Tintakaltim-BALIKPAPAN-Sejak tahun 2017, Rumah Sakit (RS) Bersalin Sayang Ibu yang sudah tidak layak dan harus segera direlokasi ke tempat lain, ternyata hanya wacana. Ganjalannya adalah persoalan lahan yang hingga kini belum jelas. Padahal, RS ini sangat dibutuhkan masyarakat. Masalah lainnya, adalah menyangkut anggaran lahan di mana antara DPRD dan Pemkot Balikpapan belum satu kata.
RS Bersalin yang terletak di tepi Jln Letjen Soeprapto atau tepatnya lintasan menuju Jalan Asrama Bukit Balikpapan Barat ini, sudah berdiri sejak 15 tahun lalu di atas lahan 1.235 meter persegi, tapi kondisinya sekarang sudah tidak representatif karena belum juga diperluas.
Anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Budiono yang juga legislator dari dapil Balikpapan Barat saat dikonfirmasi Tintakaltim membenarkan bahwa RS Bersalin Sayang Ibu sudah mendesak dikembangkan. Karena, selain tuntutan masyarakat juga mengingat tingkat kelahiran di RS itu sangat tinggi. “Saya juga sebagai warga Balikpapan Barat mendesak, relokasi harus segera. Tapi, kan lahan belum ada yang cocok,” kata Budiono
Hanya tidak dijelaskan Budiono, mengapa lahan itu belum ada yang cocok. Apakah persoalan anggaran atau lainnya. Padahal, RS Bersalin itu juga memberi kontribusi pendapatan asli daerah (PAD). Karena, RS Sayang Ibu, sudah masuk dalam Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), meski tidak semata-mata mencari keuntungan (not for profit). “Memang ada rencana pembebasan lahan di Inhutani Baru Ulu, termasuk pembangunan Rumah Sakit di sana, sebab RS Sayang Ibu dirasa mendesak pindah atau direlokasi,” kata Budiono
Dari informasi yang diperoleh Tintakaltim, Wakil Walikota Balikpapan H Rahmad Mas’ud juga pernah punya ide besar untuk pembangunan fasilitas Rumah Sakit di kawasan Balikpapan Barat. Sebab, itu sangat dibutuhkan masyarakat. Selain itu, harus ada RS yang representatif, termasuk merelokasi RS Bersalin Sayang Ibu. Memang kendalanya kata Rahmad, harus mencari lahan di Balikpapan Barat sangat luas.
Meski didukung dengan keberadaan Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 jam, namun di RS Bersalin Sayang ibu masih ada beberapa ruangan yang belum memenuhi syarat. Lagi pula, RS ini tidak memiliki lift, sehingga sering menyulitkan pasien. Selain lahan pembangunan, juga diperlukan lahan untuk treatment limbah medis serta alat pencuci kebutuhan dapur.
Menurut Budiono, RS Bersalin Sayang Ibu memang sudah mengantongi akreditasi paripurna dan itu sesuai dengan Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Hanya saja, lokasinya sudah tidak layak. “Makanya DPRD juga memikirkan untuk merelokasi RS Bersalin itu. Hanya belum ada yang cocok lahannya,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Ketika ditanya apakah sudah ada pembahasan anggaran di tahun 2019 untuk relokasi dan pembangunan? Justru menurut Budiono baru akan dibahas di tahun 2020. Tentu ini sangat kontra dengan informasi sebelumnya, di mana Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah mempersiapkan peta bidang untuk lahan yang nantinya akan ada proses appraisal dan pembebasan lahan senilai Rp7-8 miliar oleh Bappeda Balikpapan melalui APBD tahun 2017.
Hanya menurut Budiono, hal itu belum ada. Sebab, dirinya meyakini baru akan membahas di APBD Tahun 2020. “Saya juga mendorong agar segera direlokasi. Tapi belum ada pembahasan anggaran,” katanya.
Tentu saja, sejumlah pihak mempertanyakan kebijakan DPRD dan Pemkot Balikpapan terkait fasilitas publik berupa RS bersalin itu. Sebab, jika untuk membangun gedung lainnya, alokasi anggarannya begitu cepat. “Coba lihat gedung parkir Klandasan kenapa bisa cepat,” tanya Sriyati, warga Balikpapan Barat mempertanyakan lambannya pembahasan relokasi RS Sayang Ibu itu.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) dr Sri Juliarty atau biasa disapa dr Deo mengatakan, memang RS Bersalin Sayang Ibu sudah tidak layak dan harus direlokasi. Sebab, sangat dibutuhkan masyarakat. Tetapi, sejauh ini belum didapatkan lahan yang cocok. “Kita sudah bahas berkali-kali dengan DPRD. Bahkan boleh kalau saya asumsikan sampai kenceng-kencengan. Hanya sampai saat ini belum terealisasi lahan itu,” ujar dokter yang memberi efek positif pada program gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) di Balikpapan ini.
Disinggung bahwa RS itu sudah ‘turun kelas’ dari kelas B ke kelas C? Hal itu dibantah dr Deo. “Nggak lah yang sebenarnya dari C ke C*, nah tanda bintang itu artinya waspada. Karena harus perlu segera melengkapi alat kesehatan, Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, sebab tuntutan pelayanan pun sudah meningkat.
Diakui dokter Deo, sudah nyaris 2 tahun ini proses penetapan lahan belum juga ditemukan. Meski Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan tidak tinggal diam untuk terus berupaya mencari lahan. “Kan belum ada yang cocok. Saya berkeinginan seh segera pindah, sebab kebutuhan RS Bersalin itu pun mendesak,” ujarnya.
Sebenarnya kata Deo, RS Bersalin Sayang Ibu sudah ditangani Lembaga Teknis Daerah (LTD), tapi Dinas Kesehatan Kota tetap ikut bertanggungjawab dalam manajemen dan pengelolaannya. Karena keberdaaannya sebagai pengawas BLUD. (git/pri/lan)