TINTAKALTIM.COM-Festival Mualaf di Balikpapan menggugah cerita peneguh akidah. Ada kisah mendapat hidayah atau keputusan untuk memeluk agama Islam bukanlah hal yang mudah bagi setiap individu. Ada nilai perjuangan yang harus dilalui dan tantangan berat dihadapi.
Itulah kisah 3 mualaf masing-masing Maksi Ladewyk Deeng (dai dan aktivis mualaf nasional), drg Carissa Grani MM (inspirator muslimah dan praktisi kesehatan) dan Wendy Lofu (Ketua Mualaf Centre Indonesia Peduli) yang tampil dalam talk show Festival Mualaf di Gedung Banua Patra, Minggu (24/12/2023)

Acara ini digagas Unit Bina Mualaf Istiqomah (UBMI), Badan Dakwah Islamiyah (BDI) Pertamina, Kemenag dan didukung sejumlah sponsor termasuk Rumah Sakit Ibnu Sina Balikpapan.
“Buka Alquran, carikan saya kesalahan dan kekurangan kitab suci umat Islam itu. Jika ada dan buktinya kuat, maka saya kembali murtad,” ungkap Wendy Lofu yang belajar malang-melintang tentang Islam selama 5 tahun sebelum dirinya mualaf untuk mencari kelemahan Islam
Wendy tampil santai. Ia sejatinya dikenal sosok pembenci Islam. Baginya, agama Islam ditakutinya atau Islamphobia. Ia mendapat pendidikan non-muslim, ia justru menjadi-jadi, sehingga ia mencari bukti di Alquran dan hadist agar mendapatkan kelemahan Islam. Dulunya, ia belajar Islam tujuannya membenci Islam.

“Tapi hidayah Allah tak bisa dibendung. Saya khatam Alquran dan tak ada satu pun menemukan kesalahan dalam Alquran. Makanya, saya bersalah kalau sampai memfitnah Islam dan sekarang mengakui Islam agama yang haq dari Allah,” ceritanya sembari matanya berkaca-kaca.
Ia pun minta maaf, karena audiens banyak ibu-ibu. Sebab, bercerita kaitan poligami yang tentu tak disukai kalangan wanita. Dan, ia mengakui pernah memfitnah Islam karena poligami tak sesuai dengan ajaran Islam yang mengedepankan akhlak.

Ternyata, ia mendalami Alquran, justru yang ia dapatkan adalah poligami justru memuliakan perempuan. “Bayangkan, harus adil dan wanita sangat tertolong, karena jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki. Sehingga, Islam memperbolehkan menikah sampai 4 orang. Tapi, kendati saya mengakui poligami, istri saya tetap satu,” cerita Wendy.
Wendy membeber ceritanya, untuk menjadi mualaf itu diawali dengan keterpaksaan bahkan kala itu ia berpikir bagaimana cara memfitnah Islam dengan bukti. Ternyata, hingga 9 tahun bergelut dan belajar Islam tak ada satu pun kesalahan dalam agama Islam apalagi ada dalam Alquran.

Wendy juga bercerita, bagi kalangan Tionghoa ada semacam stereotif atau anggapan bahwa jika mualaf ke Islam dikucilkan. Dimiskinkan dan itu dilaluinya dengan ikhlas karena Allah.
“Tetapi, rezeki Allah itu justru datang tanpa diduga-duga. Bukan riya, saya punya kendaraan sampai tiga dan bisa jadi pengusaha yang rezeki mengalir dari Allah. Makanya, bulatkan keyakinan dan Allah pasti membantu,” ujarnya.
Wendy yakin, Allah selalu bersamanya. Melindunginya saat ia memeluk Islam. Dan, seolah ia bergantung pada Surah Muhammad ayat ke-7 yang potongan ayatnya intansurullaha yansurkum (jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu).
Wendy disebut-sebut oleh moderator yang memandu talk show, Ustaz Herry sebagai orang yang dulunya memiliki sifat benci berlebihan tapi akhirnya mencintai Islam.
“Ada hadistnya, cintailah jangan berlebihan atau sewajarnya, boleh jadi yang dicintai itu suatu waktu bisa kau benci. Dan, janganlah membenci berlebihan atau sewajarnya saja, bisa jadi yang kau benci itu suatu waktu menjadi dicintai”. Dan itulah sosok Ustaz Wendy sekarang sangat cinta Islam. “Takbir..takbir,” kata Ustaz Herry yang disambut gema Allahu Akbar oleh undangan yang hadir.
Wendy tak banyak mengurai kisahnya, ia justru ingin sharing dengan audiens. Wendy memeluk Islam sudah 9 tahun tetapi ia pernah kembali mengucap dua kalimat syahadat pada tahun 2018 dan bergabung dengan Mualaf Centre Indonesia.
Wendy mengawali mualafnya di Singkawang Pontianak. Di sana banyak tantangan. Makanya, ia hijrah ke Jakarta untuk terus memperdalam Islam hingga sekarang dan rajin bersedekah karena Allah selalu memberinya rezeki tanpa diduga-duga.
DITENTANG
Cerita mualaf lain datang dari dokter cantik bernama Carissa Grani. Ulasan ceritanya ditunggu ibu-ibu yang memenuhi Gedung Banua Patra, karena diyakini bisa menjadi inspirasi kehidupan. Apalagi audiens banyak yang mualaf.
Ia mengawali cerita, banyak tantangan bahkan perjuangannya menjadi mualaf mendapat perlakuan tak pantas dari sang suami. Bahkan, ada ancaman akan dibunuh dan sampai mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Bagi Carissa, untuk memeluk Islam sudah bulat. Sebab, ia seorang dokter dan itu terinspirasi saat pandemi covid-19 di Jakarta merajalela. Di mana, orang banyak memakai masker. “Di Balikpapan juga ada pandemi covid-19 ya,” tanyanya sembari berkelakar.
Dari pandemi itu, semua orang diwajibkan mengenakan masker. Termasuk wanita. Dan ia, menyebut itu seperti orang memakai niqab atau cadar. Dan itulah, ajaran Islam yang ia lihat, melindungi wanita.
Bahkan, dr Carissa sering melihat orang Islam berwudhu untuk salat. Di pikirannya hanya satu, jika orang terus berwudhu, maka ia akan sulit terkena virus covid-19. Itu sejalan dengan kapasitasnya orang kesehatan dan ditinjau dari sisi kebersihan. Indahnya Islam dalam benaknya menerawang.
Awalnya ingin masuk Islam, ia bertemu seorang lelaki. Ia bertanya bagaimana caranya memeluk Islam. “Hanya saat itu, sang cowok itu menolak untuk mengajari. Karena, saya bukan muhrimnya. Disuruh belajar dengan Bunda Sri dari Mualaf Centre di tahun 2020,” cerita dr Carissa
Ia belajar dengan Bunda Sri, saat itu ia disuruh belajar tauhid atau keyakinan alias aqidah. Belajar rukun Islam dan Iman hingga sekitar menjelang zuhur.
“Tapi saya terkejut, ketika disuruh belajar salat tetapi disebut Bunda Sri dengan memohon maaf, itu semua belum dihitung pahalanya,” ungkap dr Carissa. Ia terkejut dan bertanya:
“Kenapa belum ada pahalanya,”. Ternyata dijawab argonya belum jalan karena belum syahadat. Akhirnya ia mengucapkan syahadat dan dituntun Bunda Sri
Tetapi, ia mualaf belum diketahui suaminya. Saat itu, ia sedang salat dan dipergoki suami. Akhirnya, sang suami emosi. Di situlah, Carissa mengalami tindak kekerasan. Bukan itu saja, ancaman bunuh bukan hanya ke dr Carissa tetapi juga ketiga anaknya.
“Saya tetap yakin, bahwa Allah bersama orang-orang yang benar. Dan, keyakinan dengan Allah itu sandarannya,” cerita dr Carissa sembari nadanya terisak.
Saat itu, Carissa mengalami KDRT. Ia dianjurkan untuk melakukan visum. Dan, polisi datang ke rumahnya. “Saya tidak tahu, mungkin tetangga mendengar ribut-ribut dan melaporkan ke polisi,” ceritanya.
Akhirnya, dr Carissa melaporkan kejadian KDRT itu ke polisi. Dan, suaminya diperiksa polisi. Hanya, ia sudah punya keputusan dengan suaminya untuk berpisah alias bercerai karena tidak seiman.
“Saya mencabut laporan saya. Dan suami akhirnya menyetujui saya masuk Islam. Dan Alhamdulillah, ketiga anak saya pun begitu mudah untuk masuk Islam dari Nasrani taat,” ungkap dr Carissa penuh haru dan membuat undangan ikut sedih. Kini, dr Carissa menikah dengan suami barunya asal Padang yang memiliki 4 orang anak, hingga total anaknya 7 orang.
MISIONARIS
Cerita lain datang dari mualaf yang lebih akrab disebut H Abubakar atau bernama lengkap Maksi Ladywik Deeng. Ia yang menamatkan pendidikan S1 sebagai sarjana teologi ini, sempat pula menjadi misionaris di Philipina dan pendeta di Samofa Biak.
Ia mengawali ceritanya, bahwa pernah menyebarkan ajaran misionarisnya di Papua yang akhirnya menjadi mualaf kendati tak semudah yang dikisahkannya.

Guru karate ini juga skill di bidang aviation alias penerbangan. Ia dikenal misionaris yang bergelimang harta. “Saya mengenal Islam dan spontan ingin berhijrah masuk Islam. Dan mendapatkan tempat untuk menjadi mualaf di Balikpapan tepatnya Masjid Istiqomah,” cerita Maksi
Di masjid itulah, ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan mendapat sertifikat dari Kemenag. Tapi, ia pernah dinobatkan sebagai orang Indonesia pertama menjadi misionaris di Manila.

“Tapi setelah saya mualaf, saya tanggalkan semua. Tak berpikir untuk mencari harta. Dan saya mengajarkan Islam tidak saling menyalahkan. Membangun kesadaran dan terus merajut persaudaraan. Jika itu izin Allah, mualaf tak bisa lagi dihindari,” kisahnya.
Ia menyebutkan, setelah mualaf sering diejek oleh kawan-kawannya. Mau dipanggil apa, pendeta atau ustaz. Itu guyonan yang sebenarnya mereka semua terkejut melihat Maksi sudah melakukan ‘konversi’ ke agama Islam.
Maksi mengenang masa jayanya saat menjadi misionaris. Ia seperti artis, yang kedatangannya selalu disambut riuh dan tangis. Bahkan, sepatu, baju yang ia kenakan harganya mahal, sebab jemaat saat itu lebih sering memberikan penghargaan (privilege) bahwa dia adalah ‘Hamba Tuhan’.
Tapi sekarang ia menemukan kebenaran. Itu adalah Kitab Suci Alquran dan agamanya Islam. Dan bagi Maksi, ia meninggalkan agama sebelumnya memeluk Islam harus kehilangan segalanya. Termasuk istrinya yang harus meninggalkan dia.
“Kalau yakin dengan Islam, jangan khawatir akan miskin. Allah selalu bersama dan memberi rezeki hambanya yang ikhlas menolong agama Allah,” ujar Maksi yang meninggalkan gajinya kisaran ratusan juta saat dirinya jadi misionaris demi memeluk Islam. (gt)