TINTAKALTIM.COM-Tindakan melanggar hak pasien dan terkesan ada dugaan kesengajaan serta sifat-sifat yang melanggar susila, terjadi di Rumah Sakit Umum Pusat dr Mohammad Hoesin Palembang (RSMH). Data hasil rekam medis bahkan rekaman CCTV pasien bernama Ratna Machmud dibeber ke publik. Hal ini, membuat keluarga naik pitam dan melakukan ancaman gugatan ke pihak rumah sakit.
Padahal, sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, semua kaitan privasi pasien itu rahasia kedokteran. Tidak boleh dibuka aksesnya pada pemohon informasi publik. Apalagi dibocorkan. Jika disebarkan, secara sengaja dan tanpa hak, dokter dan rumah sakit dapat dikenai sanksi termasuk sanksi pidana.
“Ini jelas-jelas pelanggaran kode etik rumah sakit. Dan bisa saya sebut zhalim dan melanggar sisi aspek kemanusiaan. Tentu, sebagai keluarga, kami sangat sayangkan data pasien bisa bocor,” kata Riza Novianto Gustam, pejabat PLN, suami pasien memberikan keterangan persnya terkait dugaan pelanggaran Standar Operating Procedur (SOP) di RSMH, Kamis (28/10/2020).
Foto pasien Ratna itu tersebar ke publik. Itu diambil dari layar monitor CCTV rumah sakit kemudian disebar di media sosial yang tentu tujuannya mengarah kepada kepentingan politik seseorang. Karena, Ratna Machmud adalah calon Bupati Musi Rawas nomor urut 1 yang sedang menjalani perawatan covid-19 di RSMH Palembang tersebut.
Diduga kuat bocornya foto pasien di dalam ruang perawatan itu berasal dari internal RSMH Palembang karena foto yang disebar oleh akun facebook berinisial AF tampak foto yang diambil dari layar monitor CCTV RS. Tentu ini pelanggaran kode etik RS dan pemilik akun facebook yang menyebarkan juga dapat dikenai sanksi dan melanggar UU Informasi Traksaksi Elektronik (ITE).
Menurut Riza, hak pasien ada ketentuannya. Dan sebagai rumah sakit bertaraf internasional serta berdiri sejak tahun 1957, harusnya memiliki SOP yang ketat. Apalagi visi dan misi rumah sakit mengarah pada peningkatan pelayanan, pendidikan dan menjaga privasi pasien.
Dari data media ini kaitan rujukan regulasi aturan rumah sakit, pasal 57 ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 17 huruf H angka 2 UU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya khususnya kaitan riwayat, kondisi dan perawatan sampai pengobatan secara fisik dan psikis.
Tentang hal itu, Riza Novianto Gustam menyebutkan, justru pasien yang merupakan istrinya datanya dibeber, dibuka dan dibocorkan ke publik yang diduga dari internal rumah sakit.
“Ini benar-benar gila. Saya harus meminta pertanggungjawaban pihak rumah sakit. Sebab, sudah melanggar kode etik dan hak pasien,” ujar Riza yang mantan General Manger (GM) PT PLN Wilayah Kaltim-Kaltara ini.
Disebutkan Riza, seharusnya pihak RS merasahasikan seluruh aktivitas yang ada di dalam ruang privasi pribadi. Karena, ada ketentuan tentang praktik kedokteran di mana dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran dan wajib pula merahasiakan.
Bahkan ujarnya, salah satu kewajiban rumah sakit adalah menghormati dan melindungi hak-hak pasien. Pelanggaran atas kewajiban rumah sakit dapat dikenai sanksi administrasi, pidana sampai pencabutan izin rumah sakit.
Tentang sanksi pidana ini, tertuang dalam Pasal 46 ayat 1 dan pasal 51 huruf C UU Nomor 29 Tahun 2004 dan dapat dipidana dan denda paling banyak Rp50 juta atau kurangan 2 tahun penjara. “Apalagi Rumah Sakit adalah badan publik. Tentu sanksi pidananya juga ada,” ungkap Riza yang menuding pihak rumah sakit tidak profesional.
JALUR HUKUM
Disebutkan Riza, karena kerugian tidak hanya psikis tapi juga sosial, maka pihak keluarga bakal menempuh jalur hukum dan menggugat rumah sakit dan pihak-pihak yang ikut menyebarkan data pasien itu.
Bahkan Riza sudah berkirim surat secara elektronik melalui aplikasi whatsApp kepada pihak rumah sakit mengatasnamakan sebagai pegawai PLN Kantor Pusat sebagai EVP Pengembangan Regional Sumatera-Kalimantan.
Disebutkan dalam kiriman whatsAapp itu, bahwa istrinya bernama Ratna Machmud, pasien di Lematang 1.1 yang sebelumnya dirawat di ruang OGAN 13, merupakan pasien jaminan PT PLN (Persero) Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu (S2JB).
Riza meminta pertanggungjawaban pihak RSMH atas penyebaran medical record dan foto pasien melalui CCTV yang tersebar di medsos FB. Ia menilai itu pelanggaran kode etik. “Kami sendiri dari pihak keluarga tidak dapat melihat rekam medic dan CCTV pasien. Saya minta tindaklanjut atas kejadian ini,” kata Riza dalam keluhannya ke pihak RS lewat aplikasi whatsAapp itu.
Dirinya melalui GM PT PLN (Persero) S2JB akan menulis surat meminta pertanggungjawaban RS atas disebarkannya medical record istrinya itu yang merupakan pasien jaminan perusahaan. “Saya juga akan lakukan tuntutan dan menempuh jalur hukum jika kasus ini tidak tuntas dan pelaku tak diberi sanksi keras atau diberhentikan karena sudah melakukan tindak pidana dan melanggar UU,” ujar Riza.
Menurut Riza, tersebarnya data pasien istrinya yang sedang dirawat itu, telah dipolitisir pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik di Sumsel. “Ingat hukum karma akan menimpa. Allah tidak tidur, dan kami dari keluarga juga tidak tinggal diam. Akan meneggakkan kebenaran sampai kapan pun,” ujarnya.
MINTA MAAF TERBUKA
Sementara itu, Kabag Hukum, Organisasi dan Humas RSMH, Mardiana saat dikonfirmasi media ini menjelaskan, tidak ada faktor kengajaan jika itu dari Rumah Sakit. Tetapi, pihaknya menyebutkan, saat ini pihak rumah sakit bekerja maksimal untuk melakukan proses-proses indentifikasi dan mencari tahu siapa yang membocorkan ke ranah publik kaitan informasi pasien itu.
“Saya ada ditelepon Pak Riza Gustam (suami pasien). Dan juga sudah ada klarifikasi dari pihak RS. Dan, jika pihak keluarga keberatan, saya bisa maklum. Dan tidak ada faktor-faktor kesengajaan dari pihak institusi atau rumah sakit,” ujar Mardiana.
Sejauh ini, RSMH bekerja profesional dalam kaitan institusi. Jika ada oknum yang berbuat, tentu tetap mengacu pada azas praduga tak bersalah. “Pihak rumah sakit bekerja untuk melakukan penyelidikan dan mencari tahu, siapa yang menyebarkan. Hanya, dugaan ada pada seseorang dan namanya sudah ada. Tapi, ini dugaan karena azas praduga tak bersalah tadi. Sebab, baru akan dimintai keterangan dan konfirmasi atas kejadian tersebut,” ujar Mardiana.
Disinggung kaitan pihak keluarga akan menempuh jalur hukum, menurut Mardiana, itu hak keluarga jika memang akan melakukan hal itu. Pihak rumah sakit tentu tidak memiliki domain untuk mencegah. Hanya, rumah sakit tidak tinggal diam dan memperhatikan keluhan keluarga Riza.
“Saya ingin sampaikan. Pihak rumah sakit sangat menyayangkan kejadian ini. Tentu, jangan melihat ada kesan bahwa rumah sakit sengaja. Jelas, kita punya SOP sangat profesional. Kalaupun ada oknum, kita masih bekerja mencari siapa oknum itu,” ungkapnya.
Pihak rumah sakit kata Mardiana, tidak main-main dalam pelanggaran kode etik RS. Kalau itu tenaga kontrak, tentu akan ada sanksi pemecatan. Tetapi, jika dia Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mengacu pada PP Nomor 53.
“Sanksinya berat. Bahkan sampai penurunan pangkat. Tentu, setelah hasil proses kerja yang dilakukan pihak RS dalam kasus ini,” ujarnya.
Dalam kejadian ini, pihak rumah sakit kata Mardiana, meminta maaf. Bahkan, siap juga melakukan permintaan maaf ke publik, sambil mencari tahu tentang siapa penyebar informasi yang menjadi privasi pasien tersebut. “Beri saya waktu untuk bekerja. Yakinlah, pihak rumah sakit akan bekerja profesional. Sebab, ini menyangkut nama baik rumah sakit,” ujar Mardiana. (git)