TINTAKALTIM.COM-Anggota Komisi III DPR-RI DR Arsul Sani SH MSi PrM menegaskan, di Indonesia keberadaan polisi masih diperlukan masyarakat. Karena, tidak ada negara tanpa polisi. Hanya dalam perjalanan era sekarang, polisi harus humanis, baik dan memberi pelayanan di masyarakat.
“Tugas polisi sesungguhnya yang utama itu mengayomi dan melayani masyarakat. Sebab, itu substansi kehadiran polisi. Baru selanjutnya penegakan hukum (law enforcement),” kata Arsrul saat bicara di acara Dialog Publik bertemakan: Hoegeng: Keteladanan Melintas Zaman yang digagas Divisi Humas Polri Selasa (16/05/2023) di Jakarta.
Kegiatan itu diikuti seluruh polda se-Indonesia secara online via zoom meeting dengan menghadirkan pembicara selain Arsrul yakni Guru Besar Universitas Bhayangkara Jaya (UBJ) Prof Hermawan Sulistyo, Anggota Kompolnas Pongky Indarti, Ketua Panitia Hoegeng Award 2023 Alfito Deannova Ginting dipandu moderator Fristian Griec (jurnalis).
Acara dibuka Kapolri diwakili Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandhi Nugroho menjelaskan, dialog publik untuk memberikan motivasi dan inspirasi anggota polri dalam menjalankan tugas mewujudkan integritas serta implementasi polri yang presisi
“Nilai-nilai kepemimpinan Hoegeng harus dijadikan teladan oleh anggota polri. Sehingga semangat kepemimpinan yang diwariskan sosok Hoegeng dapat terus hidup dan menjadi pedoman bagi anggota polri masa kini dan masa datang,” ujar Irjen Sandhi.
Spiritnya kata Sandhi, menjadikan tranformasi menuju Polri Presisi sebagai standard of excellence yang merupakan agenda besar dan perlu diimpelementasikan demi terwujudnya pelayanan kepolisian yang lebih terintegrasi, modern, mudah dan cepat,” ujar Shandi.
Acara juga digelar Polda Kaltim di Gedung Mahakam yang diinisiasi Bidang Humas pimpinan Kombes Pol Yusuf Sutejo SH MH dan dihadiri Wakapolda Brigjen Pol Drs Mujiyono SH M Hum, jajaran pejabat utama (PJU), tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, rektor, mahasiswa, Kepsek SMAN 5 Balikpapan Drs H Imam Seger Sujai MPd beserta siswanya, Kepsek SMAN 4 Balikpapan Agus Ikhsan SPd beserta siswanya.
Arsul menyebutkan, jika bicara persepsi baik itu adanya di ruang sunyi. Sementara sosok yang tidak baik itu tercermin pada ruang gegap gempita. Contohnya, kasus Sambo jadi fenomena dan menjadi pembicaraan masyarakat.
Hanya menurutnya, asumsi tidak baik di jajaran kepolisian itu berdasarkan data, lebih banyak pada proses penegakan hukum yang dilakukan oleh serse. Tetapi, untuk keamanan dan ketertiban di masyarakat yang dilakukan di antaranya bhahinkamtibmas yang baik-baik tidak dilaporkan.
“Dilematis memang, tapi saya haqul yaqin dan punya optimisme bahwa polisi akan lebih baik ke depan. Apalagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit juga menghendaki agar polisi bekerja dan melayani masyarakat secara baik,” kata Arsul Sani.
Risiko tidak baik jadi polisi katanya, ke depan bisa saja jabatan itu diambil oleh aparatur negara yang baik. Sebab, di UU Nomor 34 Tahun 2004 ada juga yang mengusulkan agar TNI yang secara postur tugasnya pertanahan negara, ke depan bisa sisi keamanan.
“Tapi itu baru bersifat usulan. Sebab, sekarang ini polisi pelan tapi pasti terus berupaya untuk baik. Dan selalu ingin melahirkan sosok polisi baik. Hanya reformasi di tubuh kepolisian harus terus dilakukan,” ujar Arsul.
Proses reformasi itu ditingkat struktural. Karena, sekarang ini institusi kepolisian di bawah presiden. Tapi ada ide atau usulan untuk masuk ke Kementerian Keamanan Nasional bersama Bea Cukai dan Imigrasi yang bahasannya masih jadi perdebatan.
Diakui Arsul, reformasi untuk mengubah mindset dan kultur di tubuh polisi tidak mudah. Tetapi seiring berjalannya waktu sudah ada muncul di masyarakat fungsi pengawasan Polri seperti Kompolnas dan fungsional ada KPK, sehingga ke depan harapannya polisi bekerja profesional dan tak dikeluhkan masyarakat.
“Makanya saya ingatkan, jika ada kasus di masyarakat, jangan setelah viral baru ditindak. Harus tegas, karena hampir 90 persen kasus-kasus itu ada pada penegakkan hukum. Sehingga, diperlukan format polisi teladan kekinian,” ungkap Arsul.
Arsul juga menyebutkan, sekarang polisi-polisi baik dan dinilai jadi stigma baik di masyarakat itu karena ada sisi-sisi heroik yang bertugas melampaui kewenangannya atau Beyond The Call of Duty. Ini harusnya diperbanyak dari semua divisi. Sehingga, muncul sosok-sosok polisi baik yang dapat meneladani Hoegeng dari semua lini.
“Beyond The Call of Duty ini sebenarnya bisa jadi perbaikan struktural di Polri. Karena, biasanya dilakukan di perbatasan, pedesaan, daerah terpencil. Ada juga di perkotaan, tetapi jumlahnya belum banyak. Dan lebih banyak dilakukan jajaran Bhabimkamtibmas,” ungkap Arsul Sani.
MARAH
Sementara itu Prof Hermawan Sulistyo atau biasa disapa Prof Kikie menilai, kebiasaan polisi tersinggung ketika gelarnya tidak disebutkan. “Itu sudah jadi kebiasaan, seolah gelar menjadi Tuhan di kalangan polisi, kalau gelarnya lupa disebut bisa marah. Itu di DPR juga banyak,” ujar Prof Kikie.
Dari data Prof Kikie, di institusi kepolisian banyak memiliki anggota yang gelarnya doktor (S3). Ini harus jadi keuntungan polisi dan diantisipasi di masa mendatang untuk menuju polisi baik.
Hanya Prof Hermawan berasumsi, kalau doktor itu tahu banyak tentang sedikit. Sedang di tubuh kepolisian termasuk jenderal, tahu sedikit tentang banyak hal. “Ini kan menarik, kalau mau tahu banyak tentang yang banyak ya jenderal yang bergelar doktor,” ujar Prof Hermawan disambut tertawa hadirin.
LINGSTRA
Prof Kikie juga memaparkan kaitan dengan lingkungan strategi (lingstra) sekarang berubah. Ia memberi ilustrasi kaitan hukum, ketaatan dan pengaruh netizen (law-abiding-netizen) yang sudah masuk dalam kehidupan post milenial police atau polisi yang harus memahami generasi milenial.
Ia mencontohkan, sekarang kondisi ekonomi berubah karena perubahan terjadi sangat cepat baik lokal, nasional dan internasional. “Polisi harus mengikuti era itu. Nah, jangan sampai tertinggal atau kepontal-pontal,” ujarnya.
Belum lagi kaitan tahun politik, yang nanti instrumen banyak berubah di dalam aktivitasnya. Tentu ini sangat memusingkan polisi . Dan internet bergerak begitu cepat, sehingga liberisasi kehidupan itu terjadi di Indonesia.
“Aneh toh di Indonesia, begitu gampang orang memaki-maki presiden. Berbeda dengan negara lain. Demo saja di ruang publik itu dibatasi, tetapi kita begitu terbuka dan menjelek-jelekkan. Inilah yang disebut lingstra yang menuntut post milenial police itu,” ujarnya.
Ungkapan-ungkapan Prof Kikie memang lebih banyak kiasan. Ia menyebutkan, jangan menuntut polisi untuk baik kalau masyarakatnya belum baik. Sehingga, dua sisi ini juga harus dibentuk dalam lingkungan strategis.
Di era sekarang perubahan saintek sangat dahsyat. Kejahatan pun berubah modusnya. Sekarang sudah ada 400 jenis mata uang virtual. Sehingga, perlu dipikirkan jenis polisi seperti apa untuk menangani kejahatan ekonomi di masa depan.
“Teknologi itu pun sampai ke senjata api (senpi). Di luar negeri sudah ada senpi yang bisa dipakai jika meletakkan sidik jari. Sehingga, tidak sembarangan nembak dan kasus seperti Sambo tidak terjadi,” contohnya.
Begitu juga kaitan dengan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcment (ETLE). Dengan melihat CCTV bisa melihat siapa yang melanggar lalu-lintas. “Kecuali yang melanggar anggota DPR. Siapa yang berani menilang. Kan ada istilah anggota DPR itu salah saja melawan, apalagi benar,” kelakar Prof Kikie yang meminta kepada jajaran polisi untuk terus mendedikasikan diri sebagai soft police (polisi lunak).
POLISI RT
Sementara itu Pongky Indarti berharap, untuk meningkatkan pelayanan ke masyarakat, dirinya sangat setuju dan mendukung dibentuknya polisi RT (di luar Kaltim polisi RW), Sebab, itu dapat menyerap aspirasi dan keluhan masyarakat di daerahnya masing-masing
Kompolnas katanya, merespons positif jika itu diadopsi polda-polda se-Indonesia. Hanya sifatnya tidak seremonial tetapi sifatnya menyelesaikan persoalan di masyarakat
Menurut Pongky, saat ini sudah ada Bhyangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (bhabinkamtibmas) yang menjadi ujung tombak interaksi polisi dengan masyarakat dalam pencegahan kejahatan.
HOEGENG AWARD
Sementara itu Alfito menjelaskan, Hoegeng Award 2023 ada 5 kategori yakni polisi berdedikasi, polisi inovatif, polisi berintegritas, polisi pelindung perempuan dan anak serta polisi tapal batas dan pedalaman. Dan pemenangnya akan diumumkan 14 Juli 2023 bertepatan dengan meninggalnya Kapolri ke-5 almarhum jenderal (purn) Hoegeng Imam Santoso.
“Tujuan Hoegeng Award ini sebenarnya ingin mengajak masyarakat ikut bertanggungjawab mendorong perbaikan polri dan memunculkan polisi inspiratif bukan mencari sosok Hoegeng sesungguhnya, namun setidaknya memiliki nilai-nilai Hoegeng dalam menjalankan profesinya. (gt)