TINTAKALTIM.COM-Keluarga Kesultanan Kadryiah Pontianak, yang merupakan kesultanan Melayu yang didirikan di tahun 1771 oleh Sultan Syarif Abddurahman Ibni Al Habib Husein bin Ahmad Alkadri, nasab keturunan Rasulullah, Minggu (19/9/2021) silaturahmi ke Sekretariat MUI Balikpapan.
Mereka adalah Habib Hasan Bin Ali Bin Ahmad Alqadri yang didampingi keluarganya dari Penajam Paser Utara (PPU) yakni Habib Maulana Syarif Husein Noeh Alqadrie. Kedatangan di Balikpapan disambut Ketua MUI Habib Mahdar Abu Bakar Alqadrie, Sekretaris Umum (Sekum) KH Musleh Umar dan jajaran pengurus lainnya H Abdul Rasyid Bustoni, H Mustaqim SAg Lc MM, H Mustain, Habib Agil Abu Bakar Alqadrie, H Sugito dan lainnya.
“Selamat datang ke Balikpapan. Semoga silaturahmi perdana ke MUI ini sebagai wujud meningkatkan kerjasama sekaligus ikut mendukung program-program MUI ke depan,” kata KH Musleh Umar yang memimpin pertemuan itu.

Menurut Musleh, kepengurusan MUI baru terbentuk dari hasil musyawarah daerah (musda) dan menunggu pelantikan. Komposisinya juga sangat mengakomodir seluruh pihak yang ingin sama-sama membesarkan MUI untuk kepentingan pembinaan umat. “Nanti dijelaskan ketua kaitan hasil musda,” ungkap KH Musleh Umar.
DINAMIS
Sementara itu, Habib Mahdar Abu Bakar Alqadrie menjelaskan, proses pemilihan Ketua MUI hasil musda sangat dinamis. Tentu, perbedaan pendapat di forum itu hal biasa. “Kita ingin mengubah paradigma berpikir agar MUI ke depan memberikan manfaat umat seperti yang disampaikan sekjen tadi,” kata Habib Mahdar.

Menurutnya, MUI ke depan harus mampu menjawab tantangan zaman. Sinergi dan kolaborasi serta memanfaatkan kapasitas masing-masing sesuai dengan komisi dan kerjasama dengan pihak eksternal.
“Alhamdulillah, kita sangat dibantu kekuatan MUI ini oleh kehadiran sekum KH Musleh Umar yang punya basis Nahdlatul Ulama (NU). Perjalanan MUI ke depan harus terus sinergi demi mencapai program yang maksimal dengan sejumlah unsur seperti Muhammadiyah, Ponpes Hidayatullah, akademisi dan lainnya,” jelas Habib Mahdar.
LURUSKAN NASAB AL KADRIE
Sementara itu, kehadiran keluarga Kesultanan Pontianak juga memanfaatkan waktu untuk meluruskan nasab Alkadrie karena ada yang mengaku-ngaku benar dan lainnya palsu.

“Terimakasih, semoga kita dapat bekerjasama dengan MUI Pontianak. Tetapi, kehadiran kami juga ingin menyampaikan kaitan nasab Alkadrie yang sudah mulai ada yang membelokkan. Nanti dijelaskan Habib Maulana,” ujar Habib Hasan bin Ali Bin Ahmad Alkadrie yang juga cucu Sultan Hamid II, Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak Syarif Muhammad Alkadrie.

Sementara itu, Habib Maulana menegaskan, di Kaltim sosok Ketua MUI Habib Mahdar Abu Bakar Alkadrie merupakan habib yang memang sesuai keturunan atau nasab. “Bahkan ada yang menuding palsu. Ini sangat tidak etis. Kami datang ke MUI juga menjelaskan hasil tabayyun (konfirmasi serta klarifikasi) kaitan tudingan itu. Semuanya tidak benar,” ujar Habib Maulana
Disebutkan, setelah ditelusuri oleh ahli kunci pemegang nuswah (manuskrip) hasil penelusuran keluarga Alkadrie Makassar, Sulawesi Barat (Sulbar) dan Kaltim dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2000 oleh Al Habib Maulana Syarif Husein Noeh Alkadrie ternyata yang menuding itu tidak memiliki legalitas sebagai penelusur nasab dari maktab alawiyyin Balikpapan.
“Ya yang bersangkutan yang menuding itu sudah kita panggil. Silaturahmi dan meminta izin untuk mencabut surat edarannya, namun penulis surat masih dalam proses pemanggilan untuk diminta pertanggungjawabannya menyangkut pencemaran nama baik keluarga besar Alkadrie Makkasar, Sulbar dan Kaltim,” kata Habib Maulana.
Menurut Habib Maulana, dirinya dan keluarga besar tidak ada niat menyerang balik para pelaku walaupun mereka telah melecehkan dan memfitnah keluarga Alkadrie. “Sebab, mereka baru lahir, sedangkan kakek kami berdakwah pada abad 18 silam sehingga lebih mengetahui nasab keluarga Alkadrie,” jelas Habib Maulana.
Hanya menurut Habib Maulana, dirinya menyesalkan mengapa tidak menemui pihak yang kompeten termasuk dirinya saat menulis surat itu lalu mengedarkan ke seluruh maktab alawiyyin di Indonesia.
“Keluarga kami sangat patuh dalam ajaran Islam khususnya hukum tabayyun yang lebih halal dan sah daripada mengambil keputusan sepihak. Nah, jika tidak tabayyun tentu tak bijak,” urai Habib Maulana.

Disinggung kaitan rabithah, menurut Habib Sulaiman itu adalah organisasi massal Islam yang bergerak pencatat bangsa Arab di Indonesia dan didirikan tahun 1928.
“Berdirinya rabithah itu untuk mengetahui jumlah pendatang Timur Tengah ke Indonesia. Saat itu ada politik devide et invera yang diprakarsai pemerintah Belanda,” jelas Habib Maulana.
Didirikan Rabithah Alawiyah adalah untuk mencatat nama-nama fam bangsa alawiyyin (habib). Dan secara keseluruhan fam (marga) habaib itu kurang lebih 345 yang sudah terdaftar pada tahun 1952 silam yang berada di Indonesia.
MEMBINA UMMAT
Sementara itu saat ditanya kaitan MUI Balikpapan, Habib Maulana menyebutkan, terpilihnya Habib Mahdar Abu Bakar Al Kadrie tentu sangat tepat. Karena, ia dinilai figur yang dapat mempersatukan pihak-pihak lainnya. Dan di MUI Balikpapan kini pola persatuan itu terjadi dari NU, Muhammadiyah, Ponpes Hidayatullah dan lainnya.
“Tugas MUI itu berat. Tapi doa kami ke depan MUI Balikpapan dapat memperkokoh ukhuwah dan merapatkan shaf umat Islam Balikpapan. Semoga dalam menjalankan tugas Ketua MUI dan pengurusnya selalu istiqomah dan amanah,” doa Habib Habib Maulana.
Di sesi diskusi, Habib Maulana juga sempat menceritakan keberadaan Sultan Hamid II, Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak Syarif Muhammad Alkadrie perancang lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila dan disebut inovator besar itu. (gt)












