TINTAKALTIM.COM-Banjir yang terjadi di Kota Balikpapan dan dari estimasi data masih ada di 51 titik, kini mendapat sorotan tajam dari tim panitia khusus (pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) bentukan DPRD. Anggota pansus asal Fraksi PDI-P Budiono menilai perlu keseriusan kaitan penanganan banjir yang melanda warga kota.
Budiono menyebut, anggaran banjir yang totalnya berkisar Rp600 miliar dan di dalamnya ada include dari bantuan provinsi dan ditambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Balikpapan, termasuk pembebasan lahan, seyogyanya harus dimaksimalkan.
“Kita minta capaian kinerjanya, sebab analisis banjir ini juga ada kaitan dengan master plant drainase yang dimiliki pemkot. Tentu, akan diurai mana-mana saja yang belum teratasi. Dan, mengapa masih banjir,” kata Budiono menjelaskan hasil rapat pansus dengan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kamis (30/03/2020).

Dari penjelasan instansi terkait kata Budiono, banjir setahun hanya dapat ditangani 2 titik. Tentu, ini jadi persoalan. Apalagi titik banjir setiap tahun bertambah. Dan, penyerapan dana sudah mencapai Rp300 miliar. “Analisa dan mapping atau pemetaannya harusnya lebih detail. Apalagi, Pemkot Balikpapan ada kerjasama dengan Institut Teknologi Kalimantan (ITK) yang di dalamnya ada mitigasi bencana termasuk banjir dan perencanaan tata kota. F-PDIP sangat penting menyorot ini,” ujar Budiono, politisi PDIP asal daerah pemilihan (dapil) Balikpapan Barat ini.
Diilustrasikan Budiono, banjir di Balikpapan Barat, khususnya Kelurahan Margomulyo, dari depan puskemas hingga balai desa, sekarang melebar hingga ke RT 50 dan sudah mencapai 2 meteran, hingga jalur menuju SMAN 8 ‘Kampung Tepian’ buntu.

“Ada semacam bottleneck atau hambatan, ini harusnya dikaji, apa yang menjadi kendala. Output master plant drainase itu bisa secara rinci diselesaikan. Sehingga, warga yang terkena banjir dapat segera ditatasi,” pinta Budiono, yang juga menyoroti banjir di titik lain di seluruh Balikpapan bersama fraksi lainnya.
Politisi PDIP ini, menilai ada lemahnya penegakan hukum (law enforcement) khususnya kaitan galian C. Izin dikeluarkan tapi tidak dipantau. Sehingga, akhirnya memberikan kontribusi banjir. Sudah melakukan land clearing besar-besaran, tapi berhenti aktivitas. Dan ini ada di Jalan MT Haryono.
“Sedimentasi atau pendangkalan sejumlah drainase juga tinggi. Nggak mungkin toh hanya mengandalkan Dinas PU untuk pengerukan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) harus juga tegas memberi sanksi developer yang tak taat aturan,” ujar Budiono.

Pansus LKPJ yang diketuai drg Sukri Wahid ini, mengoreksi kebijakan atas nota penjelasan Wali Kota Balikpapan selaku kepala daerah kaitan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2016-2021.
Ada sebanyak 15 anggota pansus LKPJ di antaranya yakni Andi Arief Agung (wk ketua) asal F-Partai Golkar bersama Nelly T dan Suryani, H Haris, Fadlian Noor (F-PDIP), Kamaruddin Aco, Simon Sulean (Fraksi Gabungan), Aminuddin dan Danang Eko (Fraksi Gerindra) serta Asrori (Fraksi Demokrat).
Dalam LKPJ dari kepala daerah kepada DPRD tidak seperti sebelumnya. Ini kata Budiono, tidak ada konteks menerima atau menolak. Penyampaian LKPJ sebagai bahan menetapkan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan fungsi pengawasan.
“DPRD dan kepala daerah itu kan kedudukan setara. Yang kita soroti kaitan progress report dari APBD. Jadi tidak ada implikasi pemberhentian. Kecuali ada indikasi tindakan pidana dalam pelaksanaannya,” ujar Budiono.
Dijelaskannya, mekanisme pembahasan pansus LKPJ juga sesuai dengan tata terbit internal dewan. Kerja pansus paling lambat 30 hari setelah LKPJ diterima dan disampaikan walikota. “Nanti kerja pansus ya memberi sejumlah rekomendasi saja dan catatan-catatan strategis kaitan administrasi dan kebijakan,” urai Budiono.
ASET KERJASAMA BOT
Sementara itu, dalam kaitan lainnya, F-PDI-P juga menyoroti kaitan aset daerah yang dikerjasamakan dalam bentuk Build Operate Transfer (BOT) dengan swasta dinilai belum maksimal. Sebab, kontribusinya sangat kecil masuk ke pendapatan asli daerah (PAD).
“Pansus akan evaluasi kaitan kerjasama BOT itu. Karena, dari total keseluruhan kerjasama jumlah yang disetor untuk kontribusi PAD relatif perlu dievaluasi. Sekitar Rp1 miliar saja. Ini kan apa kendalanya. Padahal, banyak hal yang harus di-review kaitan BOT. Ya inflasi, tentu juga nilai jual objek pajak (NJOP) dan lainnya,” jelas Budiono.
Ia mengatakan, tujuan BOT oleh Pemkot Balikpapan kepada swasta itu sejatinya apa. Jika tidak dapat memberi manfaat yang maksimal, nanti bisa saja tidak diperpanjang dan dapat dikelola oleh perusda atau dilelang ke swasta lain yang mampu.

“Kalau sampai 25-30 tahun. Kan nanti ada proses penyerahan. Tentu biaya maintenance dan lainnya akan ditanggung pamerintah. Ini kajian pansus terhadap seluruh kerjasama BOT itu,” jelas Budiono.
Disebutkannya, ada lima aset pemkot yang dikerjasamakan pola BOT yakni Novotel Hotel, Hotel Ibis, Pasar Kebun Sayur, Plaza Rapak oleh Hasta Kreasi Mandiri, Balikpapan Ocean Square (BOS). Semuanya harus dievaluasi dan akan menjadi catatan tim pansus LKPJ.
“Setiap BOT itu kan memiliki nilai investasi berbeda-beda bergantung pada pembangunannya. Dan BOT itu jika sudah selesai misalnya 30 tahun, maka bangunan akan menjadi seutuhnya milik Pemkot Balikpapan,” jelas Budiono, yang menyebut, BOT juga adalah bangun guna serah yang secara implisit lebih merupakan perjanjian yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor. (git)