Penulis: Sugito )*
TINTAKALTIM.COM-Di mana-mana membahas ibukota baru. Tentu setelah Presiden Jokowi memutuskan memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur tepatnya Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar). Informasi ini langsung viral. Sontak, sejumlah meme pun beredar.
Ketika membuka kiriman teman di group aplikasi pesan instan WhatsApp, saya senyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak, ada kiriman gambar tugu monumen nasional (Monas) menumpang klotok, lalu ada tulisan: OTW Kaltim. Makin lucu, klotok itu ada suaranya seolah melintas dan menuju Penajam Paser Utara (PPU). Ada juga ilustrasi Monas diangkat gunakan helikopeter atau chopper yang talinya menjulur bersegi di mana posisi Monas terangkat di udara. Kocak memang.
Lainnya, setiap membuka laman facebook (FB) teman-teman, rata-rata isinya kaitan Kaltim ibukota baru yang membandingkan dengan Jakarta. Seperti: Kadada lagi nanti pemilihan Abang dan None yang ada Nanang dan Galuh ada juga, Ibukota baru sebaiknya pindah ke kota-kota fiktif dalam dunia Marvel seperti Wakanda hingga Asgard, Entar bukan lagi loe gue tapi ikam ulun, persiapan anak Jakarta cari kerja ke Ibukota (Kaltim), wah siap-siap penyanyi di Kaltim jadi artis terkenal. Pokoknya candaan lucu-lucu itu beredar di lini sosmed baik instagram, twitter dan lainnya.
Itulah ‘karya orang Indonesia’ kreatif jika ada sebuah keputusan mengejutkan. Netizen memang heboh atas putusan itu. Bagaimana tidak, selama beberapa bulan ocehan pindah ibukota mewarnai sosial media bahkan anak-anak, orangtua dan siapapun membicarakannya. Dari dapur sampai kasur obrolan pemindahan itu jadi agenda.
Penulis bangga, karena lahir di Balikpapan yang notabene Provinsi Kaltim. Secara mengejutkan nama Kaltim yang sebelumnya ‘orang-orang sono’ masih mengklaim daerah ndeso, tiba-tiba terangkat derajatnya dan secara teori marketing merek atau brand Kaltim terjual gratis. Sehingga, punya daya tarik. Kalau mengambil istilah Founder Markplus Hermawan Kertajaya yang juga pakar marketing Indonesia sebutannya unique selling point atau ada sesuatu yang unik untuk dijual.
Terbukti keunikan itu ‘menyeret’ perbincangan bahkan pandangan rakyat Indonesia ke Provinsi Kaltim. Ada cerita orang Jakarta tidak rela ibukota pindah. Alasannya, sebab sejauh ini sudah menyandang predikat atau gelar ‘DKI’ alias Daerah Khusus Ibukota. Kalau ibukota pindah, kan tinggal ‘DK’ atau Daerah Khusus saja, wong I-nya atau Ibukotanya sudah di Kaltim?
Sehingga, proses ‘relokasi’ kata Ibukota itu sempat menarik jadi diskusi. Hanya ada juga yang menyebut tidak masalah, karena yang pindah hanya pusat pemerintahan. Sementara pusat bisnis terbesar masih di Jakarta. Warga asli kelahiran Jakarta juga masih bangga, sebab Jakarta masih jadi tempat enjoy bagi siapapun yang berkunjung. Tafsiran enjoy itu bahkan dijadikan city branding bidang pariwisata dengan sebutan Enjoy Jakarta.
Seluruh aparatur sipil negara (ASN) dari Kaltim, atau anggota dewan yang terhormat, pengusaha bahkan penulis tentu sering mondar-mandir ke Jakarta konsultasi seperti ke Kemendagri dan kementerian lainnya atau urusan bisnis. Semua merasa enjoy, sebab hanya Jakarta yang menggunakan kata enjoy untuk tagline pariwisata. Nah, jika ibukota negara pindah Kaltim, untuk konsultasinya ya di Kaltim saja, mungkin saja tidak enjoy. Sebab, Provinsi Kaltim tidak menggunakan city branding dengan Enjoy Kaltim. Begitu!

Terlepas dari sejumlah asumsi di atas, tapi menurut Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi (Yapenti) Universitas Balikpapan (Uniba) yang juga pemerhati masalah perkotaan, Rendi Susiswo Ismail kepada Tintakaltim.Com, mengatakan,kajian akademik terhadap pemindahan ibukota sangat urgent. Meski sebenarnya sejak era Presiden Soekarno dan di era Presiden SBY, pemindahan ibukota sudah secara maraton dibahas. Saat itu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dijabat Andrinof Chaniago intens melakukan pembahasan. “Kalau saya nilai tentu tinggal action saja, karena perencanaan telah disusun tim pakar di kepemimpinan Presiden Jokowi,” kata Rendi.
Disinggung bahwa rancangan undang-undang (RUU) belum dibahas untuk menjadi Undang-Undang (UU), Rendi justru menilai, Presiden Jokowi dapat memangkas waktu dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Karena dianggap perlu untuk progres pekerjaan. Sebab, Perppu dan Undang-Undang muatannya pun sama.
“Ada sejumlah pihak menilai dalam pembahasan RUU ke UU akan alot. Ini karena sejumlah fraksi punya kepentingan politis. Hanya saja, kekuatan parlemen ada pada kubu koalisi Jokowi, sehingga prediksi saya akan mulus,” tandas Rendi.
Proses percepatan infrastruktur Ibu Kota Negara di Kaltim kata Rendi, tidak dapat hanya sebatas rancangan. Sebab, kendati diputuskan di Kaltim, sejatinya ada stimulus untuk pertumbuhan perekonomian di wilayah Kalimantan sentris. Jadi, harus dibicarakan lewat pertemuan semacam rapat koordinasi (Rakor) bersama 4 gubernur se-Kalimantan. Termasuk juga Sulawesi Barat yang jaraknya dekat.
Gambaran itu kata Rendi seperti di Jakarta. Bukan hanya multiplier effect ekonomi dan bisnisnya hanya di Jakarta, tapi masuk provinsi lain yang masuk hinterland bahkan antarprovinsi. Misalnya, Jawa Barat dan Banten. Reaksi cepat harus segera dilakukan. Dulu pernah dilakukan mantan Pangdam Tanjungpura (sekarang Mulawarman, Red) ZA Maulani yang mengumpulkan seluruh gubernur se-Kalimantan setiap ada kebutuhan strategis untuk dibahas.
Banyak dampak positif jika ibukota pindah ke Kaltim, salah satunya kata Rendi terjadi investasi riil termasuk desentralisasi pengelolaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur. “Ada semangat pemerataan yang terjadi. Proses pembangunan tidak bertumpu pada satu simpul. Berkembang ke simpul lain yakni Kaltim,” ungkap Rendi yang menambahkan bahwa seluruh stakeholders di Kaltim harus sinergi untuk turut mendorong pertumbuhan ini.
EKONOMI BARU
Secara terpisah, Ketua Kadin Kota Balikpapan Yaser Arafat SH I MBA menyebut, perpindahan ibukota ke Kaltim jadi spirit baru. Setidaknya bukan hanya persolan pindah-memindah tetapi harus dipikirkan bagaimana proses peningkatan ekonomi Kaltim dan pemberdayaan pengusaha di Kaltim. Itu penting, sebab jangan pindahnya ibukota seperti bedol desa. Yang menggambarkan perpindahan tak hanya yang penting-penting saja tetapi semuanya ikut.

“Maksud saya jika ada gula ada semut dan itu Kaltim yang ditetapkan ibukota. Kalau pembangunan, jangan pengusahanya semua diborong orang-orang luar juga, sebab pengusaha Kaltim tak kalah skill-nya,” ingat Yaser.
Yaser menilai positif perpindahan itu. Sehingga dapat memisahkan antara pusat bisnis dan pemerintahan. Biarlah Jakarta jadi pusat bisnis dan Kaltim pusat pemerintahan baru. Di negara-negara maju Amerika pun demikian, misalnya pusat pemerintahan ada di Whasington DC dan pusat bisnis New York. Nah, Kaltim nanti full pusat kegiatan pemerintahan.
Di sisi lain kata Yaser, perpindahan ibukota berdampak pada penyebaran tenaga kerja. Sehingga, dapat menimbulkan semacam ‘ekonomi baru’ jika dikelola secara positif. Sehingga, regulasi pemerintah perlu tegas. Pusat konsentrasi pendidikan tenaga kerja nanti ada di Kaltim. Pada gilirannya muncul tenaga kerja yang punya kapasitas. Sehingga tidak harus droping dari luar Kaltim lagi.
“Tapi ini semua harus terencana secara matang. Tidak hanya disandarkan pada time line saja, harus ada pembenahan besar-besaran. Prosesnya pun bisa dilakukan semacam transisi dan pemindahannya berjenjang. Apa yang jadi skala prioritas terlebih dahulu,” kata Yaser yang juga disebut-sebut sebagai kandidat Walikota Balikpapan periode 2020 mendatang.
Mengapa berjenjang, karena pelaku usaha di Kaltim termasuk di Balikpapan harus ikut terlibat, jangan sampai ada proses pergeseran pelayanan perizinan yang akhirnya memberatkan pengusaha dan investasi masuk ke daerah ini. “Ini perputaran pendanaan sangat besar. Sehingga, win win solution antara pengusaha harus diperhatikan. Perlu diingat, kalau jadi ibukota, pengusaha di Kota Balikpapan atau Kaltim sudah jadi pengusaha nasional,” ujar Yaser beristilah.
Anggaran jadi penting dalam pemindahan ibukota, karena menurut Yaser ini juga melihat aspek seberapa jauh pelaku usaha ikut berpartipasi maksimal khususnya dalam pembangunan. “Kuncinya jangan pengusaha di Kaltim jadi penonton. Kami semua punya pengusaha skill di bidang masing-masing,” ujarnya.
Dalam konteks pemindahan ibukota, yang menarik juga kata Yaser akan memindahkan persepsi ‘Jawa Sentris’ dalam pembangunan. Ada sisi alokasi anggaran pemerintahan ke luar Jawa yang nanti justru muncul adalah asumsi ‘Indonesia Sentris’. “Kita ingin Kaltim yang sekian lama jadi anak tiri sekarang berubah jadi ibukota tentu penampilannya berbeda dong. Ibarat wajah manusia face off, alias operasi wajah. Sehingga, Kaltim jadi cantik dan rakyatnya sejahtera,” kata Yaser berumpama.
GOFUR-INFRASTRUKTUR
Ibarat mendapat ‘durian runtuh’, Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gofur Mas’ud kini pun jadi viral. Ia kerap tampil di layar kaca dan diburu wartawan. Bahkan mondar-mandir ke Jakarta koordinasi dengan Bappenas untuk membahas berbagai hal kaitan ibukota.

Baru memimpin belum genap setahun atau 7 bulan, Gofur sudah jadi ‘buah bibir’, lantaran daerah yang ia pimpin melejit dan diputuskan menjadi Ibu Kota Negara (IKN). “Alhamdulillah, ini semua desain dari Allah. Masyarakat PPU sangat mendukung keputusan Pak Jokowi atas ditetapkannya PPU sebagai ibukota,” kata Gofur terlihat sumringah.
Ekonomi di PPU diprediksi bakal melesat. Karena, duit yang dipergunakan untuk membangun ibukota baru cukup besar Rp466 triliun, 19 persennya adalah APBN dan selebihnya swasta bahkan ada juga gunakan konsep Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
Memang, ada yang menyebut keberuntungan (lucky) itu pada kepemimpinan Abdul Gofur Mas’ud (AGM). Karena, daerah yang ia pimpin usianya baru 17 tahun. Bandingkan dengan Ibukota Jakarta usinya sudah mencapai 492 tahun. Dulu PPU tidak diperhitungkan, dulu PPU secara infrastruktur masih belum maksimal, dulu PPU sebagai anak tiri tapi sekarang PPU jadi ibukota negara.
Tentu sejalan dengan program bupatinya AGM yang akan menggenjot infrastruktur dalam kebijakan visi dan misinya. Juga masuk rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), ibarat peribahasa Pucuk Dicinta Ulam Tiba yang artinya mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang diharapkannya. Itulah PPU, dan itulah Gofur dengan keinginan besar menggenjot infrastruktur demi warganya makmur.
DKI MEKAR
Ibukota sebelumnya bernama ‘DKI Jaya’ , itu jika diartikan akronimnya adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Ketika Kaltim dinyatakan ibukota, beredarlah nama-nama untuk ibukota baru itu. Ada yang menyebut ‘DKI Kaltim’, ada juga ‘DKI Samboja’ dan lainnya. Sah-sah saja.
Hanya menurut Rendi Susiswo Ismail, nama itu rasanya tidak DKI Kaltim, sebab ibukotanya ada di 2 daerah PPU dan Kukar. Berbeda dengan Jakarta yang hanya satu tempat. Sehingga, nama ibukota itu dirangkai dengan Jaya atau Jakarta Raya. “Kalau saya, nama itu perlu disayembarakan. Nanti yang terbaik dan memenuhi nilai-nilai historis dan juga dalam bingkai NKRI yang ditetapkan. Orang Indonesia kan kreatif kalau disuruh buat nama-nama,” kata Rendi.
Tekrait nama, penulis teringat pujangga Inggris bernama William Shakespeare dalam romannya tentang percintaan Romeo dan Juliet yang menyebut: Apalah Arti Sebuah Nama? Hanya menurut penulis, nama itu penting. Kalau itu urusan nama orang, tentu orangtuanya berharap ke depan si pemegang nama sukses dan ‘jadi orang’. Tentu nama-nama itu juga mengandung doa berharap anaknya kelak menjadi terpandang dan membanggakan orangtuanya.
Misalnya, saya punya sahabat bernama Gatotkoco. Lalu pikiran pembaca apa dia bisa terbang? Tentu tidak. Justru teman saya ini sekarang jadi pengusaha sukses dan senang dengan kegiatan off road. Doa orangtuanya sukses pun terkabul. Walaupun kalau ditanya banyak yang menyukai ungkapan: Apalah Arti Sebuah Nama
Jika demikian, penulis juga boleh berandai-andai dan sedikit ‘memaksa’ nama untuk ibukota. Inspirasinya dari DKI JAKARTA, ibukota sekarang. Nama untuk ibukota baru di Kaltim itu adalah: DKI MEKAR. Kenapa bisa nama itu? Itu adalah penggabungan dua nama daerah yang saya ambil huruf-hurufnya, agar mendapat nama yang cantik.
Begini, ‘DKI Mekar’ itu adalah Daerah Khusus Ibukota Penajam Paser Utara-Kutai Kartanegara. Kata Mekar diambil dari sisipin huruf penajaM pasEr utara-kutai KARtanegara.
Tentu ada alasan penulis menyebut DKI Mekar menggantikan DKI Jaya. Karena kata Mekar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya menjadi berkembang, menjadi besar dan menjadi luas. Itu dapat diambilkan dari contoh-contoh kalimat: mawar itu mekar disinari matahari pagi kata mekarnya karena mawar itu mulai berkembang.
Kalau arti yang Mekar itu menjadi besar adalah: Adonan roti ini telah mekar.Ada juga, jalan sudah makin besar, kota juga tambah mekar. Kata mekar di sini menggambarkan menjadi bertambah luas, ramai, bagus dan sebagainya. Lalu ada juga mekar artinya timbul dan berkembang dalam arti kiasan yakni: di hatinya mulai mekar perasaan cinta.
Itu dia nama ibukota baru: ‘DKI Mekar’. Tapi, ini ide dari penulis saja, silakan Anda pembaca memiliki ide lain juga tidak masalah. Kalau menurut orang Jawa, ide ini adalah ilmu otak, atik, gathuk atau mengolah mengotak-atik kata untuk menjadi sebuah makna. Tapi, ide ini orisinil dari penulis. Asalkan jangan ada yang membuat nama ibukota baru dengan singkatan ‘DKI Perkara’ (Daerah Khusus Ibukota Penajam Paser Utara-Kutai Kartanegara), nanti justru menambah masalah.
Akhirnya penulis ingin juga seperti orang-orang lainnya latah membuat ungkapan untuk ibukota baru yang saya terima dari sahabat: Ibukota boleh pindah ke Kalimantan, tapi jujur hati saya tidak mungkin melupakan mantan. Maksudnya mantan adalah, mantan Ibukota yakni DKI Jaya atau DKI Jakarta Raya. Selamat Kaltim, PPU dan Kutai Kartanegara semoga ibukota baru menjadi spirit baru untuk maju dan itu adalah: DKI Mekar.**
)* Direktur Tintakaltim.Com