BALIKPAPAN-TINTAKALTIM.COM-Pembaca tentu ada yang ingat dengan Achdian Noor ST MT. Figur satu ini orangnya sederhana. Hanya saja punya visi dan keinginan besar. Di tahun 2015, ia pernah mencalonkan sebagai Walikota Balikapan lewat jalur independen. Kali ini, jelang suksesi 2020 mendatang, ia tampil bicara sosok kepemimpinan yang disenangi rakyat.
Bicaranya blak-blakan dan lebih ke arah filosofi kepemimpinan. “Saya menilai, pemimpin itu tak memiliki kuasa. Kok bisa, sebab kunci keberhasilan memimpin itu pengaruh bukan kekuasaan. Itu lahir dari qolbu atau hati,” katanya ketika berbincang dengan Tintakaltim.com, merefleksi pola pemimpin masa depan di Kota Minyak ini.
Ada ungkapan tersirat dari Achdian Noor. Entah apakah ia melihat harus ada perubahan besar di kota ini. Sebab katanya, kepercayaan masyarakat itu muncul dengan rasa hormat. Bukan dibuat-buat dan minta dihormati. Intinya, pemimpin bisa menginspirasi dan jadi teladan.
“Sederhana sekali. Kalau sudah akhlaknya baik, enak mendesain kota ini. Karena, kalau jadi walikota atau wakil walikota, staf pasti mengikuti. Contoh-contohnya kan positif. Dan bermanfaat juga bermartabat di depan rakyatnya,” kata Achdian yang pernah menamatkan pendidikan S-2 di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya tahun 2006 ini.
Bapak tiga anak beristrikan Nieke Ftria Galuh yang menamatkan pendidikan S-2 (magister akuntansi) di Universitas Airlangga Surabaya ini, punya cita-cita besar ingin bersinergi dengan siapapun yang ingin punya cita-cita memimpin kota ini. Kendati tidak tersirat jelas, apakah akan meramaikan kontestasi politik di Balikpapan atau tidak. “Putra daerah itu harus tampil. Jangan pernah takut tidak ada uang. Semua manusia hidup di dunia ini tidak ada yang ‘merasa kaya’. Kekayaan itu milik Allah,” katanya..
Achdian selalu bertumpu pada hakekat hati. Karena dirinya percaya kepada Allah, bahwa kerajaan bumi dan langit milik Tuhan. Manusia hanya merencana. Sehingga, bicaranya cenderung menganalogikan antara kepemimpinan dan aktivitas nyata di lapangan. Misalnya, pemimpin harus bisa diajak kerjasama. Ia merangkul ‘mitra’ yang dapat berorientasi pada pelayanan. Bukan hanya orientasinya pendapatan atau gaji.
Sebab, kelemahan pemimpin itu di mana saja katanya, jarang menghargai staf. Padahal staf sudah bekerja dan menyelesaikan tugas-tugas dengan baik. Saatnya reward itu diberikan sebagai bentuk ‘tunjangan’ keberhasilan. “Jangan cari salahnya staf saja. Lalu ada punishment atau sanksi. Kalau karyanya berhasil tak pernah dihargai,” katanya mencontohkan.
Era modern sekarang, apalagi era konektivitas internet, tentu diperlukan gaya kepemimpinan yang santun, memotivasi dan membangun mentalitas sinergi. Bukan pengambilan keputusan eksklusif dan cenderung one man show. Karena, pemerintahan itu mengorganisasi banyak orang.
Achdian mencontohkan, ada kecerdasan akal (IQ), kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). “Kalau akhlaknya kurang baik, pasti hasilnya itu dibuat-buat. Istilah saya, pemimpin yang memoles diri atau pemimpin kosmetik, bukan otentik. Pemimpin itu real, kerja nyata, watak nyata tanpa rekayasa,” ungkapnya polos.
Secara pengalaman, Achdian memang lebih mengasah pikirnya di bidang teknik. Di tahun 2006 ia bekerja di PT Logindo Samudra Makmur Balikpapan bidang keselamatan kapal, tahun 2007 di PT Tanjung Pura Balikpapan (desain kapal LCT, tug boat, hopper barge & crane barge), tahun 2008 mengerjakan proyek PT Surveyor Indonesia, audit batu bara se-Kalimantan atas instruksi menteri pertambangan, dan tahun 2009 sampai 2019 mengerjakan proyek di PT Surveyor Indonesia, pengawasan pemuatan dan bongkaran minyak.
Perbincangan tentang sosok kepemimpinan ke depan, Achdian semakin bersemangat. Sesekali sambil menyeruput kopi di meja. Ia lalu menyebut, sekarang ini sudah muncul rasa pesimistis dan antipati warga terhadap pemimpin. Makanya kata Achdian sering muncul kalimat, “Siapapun yang terpilih sama saja,” atau ada ungkapan pula: “Tidak ada lagi yang bisa dipercaya,”. Sehingga, sulit sekarang mencari pemimpin berkarakter dan punya integritas. “Kuncinya akhlak tadi. Kalau akhlak itu tampil, maka kejujuran mendominasi. Terus tulus. Outputnya pasti rakyat suka. Jangan seperti iklan kursi sofa. Eh sudah duduk lupa berdiri,” kelakar Achdian.
Pemimpin berkarakter katanya, bukan milik sekelompok saja. Tapi, dia merangkul rakyat dan itu kekuatan untuk membangun. Apalagi di Kota Balikpapan yang dikenal hetrogen. Multi etnis, multi-agama. Sehingga, berpikir merangkul semua golongan itu diperlukan. “Kaltim termasuk Balikpapan ini punya keunggulan. Saya pernah bicara 15 tahun yang lalu, pasti nanti Kaltim dilirik karena ada magnetnya. Eh ternyata terbukti mau dijadikan Ibu Kota,” kata Achdian Noor, ketika bincang santai dengan Tintakaltim.com di kediamannya, Jln Telindung Nomor 111 RT 06 Kelurahan Batu Ampar, Balikpapan Utara. (git)