TINTAKALTIM.COM-Laskar Merah Putih (LMP) yang berada di garda terdepan membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk Warga Negara Indonesia (WNI) di mana saja, mendesak pemerintah untuk melakukan langkah-langkah investigasi dan mengusut tuntas secara menyeluruh kematian 3 anak buah kapal (ABK) di kapal ikan berbendera China.
LMP menilai, pelarungan ABK meninggal ke laut oleh pihak perusahaan kapal, sangatlah keji dan cenderung ada dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena ada unsur ekploitasi, kendati menurut pemerintah China, itu merupakan prodesur tetap atau protap.
“Kami sebagai anak bangsa dan seluruh jajaran pengurus LMP se-Indonesia terpanggil untuk ikut bersuara agar Indonesia mengambil sikap. Justru, ada dugaan sikap tidak manusiawi atas perlakuan terhadap 3 ABK tersebut. Jangan sampai tidak ada advokasi atau perlindungan terhadap WNI yang bekerja di mana saja,” kata Ketua Umum (Ketum) Markas Besar Laskar Merah Putih (LMP) HM Arsyad Cannu memberikan keterangan pers kaitan kasus meninggalnya ABK yang dilarung di laut dan diduga tidak manusiawi itu, Minggu (10/05/2020).
Desakan dari LMP itu kata Arsyad Cannu perlu disampaikan. Meski dari informasi yang ia terima, ada penjelasan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing bahwa pihak perusahaan katanya ikuti standar praktik kelautan internasional saat melarung 3 WNI yang meninggal. Apalagi, ada 15 ABK WNI yang turun di Busan dan minta bantuan lembaga penegak hukum di Korea Selatan (Korsel).
“Kami menduga ada upaya eksploitasi. Mengapa ABK lainnya harus turun di Korsel. Sebagai negara berdaulat, Indonesia harus melindungi WNI yang bekerja di mana saja. Apalagi mendapat perlakuan tak semestinya,” ungkap Arsyad Cannu.
Menurut Arsyad Cannu, mengapa investasi dilakukan. Sebab, Indonesia harus mengetahui secara nyata dan mendapatkan data-data serta fakta, ada tidaknya pelanggaran HAM. “Jika terbukti pelanggaran HAM, kita miris dan nota protes kepada pemerintah China dan tuntutan hukum terhadap perusahaan kapal harus dilakukan,” pinta Arsyad Cannu.

Dari data dan informasi yang diterima LMP, menurut Arsyad, ekploitasi TKI yang bekerja sebagai ABK di kapal-kapal asing sudah beberapa kali terdengar. Kali ini, berdasarkan informasi, mereka bekerja 18 jam sehari dan setelah bekerja selama sekitar 13 bulan hanya mendapatkan gaji Rp1,7 juta rupiah. Parahnya, ketika meninggal, mayat ABK dibuang ke laut.
“Bisa jadi kejadian semacam ini sering berulang. Pemerintah harus memperketat penempatan TKI di tempat bekerja mereka di luar negeri. Harus dipastikan mereka berada di perusahaan yang punya reputasi baik,” ingat Arsyad.
Karena, dari cerita yang didapatkan Arsyad, masalah ABK yang bekerja di kapal asing ini rumit dan panjang. Sejak proses perekrutan awal ABK sering tidak jelas. Mulai dari masalah kontrak kerja yang tidak jelas atau sepihak dengan perusahaan yang menjadi agen TKI. “Mereka biasa jadi sub agen dari agen penyedia tenaga kerja di luar negeri. Ini harus juga ditertibkan. Kasihan ABK kita jika demikian,” pinta Arsyad.
MASALAH SERIUS
Untuk itu, masalah ABK ini menurut Arsyad, jadi perhatian LMP karena masalah serius. Dan Indonesia harus memastikan hak-hak TKI khususny dalam kasus meninggalnya 3 ABK WNI dapat tertunaikan gajinya, pesangon dan asuransi dari pihak perusahaan. “Mengapa kami miris. Mereka bekerja jauh dari tanah air untuk menghidupi keluarga. Jangan sampai keluarga hanya menerima berita kematian tanpa mendapatkan hak-hak dari perusahaan yang bisa digunakan untuk menyambung hidup keluarga. Dan LMP akan membantu mendesak ini,” kata Arsyad Cannu.

Dalam keterangan pers lainnya, Arsyad juga merinci banyak masalah ABK WNI juga TKI untuk didata secara akurat. Apalagi sekarang musim covid-19. Jangan-jangan mereka bekerja risiko tertular corona tinggi. “Saya mengimbau, kalau memang mereka masuk dalam zona merah. Pemerintah dapat mengambil semacam opsi pemulangan TKI untuk memastikan keselamatan dan kesehatan mereka. Kita khawatir, mereka positif terkena corona, kasihan keluarga mereka di Indonesia,” pungkas Arsyad Cannu dalam rilisnya. (git)