Catatan: H Sugito SH )*
BALIKPAPAN-TINTAKALTIM.COM-Merdeka! Teriakan itu dalam beberapa hari lagi akan terdengar lantang di seluruh Indonesia. 17 Agustus 2019, mengenang 74 tahun lalu Soekarno-Hatta memproklamirkan Indonesia. Kalau Anda lahir di generasi milenial, tentu tidak pernah ikut berjuang, angkat senjata dan bambu runcing.
Ayo kita flashback dulu ke belakang. Renungkan, besar betul perjuangan para pahlawan kita terdahulu. Mereka rela mati demi mengibarkan bendera merah putih. Sekarang, sepertinya pengorbanan itu tidak ‘dibayar’ sebanding. Tidak membekas di dada anak muda. Tapi, tidak hanya anak muda, hampir merata di era sekarang. Jelang Agustusan bendera merah putih belum semarak menghiasi kota dan rumah.
Minggu (4/8) pagi sejak pukul 06.30 Wita, penulis melintas di jalan-jalan protokol Kota Balikpapan. Sebutlah sepanjang Jln Ahmad Yani dan Jln Jenderal Sudirman karena ingin menuju lokasi car free day (CFD) di Lapangan Merdeka.
Pemandangan ‘gersang’ akan merah putih terlihat jelas. Kalaupun ada dipasang di depan pertokoan atau rumah tidak banyak. Jaraknya jauh. Kira-kira kalau dihitung 15 rumah pertokoan, baru dijumpai lagi umbul-umbul dan bendera itu. Padahal, Indonesia mau hajatan besar yakni merayakan Hari Kemerdekaan RI. Ada seh ramai merah putih di tepi jalan, tapi itu pedagang bendera.
Padahal dulu. Kota dan warganya sibuk. Bendera merah putih menghiasi halaman rumah, kendaraan roda dua bahkan empat. Kibarannya membuat suasana kota menjadi seperti ada pesta kenduri. Wow pokoknya merah-putih berkibar memenuhi jalan-jalan. Sejauh mata memandang, merah putih terlihat terang.

Tapi kini. Sepi! Jarang bendera merah putih menghiasi jalan dan rumah. Siapa yang harus disalahkan? Tentu, tidak dapat disangkal kalau ini semua lantaran arus globalisasi. Apa itu globalisasi? Ya, masuknya ruang lingkup dunia. Masuknya ragam jenis informasi, teknologi, fashion, politik, budaya ke Indonesia. Miris ya. Apalagi sampai ada yang bilang begini: “Sekarang zaman now, bukan zaman ndeso”. Modern sudah Indonesia, eranya digital dan smart phone, jadi pasang bendera saja di handphone (HP), share sudah cukup.
Secara teknologi, mungkin benar. Hanya, rasa nasionalisme itu berkurang. Karena menurut penulis, bendera merah putih itu bukan sekadar gambar visual yang terlihat dalam foto. Tapi itu amanat konstitusi yang di Pasal 35 UUD 1945 disebut dengan beragam yakni Bendera Merah Putih, Sang Dwiwarna atau Sangsaka Merah Putih.
Fisiknya ada, tak heran kalau setiap perayaan 17 Agustus, saat upacara ada pasukan pengibar bendera (Paskibra). Itu di daerah karena bukan bendera pusaka dikibarkan. Untuk bendera pusaka hanya satu dikibarkan saat upacara 17 Agustus di Istana Negara maka namanya pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka). Bukan gambar bendera di smart phone yang dikibarkan tapi fisik bendera yang dibawa dara-dara cantik beprestasi yang tampil dari hasil seleksi.
Memasang bendera merah putih dan umbul-umbul itu, sebenarnya sudah edaran dari pemerintah kota. Bentuknya surat edaran Walikota Balikpapan yang menjelaskan logo dan tema. Logonya ada gambar 74 tahun dan temanya SDM Unggul, Indonesia Maju. Pedoman pengibaran bendera merah putih itu, mengacu pada Surat Menteri Sekretaris Negara RI yang perihalnya untuk menyemarakkan bulan Kemerdekaan dan dihimbau untuk mengibarkan bendera Merah Putih Secara Serentak Mulai tanggal 1-31 Agustus 2019.
Ayo asah rasa kebangsaan dan nasionalisme kita. Ini sudah tanggal 4 Agustus 2019. Penulis akan ingatkan peristiwa heroik yang sangat original dan fakta. Bukan sekadar gambar foto di smart phone. Aksi spontanitas Yohanis Andigala (13), bocah NTT yang viral. Ia naik tiang bendera setinggi kira-kira 20 meter hanya untuk ‘menyelamatkan’ merah putih, karena saat upacara HUT ke-73 RI, ketika bendera merah putih akan dikibarkan, talinya putus.
Ada rasa nasionalisme yang muncul dari jiwa Yohanes secara alamiah. Sehingga, aksinya mendapat simpatik publik karena aksinya bukan direkayasa. Istilah penulis, aksi otentik bukan kosmetik. Yohanes bukan ingin pencitraan supaya cepat terkenal.
Artinya, inilah watak nasionalisme sejati dan bukan dibuat-buat. Jadi layak untuk divideokan, difoto dan dishare di media sosial (medsos). Bukan hanya gambar foto merah putih visual tak bergerak dan tak punya arti gerakan nasionalisme dari hati.
Selain aksi heroik Yohanes, sejarah juga pernah mencatat perjuangan arek-arek Suroboyo yang marah dengan Belanda karena dianggap telah menghina kedaulatan Indonesia memasang bendera berwarna merah, putih dan biru. Sontak pemuda Suroboyo itu naik dan melakukan perobekan bendera warna biru sehingga menjadi merah putih saja yang dikenal dengan Peristiwa Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), kalau tidak salah terletak di Jalan Tunjungan.
Kemarahan arek-arek Suroboyo itu, penulis ingin merefleksikan dalam ungkapan emosi gaya Suroboyoan, meski ucapan itu belum tentu benar. Tapi kira-kira begini waktu itu mereka marah: “Kurang ajare wong-wong Londo iku, wani tenan ngibarke gendero warnane abang putih biru. Lapo se golek perkoro. Arek Suroboyo ora wedi matek. (Kurang ajar orang-orang Belanda itu, berani betul mengibarkan bendera warna merah, putih, biru. Kenapa seh cari masalah. Anak Surabaya tidak takut mati, Red). Ha..ha!
Men-share foto bendera merah putih dan ucapan ultah Republik Indonesia lewat smart phone atau HP, penulis tidak menampik. Mungkin itu juga bagian ‘merdeka’ yang Anda ciptakan. Sebab, sekarang kan musim men-share makanan, minuman dan apapun dengan smart phone, Merdeka….Merdeka…Merdeka, deh.! Tapi istilahnya itu ‘Merdeka Semu’ . Beda dengan ‘Merdeka Original’ yakni kalau Anda memasang bendera merah putih di depan rumah atau perkantoran.
Pesan moralnya adalah. Ayo bangkitkan rasa nasionalisme kalian. Saatnya berbuat sekarang. Hanya saja, karena mau peringatan Agustusan, penulis ingatkan jangan sampai salah menulis dengan begini: DIRGAHAYU RI KE-74? Kalimat ini salah dan tidak logis. Bisa diartikan ada 74 buah Republik Indonesia. Jadi, masih ada 73 RI lagi. Padahal Republik Indonesia hanya ada satu. Yang benar adalah, Selamat Ulang Tahun Ke-74 Republik Indonesia atau sederhana saja. Dirgahayu Republik Indonesia.
Nah penutup, kalau Anda sudah memasang bendera merah putih di depan rumah atau perkantoran, maka kalian sudah melaksanakan kegiatan original yang memunculkan rasa nasionalisme sejati. Lalu Anda berkomentar: “Saya sudah pasang bendera merah putih depan rumah dan perkantoran lho. Kamu kapan, ayo pasang dong”.
Ingat kata Presiden Soekarno:, Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri. Memasang bendera merah putih berarti mengingat sejarah. Selamat HUT RI ke-74.**
)* Dirut Tintakaltim.com, Ketua Kompartemen Hubungan Antarlembaga dan Pemerintah Kadin Balikpapan, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Nusantara Balikpapan, Wakil Ketua Forum CSR Balikpapan