TINTAKALTIM.COM-Munculnya dua nama berlatar belakang birokrat pada penjaringan bakal calon wakil wali kota melalui DPD Partai Golkar Balikpapan menarik perhatian publik.
Mahfum diketahui, dari beberapa partai politik yang telah membuka penjaringan bakal calon wali kota dan wakil wali kota Balikpapan, tidak ada satu pun pendaftar yang berasal dari birokrat. Nama Rahmad Mas’ud yang telah resmi diusung Partai Golkar sebagai bakal calon wali kota tampaknya menjadi magnet penarik birokrat untuk menjadi pendamping.
Publik telah mengetahui top birokrat di Pemkot Balikpapan yakni Sekretaris Kota Sayid MN Fadli telah mendaftar di Partai Golkar. Satu nama lainnya yang juga mendaftar adalah Madram Muhyar, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Balikpapan.
Pemerhati politik Benny Dhanio berpendapat fenomena bermunculannya figur birokrat yang terjun ke dunia politik sebagai penanda bahwa garis pemisah antara birokrasi dan politik semakin tipis.
“Tipis dalam konteks bahwa dunia politik elektoral bukan lah barang tabu bagi para kaum birokrat,” ujar Benny kepada tintakaltim.com.
Menurut Benny, ada tiga faktor yang menjadi pertimbangan ketika kalangan birokrat mengambil pilihan untuk terjun ke dunia politik praktis. Yang pertama, hadirnya figur dari kalangan birokrat menandakan bahwa figur pemimpin suatu daerah tidak lagi dimonopoli oleh kalangan politikus yang berlatar belakang parpol.
“Saya melihat bahwa fleksibilitas latar belakang figur yang tercipta mendorong domain politik tidak lagi dimonopoli oleh kalangan politisi berlatar belakang parpol,” terang Benny.
Lalu yang kedua, Benny melihat ada keberanian yang ditunjukkan oleh kalangan birokrat untuk keluar dari zona nyaman. “Ada keberanian untuk keluar dari zona nyaman sebagai akibat banyaknya birokrat yang bisa menang dalam banyak kontestasi. Hal ini terus mendorong kepercayaan banyak figur untuk turun menjadi petarung,” tuturnya.
Dan yang terakhir, birokrat pada umumnya memiliki kapasitas yang mumpuni untuk memimpin, bahkan sebagian mungkin lebih baik dari politikus itu sendiri.
“Artinya perluasan akses, optimisme, dan kekuatan kapasitas mendorong figur birokrat yang kenyang pengalaman memilih keluar dari zona administratur sebagai seorang birokrat,” jelasnya.
Benny menilai duet kepemimpinan politikus-birokrat cukup ideal untuk menjadi wali kota dan wakil wali kota Balikpapan. Politikus-birokrat dinilai sebagai kombinasi yang tepat antara politikus yang memiliki dukungan mesin partai dengan birokrat yang memahami seluk beluk pemerintahan.
“Politikus yang maju pada pilkada sebaiknya melirik kelompok birokrasi yang memiliki kinerja dan latar belakang lapangan yang populer dan akseptabilitasnya bagus,” ujarnya.
Senada, Ketua Ikatan Keluarga Jawa Kota Balikpapan Sugiharto berpandangan, Balikpapan dengan kompleksitas permasalahannya sekarang ini dan tantangan masa depan membutuhkan pemimpin berlatar birokrat. Figur birokrat dinilai memahami seluk beluk birokrasi.
Sugiharto menambahkan pilkada bukan hanya perkara hitung-hitungan politik dalam bentuk popularitas, juga perlu melihat kapasitas.
“Perpaduan politikus-birokrat bukan hal baru di pilkada Balikpapan. Sudah menjadi tradisi dan sangat membantu kepala daerah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Keterpaduan ini muaranya untuk menjamin efektifitas pemerintahan,” pungkasnya. (kas)