TINTAKALTIM.COM-Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar mengatakan, tugas ulama itu salahsatunya berdakwah. Hanya, dakwahnya harus mengajak bukan mengejek.
“Tugas ulama itu berdakwah. Dan dakwah itu mengajak untuk berbuat baik. Cara mengajaknya juga harus benar, bukan justru mengejek, itu harus diketahui semua ulama,” kata Miftachul Akhyar dalam pesan dan nasihatnya pada pelantikan pengurus MUI Balikpapan masa khidmat 2021-2026 di Ballroom Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Sabtu (11/12/2021).
Pelantikan dihadiri Walikota Balikpapan H Rahmad Mas’ud SE ME, Dandim 0905/Bpp dan jajaran forum pimpinan daerah (forkompimda) lainnya, pengurus MUI Kaltim KH Bukhori Nur, Prof Zurkoni, perwakilan kesultanan Pontianak, tokoh agama, pimpinan pondok pesantren dan undangan lainnya.
Tugas ulama dalam dakwah ditunggu umat. Ia berpesan kepada jajaran MUI Balikpapan untuk melaksanakan peran tersebut secara baik.
“Dakwah itu merangkul, bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina. Jadi ini yang harus dilakukan ulama Balikpapan,” pintanya.
Miftachul juga memberi ilustrasi eranya sekarang sangat berat bagi ulama. Ibaratnya, orang saling membunuh, tetapi dia sendiri tidak tahu apa yang dia lakukan. Pembunuhan terjadi di mana-mana termasuk pembunuhan karakter. “Pembunuhan karakter itu sama dengan membunuh masa depan. Ini sudah terjadi,” urai Miftachul Akhyar.
TABAYUN
Dalam kaitan perpecahan umat, Ketua MUI mengingatkan pentingnya tabayun karena fenomena prasangka semakin menguat. Pentingnya tabayun merupakan sebuah proses apakah semua informasi yang diterima benar atau hoax.
Karena sekarang, ada proses pencampuradukan antara hak dan bathil. Dari anak-anak, orang dewasa jika menerima berita langsung share tanpa tabayun. “Ini eranya sudah dusrupsi atau digitalisasi. Jangan sembarangan. Orang yang berilmu saja bisa masuk neraka karena ikut terseret dalam lingkaran berita hoax,” contoh Miftachul.
Tugas ulama di era sekarang makin berat, sehingga jajaran MUI Balikpapan yang baru dilantik harus memiliki program menyesuaikan zaman. Sekarang ini sudah masuk bonus demografi di mana usia produktif yang menjadi generasi bangsa masa depan. Sehingga, kecerdasan spiritual harus disiapkan.
Usia produktif katanya, makin dominan jumlahnya mencapai 75 persen. Selebihnya usia lanjut dan balita. Sehingga, era bonus demografi akan bersentuhan dengan masuknya abad kebangkitan kemajuan.
“Saya khawatir, bukan hanya bonus demografi yang akan memberikan kesejahteraan pada anak bangsa ini. Tetapi, berbalik menjadi bencana demografi, karena mereka saat ini hanya mengandalkan kecerdasan otak, sementara kecerdasan spiritualnya nol alias kosong. Ini tugas ulama,” kata pengasuh Pesantren Miftachus Sunnah di Surabaya ini.
PINTAR DAN BENAR
Dalam nasihat lainnya, Ketua MUI menegaskan keberadaan ulama itu adalah dalam serapan arti alima yalamu ilman artinya orang yang mengetahui atau berilmu. “Tetapi bukan sekadar pintar ilmu agama. Justru harus benar. Karena keduanya bergandengan,” katanya.
Kiyai yang kharismatik yang juga Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini sempat mengulas bagaimana kondisi sekarang dengan ramalan pujangga Ronggowarsito yang pernah menulis 200 tahun lalu dengan sebutan wong jujur bakal ajur’ yang artinya orang jujur bakal hancur.
“Sepertinya ramalam itu menembus dalam persepektif sikap sekarang. Termasuk sebutan wong bener keblinger (orang pintar tapi tersesat oleh kepintarannya). Ini sudah terjadi era sekarang,” contoh Kiyai Miftachul.
Ketua MUI berkali-kali mengatakan, MUI punya peran penting. Karena ulama itu lambang pemahaman ilmu yang luas. Sehingga, menyongsong bonus demografi ulama sangat dibutuhkan. “Ibnu Abas pernah menyebut, andai saja pemilik ilmu itu menjaga ilmunya dengan baik dan benar lewat dakwah yang sistematis maka akan unggul segala zaman,” tambahnya.
RUKUN DAN PEDULI
Dalam kaitan pesan lainnya, Kiyai Miftachul menyebutkan, bahwa ada cerita Abu Jahm bin Hudzaifah dalam perang Yarmuk yang bercerita tentang pemberian air minum. Filosofi dalam cerita itu kata kiyai, bagaimana kita perlu juga mementingkan penderitaan orang lain, meski kita sendiri tengah dalam keadaan menderita.
Bukan itu saja, cerita tentang kaum muslimin di era kenabian bisa hidup rukun, harmonis dengan warga berbeda keyakinan juga diceritakan. Saat itu, Rasulullah dengan orang Yahudi.
“Rasulullah pernah berinteraksi dengan kaum Yahudi yang menggadaikan baju besinya atau baju perangnya. Itu maknanya dalam,” kata Kiyai Miftachul.
Digadaikannya baju besi itu, Rasulullah ingin menunjukkan bahwa sampai akhir hayat pun Rasulullah masih bermuamalat atau tolong-menolong dengan Yahudi.
Kiyai memberi ilsutrasi, bahwa di Indonesia berbagai agama ada, tetapi masih dapat hidup secara rukun, kendati ada segelintir kelompok yang keliru memahami hadist sehingga mengganggap bahwa umat agama lain harus diperangi. “Ulama harus dapat mencerna ini secara rasional dalam dakwah. Kuncinya seperti cerita Imam Ghazali di mana dunia pernah dikuasai orang Majusi 400 tahun. Mengapa mereka berhasil? Karena meletakkan dasar-dasar keadilan dan kejujuran. Itulah MUI atau para ulama dalam berdakwah,” pungkas Kiyai Miftachul Akhyar.
SINERGI
Sementara itu, Walikota H Rahmad Mas’ud SE ME tampil dengan berbagai pantun yang membuat suasana pelantikan makin segar. Bahkan, Ketua MUI memuji joke-joke walikota itu.
“Saya hanya ingin menyampaikan bahwa ayo kita saling mendukung. Kerja pemerintah itu banyak. MUI sebagai mitra pemerintah harus sinergi. Memang terkadang ada sejumlah regulasi yang sifatnya lambat. Tetapi, jangan dimusuhi pemerintahnya,” ungkap walikota sambil tersenyum.
Ketua Umum MUI Balikpapan H Habib Mahdar Abubakar Alqadri pun tampil lewat gaya orasinya yang ‘meledak’ dan menunjukkan spirit bahwa kerja-kerja MUI ke depan harus penuh semangat. “Terimakasih semua pihak termasuk kerja-kerja panitia. Kita harus kompak, menjaga persatuan dan kesatuan. Pancasila dan UUD 1945 itu harga mati untuk ditegakkan. Ulama harus dapat sama-sama menjaganya,termasuk menegakkan amar maruf nahi munkar,” kata Habib Mahdar disambut takbir jajaran pengurus lainnya. (gt)