TINTAKALTIM.COM-Ketua Dewan Adat Dayak Kota Balikpapan DR Abriantinus MA punya pesan tersendiri menjelang HUT ke-77 RI. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat di Kaltim untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan merajut kebhinekaan.
“Ayo kita bergandengan tangan. Boleh kita berbeda-beda tetapi tetap satu. Dan jangan mau dipecah belah dengan paham yang keliru. Menjaga persatuan dan kesatuan itu penuh pengorbanan,” kata DR Abriantinus MA saat bicara kaitan mengisi Kemerdekaan RI ke-77, Senin (15/08/2022).
Bagi Abriantinus, jika mengaku warga negara Indonesia, jangan mengklaim bahwa negara ini milik satu golongan. Bukan milik satu suku. Jangan terjebak pada sisi primordialisme yang disebabkan karena gagal paham atau masuk pada paham-paham kelompok tertentu seperti fanitisme beragama berlebihan dan politik identitas yang arahnya merusak demokrasi.

“Bangsa kita ini kan majemuk. Terdiri dari berbagai suku, agama dan budaya. Jika larut dalam makna-makna simbolis dan identitas tertentu dan ‘digoreng’ untuk kepentingan kelompok tertentu, ini berbahaya dan merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya.
Menurut Abriantinus, sekarang ini terjadi polarisasi di masyarakat dan dipertajam ketika saat pilpres atau pileg. Lalu, diarahkan pada keyakinan atau ideologi fanatis yang membenci pihak lain.
“Fanatisme beragama itu boleh bagi penganutnya. Hanya, jika fanatisme itu membenci negara, membenci orang lain menganggap ideologinya paling benar, tentu itu keliru dan ini harus dilawan,” kata Abriantinus yang juga Panglima Komando Pengawal Pusaka Adat Dayak Borneo (Koppad Borneo) ini.
Abriantinus sangat concern dengan tegak lurusnya NKRI dan memahami kalau sekarang muncul ideologi berbeda dan menjurus pada radikalisme, sebenarnya kesalahan pola pikir di masyarakat dan adanya upaya-upaya propaganda memecah belah.
Tetapi, jika makna bernegara itu dititikberatkan pada 4 pilar yakni Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, NKRI dan Pancasila, dan terus disosialisasikan untuk menjadi marwah dalam kehidupan, semua akan mengerti arti demokrasi sesungguhnya.

Justru yang salah kata Abriantinus, kalau sudah ada klaim kesukuan seperti merasa penduduk asli dan penduduk pendatang dijadikan ‘ancaman kehidupan’ tentu merusak tatanan persatuan-kesatuan.
“Cara mengisi kemerdekaan, kita sekarang tidak berperang. Hidup saling menghargai dan mendengarkan cara pandang tentang makna bernegara dan berbangsa. Kalaupun ada masalah harus duduk bersama. Sekarang ini dibutuhkan sinergi dan kolaborasi lewat gotong-royong dalam pembangunan. Jadi bukan tampil dengan fanatisme kesukuan,” ujar Abriantinus yang dipercaya sebagai Wakil Ketua Kadin Provinsi Kaltim.
DIGITALISASI DAN HOAX
Abriantinus juga bicara kemajuan zaman. Masuknya era disrupsi atau era digitalisasi yang sangat dahsyat. Hal itu tak dapat dibendung. Informasi begitu pesat dan seolah ‘dunia dalam genggaman’ hanya, tak boleh menerima mentah-mentah informasi, apalagi terpengaruh atau membuat berita hoax.
“Era teknologi informasi (IT) sangat dahsyat. Nah, mengisi kemerdekaan dengan cara bagaimana melakukan kreativitas, inovasi yang bermakna kemerdekaan. Lalu di-share ke sosial media (sosmed). Tentu sangat bernilai insiratif,” ujarnya.

Sebagai contoh, menjelang HUT RI, sangat baik jika upload hal-hal bernilai perjuangan, untaian kalimat yang mengukuhkan nilai perjuangan seperti mengibarkan bendera merah putih lewat sosmed atau kreativitas bentuk lain.
“Jangan luntur nasionalisme kita. Sekarang pasang bendera merah putih saja susah. Padahal, dulu pejuang melawan penjajah berkorban nyawa. Ayo hargai juga pejuang dengan melakukan kegiatan positif,” ujarnya.
Disebutkan Abriantinus, sebagai anak bangsa yang cinta NKRI, setiap tahun dirinya bersama anggota baik Koppad Borneo dan organisasi di mana ia berada, merayakan HUT RI lewat upacara dan lomba-lomba.
“Sekarang di Koppad Borneo menggelar ragam lomba, ada tenis meja, sumpit dan lainnya. Bahkan upacara bendera,” urai owner PT Borneo Malawen Jaya yang bergerak di bidang security guard & manpower services ini.
MEMBANGUN IKN
Dalam kesempatan lain, Abriantinus juga menyinggung penetapan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Provinsi Kaltim. Dirinya sangat respek dengan Presiden Jokowi yang telah melakukan penyatuan tanah dan air yang dilakukan gubernur se-Indonesia.
Bagi dirinya yang asal Dayak Kalteng ini, IKN Nusantara nama yang tepat. “Kebhinekaan ada di nama IKN yakni Nusantara. Dan di kampung saya penyatuan tanah air itu diambil dari Barito Selatan Desa Sanggu Kecamatan Dusun Selatan Kalteng. Sedang tanah diambil dari Barito Timur. Ini gagasan yang smart dari Presiden RI. Sebab, tanah dan air itu simbol Nusantara,” ceritanya.
Nusantara itu maknanya kata Abriantinus luas. Sekarang muncul peradaban kerajaan dan kesukuan di Indonesia termasuk Kalimantan.
“Saya pernah dinobatkan sebagai Raja Nan Sarunai Kerajaan Nan Sarunai wilayah Dayak Maanyan yang masuk Kesultanan Banjar. Sehingga, harus mendukung penuh pembangunan IKN Nusantara,” ungkapnya.
Bagi Abriantinus, dirinya sebagai tokoh Dayak secara internal terus membangun pola pikir yang mengarah untuk menjaga NKRI. Serta membangun eksistensi kebhinekaan serta meminimalisir pola komunikasi yang keliru dengan komunikasi positif lewat pembangunan yang bernilai inspiratif.

Dirinya selama ini justru harus lebih memberikan edukasi, jangan fanatisme kesukuan. Karena kalau menilai suku asli, semua suku di Kalimantan akan mengemuka dan mengklaim asli. Ada asli Dayak, Kutai, Banjar, Tidung, Paser. Bahkan, di Balikpapan itu suku aslinya Paser Balik. Lalu di Kalbar ada suku Dayak dan Melayu.
“Makanya saya menyatukan persepsi kebhinekaan. Sebab, Indonesia ini hetrogen. Masing-masing daerah itu ada homogen dan hetrogen. Sehingga, adat dan budayanya berbeda. Inilah sejatinya makna kebhinekaan,” contoh Arbriantinus
TNI DAN POLRI
Dalam konteks menjaga kemitraan dengan multi-stakeholders, bagi Abriantinus sinergi dan kolaborasi dengan institusi TNI dan Polri harus dijaga. Kendati, ada rasa cemburu dari pihak-pihak tertentu. Prinsip Abriantinus, mitra TNI-Polri untuk sama-sama menjaga keamanan.
“Bayangkan, suatu daerah bahkan suatu negara, kalau tidak aman, maka sendi-sendi kehidupan akan terganggu. Itu yang coba saya bangun,” ungkapnya.
Bagi Abriantinus, dirinya juga membangun komunikasi dengan organisasi massa (ormas) lainnya. Kendati, masih ada yang berbeda pendapat dinilainya baik. “Kalau ada ormas lain berdiri, selama sesuai ideologi Pancasila dan ingin melakukan hal-hal positif, tentu didukung. Karena, mereka dilindungi UU juga,” kata Abriantinus yang berpengalaman 30 tahun mengelola ormas ini.
Disinggung perjuangan kaitan IKN, sekarang ini warga Kalimantan dan lokal harus ikut berperan. Jangan jadi penonton, sehingga yang diperlukan memperkuat kualifikasi sumber daya manusia (SDM). Dan kaitan itu, dirinya sekarang sudah membuka Koppad Training Centre yang lebih menitikberatkan dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Saya sudah melatih 40 orang perwakilan dari 6 kecamatan di Kota Balikpapan. Tahap kedua juga akan dilakukan dan sekarang ini banyak yang diperjuangkan untuk masuk kerja di berbagai institusi seperti RDMP Pertamina misalnya,” urai Abriantinus.
Menyiapkan SDM menjadi penting bagi Abriantinus, selain juga memperjuangkan bagaimana pengusaha lokal dapat eksis saat IKN dibangun juga terakomodirnya tenaga kerja.
Sebagai tokoh adat Dayak, Abriantinus menyebutkan bahwa suku Dayak itu terdaftar di PBB namanya Dayak International Organization (DIO) yang presidennya Datuk Jeffrey G Kitingan asal Malaysia dan sekjennya DR Yulius Yohanes MS.
“Kalau nasional namanya Majelis Adat Dayak Nasional yang presidennya DR Martin Billa. Sementara di tingkat provinsi ada Dewan Adat Dayak Provinsi yang diketuai Zainal Arifin serta untuk Ketum Adat Dayak Balikpapan Abriantinus,” jelasnya.
MAKNA MERDEKA
Di bagian akhir, Abriantinus juga menjelaskan bahwa kemerdekaan yang sudah dicapai 77 tahun Indonesia, jika ingin jujur masih ada yang belum merdeka. Misalnya, masih banyak tingkat kemiskinan, ada masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan.
“Suku Dayak ini boleh disebut sebagai ‘anak manis’. Kalaupun ada aspirasi disampaikan lewat demo itu biasa karena hak mengemukakan pendapat. Tapi, kita tidak pernah melakukan ancaman atau makar terhadap negara Indonesia. Kita cinta NKRI dan harga mati,” tambahnya.
Sekarang ini, warga Dayak ada di mana-mana. Bahkan secara SDM tidak kalah. Ada yang masuk TNI, polisi. “Makanya saya selalu berkoordinasi dengan Rektor Unmul. Jika ada anak Dayak yang berpotensi, bisa diakomodir di tempat-tempat khusus melakukan pengabdian dan bekerja,” tambahnya.
Disinggung kaitan local wisdom (kearifan lokal) untuk pembangunan IKN, Abriantinus lebih politis menyebutnya bahwa sudah diusulkan simbol-simbo bercorak Kalimantan. “Entah itu di bagian pintu gerbang atau diaktualisasikan lewat pusat kebudayaan yang sifatnya dominan. Memang kita akui Istana Negara itu harus cerminan Nusantara, tapi karena IKN di Kaltim simbol Kalimantan itu setidaknya dominan misalnya etniknya dan rangkaian desain,” pungkas Abriantinus yang menyebut, Dayak Centre juga diusulkan untuk dibangun di IKN serta dirinya adalah salah satu deklarator yang ikut ditetapkannya IKN di Kaltim. (gt)