TINTAKALTIM.COM-Walikota Balikpapan H Rahmad Mas’ud SE ME dan istrinya Hj Nurlena SE serta anak sulung Cindara juga family lainnya, punya keyakinan bahwa “kematian bukanlah akhir dari jalinan komunikasi”. Sehingga, itu diwujudkan secara fisik melakukan ziarah ke sejumlah makam keluarga serta raja-raja di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar)
Ziarah dijadikan walikota dan keluarga sebagai media perenungan, introspeksi serta mendapatkan cahaya Illahi dan ‘bertemu’ kelurga serta wali Allah. Kendati, itu juga dipadukan niat atau nazar sebelumnya. Intinya jadi spirit spiritual.
“Saya ada niat ziarah lagi ke Mamuju (Sulbar). Sebelumnya memang pernah, tetapi sejak 7 bulan dilantik jadi walikota, saya sibuk. Nah, ini baru sempat dengan membawa istri, anak dan kerabat,” kata Walikota, memaknai perjalanan ke Sulsel-Sulbar (23-26 Januari 2022).
Walikota membawa rombongan dalam perjalanan yang disebut ‘safar spiritual’ ini yakni Kabag Humas Pemkot Balikpapan Rosdiana, ajudan Fitriadi dan Aan, Abah Tahir, Farid Alhasani, Ustaz Mustaqim Lz MM, Ir Patman Parakkasi, Syarifuddin SPd MM, Rosman Abdullah SAg, H Hajar Nuhung, Andi Welly, Junaidi Latief dan penulis H Sugito SH. Setiap ziarah ke makam, Mustaqim memimpin doa.
“Ini suatu perjalanan spiritual. Keyakinan walikota dan keluarga seolah ingin meletakkan dasar-dasar sesuai hadist Rasulullah, bahwa perbanyak ‘pemutus kelezatan dunia’ yang lazim disebut kematian,” urai Ustaz Mustaqim Lc MM memberi tafsir ziarah itu.
Walikota dan istri serta keluarga ingin menjadikan perjalanan keagamaan (safar spiritual) itu untuk melakukan tawasul atau memohon dan berdoa kepada Allah dengan perantara nama seseorang yang dianggap suci dan dekat kepada Allah. Secara implisit, menunjukkan kecintaan pada Allah, Rasulullah lewat ziarah wali dan penerus kebaikan di masa lampau.
“Yang hidup perlu juga melakukan komunikasi kepada mereka yang sudah meninggal. Tentu meminta kepada Allah bukan benda mati,” ujar Ustaz Mustaqim.
MAKAM PERTAMA
Di Sulsel, walikota dan istri serta rombongan berziarah. Ini makam pertama yang diziarahin namanya alm H Landari, keluarga H Thahir yang tinggal di Barru Sulsel. Di makam ini, Rahmad bersama istri dan anaknya serta kerabat lainnya berdoa. Tentu, harapannya makna ziarah di Sulsel bagian dari rangkaian kegiatan ziarah ke Sulbar.
DIJAMU MAKAN DAN SALAT
Di Kabupaten Barru, Walikota berhenti untuk dijamu makan siang keluarga H Thahir. Tepatnya di Desa Cilellang Kecamatan Mallusetasi samping SPBU. Di sana ada masjid fasilitas SPBU yang dijadikan tempat salat berjamaah (jama-qasar) Zuhur-Ashar.
“Selesaikan kewajiban salat dulu. Karena perjalanan panjang,” kata Walikota yang melakukan iqomah di masjid itu bersama-sama rombongan salat berjamaah dipimpin Ustaz Mustaqim.
Sudah jadi tabiat Walikota, di mana singgah maka membabagi-bagikan sedekah. Dari anak-anak, remaja hingga orangtua di Desa Cilellang itu mendapatkan rezeki uang cash pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Itu juga dilakukan istri Walikota Hj Nurlena.
PUANG SAYYE LAYO
Perjalanan terus dilakukan. Ziarah makam lainnya adalah makam Sayyid Maulana Mahdar Al-Qadrie yang biasa oleh keturunannya menyebut Puang Sayye Layo. Kata Layo dalam persepektif bahasa Mandar berarti tinggi. Karena, almarhum orangnya tinggi besar.
Abah Hajar Nuhung, keluarga Rahmad yang mantan ketua DPRD 2 periode di Sulbar menyebut, silsilah almarhum dengan Rahmad Mas’ud ada. Karena, neneknya bernama Syarifah Mahalia merupakan anak dari Puang Sayye Layo. Puang Syarifah Mahalia melahirkan 6 orang anak. Salahsatunya Hj Ruwaidah yang merupakan ibu kandung H Rahmad Mas’ud.
Secara silsilah kata Abah Hajar, kalau almarhum Sayyid Maulana Mahdar Al-Qadrie masih berkeluarga dengan Syarif Abdul Hamid Al-Qadrie putra sulung Sultan Pontianak ke-6. Dialah Sultan Hamid II yang lahir dengan nama Syarif Hamid Al-Qadrie dan disebut-sebut perancang lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila.
MAKAM IMAM LAPEO
Perjalanan penuh spiritual itu dilanjutkan walikota-istri dan anaknya Cindara. Kali ini berziarah ke makam KH Muhammad Tahir atau Imam Lapeo yang terletak di samping Masjid Nuruttaubah, Desa Lapeo Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar Sulbar. Posisinya, berada tepat di sisi jalan poros Polman-Majene.
Terlihat masuk ke makam Imam Lapeo kerabat walikota yakni Ir Patman Parakassi, Syarifuddin yang juga ikut menabur bunga dan menyiram makam. Saat itu, kondisi makam tidak terlalu ramai, hanya sejumlah orang saja sehingga tidak sampe antre. Biasanya harus antre.
Imam Lapeo adalah ulama yang paling terkenal di Mandar dan dikenal ulama sufi. Menurut Abah Hajar, diperkirakan lahir tahun 1838 di Pambusuang. Dan usianya saat wafat 114 tahun. Dan dimakamkan di samping masjid, karena masjid itu Imam Lapeo yang membangun.
Masjid itu lebih dikenal dengan sebutan Masigi Lapeo yang terkenal dengan menaranya yang tinggi. Makamnya sampai saat sekarang banyak diziarahin oleh masyarakat yang datang dari berbagai daerah. “Kita mencari berkah Allah bukan yang sudah meninggal. Ini niat saya datang kembali ziarah ke Makam Imam Lapeo. Alhamdulillah, semoga semua sehat. Balikpapan aman dan masyarakatnya selalu kompak,” kata Walikota bersama istrinya di dalam makam Imam Lapeo.
SUMUR TUA
Andi Welly, sesampai di masjid itu menuju tempat wudhu di sumur tua peninggalan Imam Lapeo. Menurut informasi sumur itu dibangun 1932 oleh Imam Lapeo. Air sumur tak pernah kering. Menurut salah satu kaum Masjid Imam Lapeo sumur itu sering digunakan orangtua dulu ketika ritual adat, termasuk hajatan perkawinan. Sumur itu airnya bening dan sejuk. Ustaz Mustaqim dan Ustaz Junaidi Latief pun sempat wudhu dengan air sumur itu sebelum meneruskan perjalanan.
Walikota dan rombongan terus melakukan safarnya ke Kecamatan Malunda Kabupaten Majene. Ada makam waliyullah KH M Husain Puang Kali Malinda (Qadhi Malunda) bersama istri Syarifah Mahlia Al-Qadrie. Mereka adalah ayah dan ibu Hj Ruwaidah yang merupakan ibu dari Rahmad Mas’ud.
“Pak Walikota dan istri serta keluarga selalu mendoakan dan mencari keberhakan jika ziarah,” kata Abah Hajar, anak dari H Nuhung dan Hj Adawiah ini. Hj Adawiah bersaudara kandung dengan almarhum Hj Ruwaidah, ibu kandung dari Rahmad Mas’ud.
MAKAM CINDARA DAN MAKAM RAJA
Walikota terus berkeliling yang niatnya berziarah. Ia dan istri serta anaknya Cindara berziarah ke makam bernama Cindara. Ini adalah almarhumah keturunan kerajaan di Mandar yang secara silsilah juga masih nenek dari Rahmad Mas’ud. Di sana, Cindara juga ikut berdoa dan menyiramkan air lewat sarana cerek warna keemasan.
Tak hanya itu, Walikota dan istri serta kerabatnya juga berziarah ke Kompleks Makam Raja-Raja dan Hadat Banggae yang masuk lingkungan Cilallang Kelurahan Pangali-Ali Kecamatan Banggae Kabupaten Majene Sulbar. Makam itu juga sudah jadi cagar budaya yang jumlahnya ada 471 makam yang tersebar di 5 sektor wilayah. Makam terbuat dari batu padas, batu karang dan ada ragam hias kaligrafi yang masuk Kompleks Makam Ondongan yang dibangun di abad 17 hingga abad 20.
Hanya dari papan nama, makam Raja-Raja itu disebut sebagai Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae Mandar yang terdaftar dalam Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulbar
Sementara itu, dari keterangan H Hajar Nuhung yang mendapat informasi dari Hj Hadiwah yang merupakan ibunda H Hajar, makam yang dikunjungi Walikota, istri dan anak dan kerabat di kawasan dekat makam Cindara merupakan silsilah keluarga H Rahmad Mas’ud.
Saat itu, Cindara memiliki anak yakni Muhammad Husain, Ilawa, Bantuing dan H Ruwaidah yang merupakan ibu Walikota. “Jadi sebenarnya, Pak Walikota itu turunan kerajaan. Sehingga, makam yang diziarahin bagian dari keluarga yang tentu sangat memberi arti kehidupan bagi Walikota,” cerita Hajar Nuhung.
Tapi, makna perjalanan spiritual untuk ziarah itu ingin meneguhkan hati walikota dan keluarga serta kerabat dan warga Balikpapan agar kotanya aman. “Tentu saya berdoa juga untuk kepentingan warga Balikpapan, agar kotanya aman, warganya sejahtera,” kata Walikota di akhir ziarahnya. (gt)