamaah semua,” doa Wahid Sangaji, salah satu jamaah dari kejauhan datang ke masjid itu untuk iftor atau berbuka puasa. Subhanallah. ***