TINTAKALTIM.COM-Sangkolo enak. Sejak awal makanan khas orang Sulawesi Selatan itu diperbincangkan dalam perjalanan rombongan Wakil Walikota H Rahmad Mas’ud SE ME. Cerita makanan sangkolo pun terus terjadi sampai mobil yang membawa wawali berhenti di kawasan Kelurahan Gunung Bahagia.
“Kita turun dulu menemui warga. Makan sangkolonya nanti,” ujar wawali. Rombongan yang menyertainya yakni H Mustaqim Lc MM (Koordinator Badan Pemenengan Pemilu Partai Golkar), H Sugito SH (Wakil Ketua Bidang Komunikasi, Media dan Penggalangan Opini) dan Abah Tahir (kerabat dekat Rahmad).
Sebenarnya lelah. Usai menghadiri beberapa lokasi kampanye dan memenuhi undangan warga. Tetapi, Rahmad Mas’ud tetap saja punya keinginan kuat untuk bertemu warganya di kawasan Pandan Sari Balikpapan Barat.
Saat di kendaraan yang membawanya pulang usai kampanye, Rahmad berpesan kepada Mustaqim, akan pulang ke rumah atau ikut dirinya, mampir sejenak. Saat itu sudah pukul 22.10 Wita.
“Ustaz mau kemana setelah ini,” tanyanya pada Mustaqim. “Mau rapat pak wawali dengan Pak Gito,” jawab Mustaqim.
Wawali justru meminta rapat ditunda. “Kita makan sangkolo saja di rumah Andi Welly (Ketua KNPI Balikpapan). Setuju toh,” pinta Rahmad. Rombongan sepakat.

Sang driver pun membelokkan arah mobil. Menuju Pandan Sari di rumah Andi Welly. Saat itu tepat malam Minggu. Seolah Rahmad ingin menikmati sambil begadang makan sangkolo.
Di depan gang, Andi Welly menjemput wawali. Tiba di rumah, terlihat warga yang sedang asyik menggelar lomba ‘domino jepitan’ . Lokasinya, masuk gang dan lesehan di jalan yang sudah dipasang alas tempat duduk.
“Assalamualaikum bapak-bapak,” sapa wawali. “Waalaikumsalam,” jawab warga kompak. Ternyata, kedatangan wawali sudah ditunggu dengan space dan tempat bermain ‘domino jepitan’. Wawali pun berbaur bersama warga. Tak ada sekat, tak ada jarak. Bercanda sambil tawa.
Menurut Andi Welly, ada lomba domino antarwarga. Itu bagian dari langkah mempersatukan antar tetangga. Dan, warga berbaur bersama. Tetapi, tetap mengindahkan protokol kesehatan dengan memakai masker. Bahkan, Andi pun membagi-bagikan masker yang dibawa wawali untuk warga sekitar.
Wawali pun didaulat ikut berbaur. “Ayo kita main jepitan,” tantang wawali. Sejumlah warga pun merespons dan membuat ‘satu lingkaran tempat’ bersama wawali.
Waktu semakin larut malam. Tiba-tiba, Andi Welly membawa wadah yang berisi ‘ramuan sangkolo’. “Wah Pak wawali dan teman-teman harus rasakan ini. Rasanya internasional dan pasti nambah,” promosi Andi.
MAKAN BERSAMA
Sontak, penulis, Mustaqim, Abah Tahir dan warga lainnya saling menikmati sangkolo. Karena, lapar makanan sangkolo itu jadi nikmat semuanya. Bahannya dari beras ketan putih. Dan dikukus hingga matang. Ada pula taburan kelapa parut yang sudah digoreng dengan lauk pendamping ikan teri kering ditaburi lombok.

Kenikmatan dirasakan bersama. Parutan kelapa goreng yang ditaburi di atas sangkolo memberi rasa manis dan gurih. Ikan teri kering sangat enak. Rasa dan aromanya wuh sedap. Sensasi rasa pun makin ‘menjadi-jadi’ karena ada sambal racikan cabai dan tomat.
Penulis ikut menikmati dan tambah. Sepertinya makanan sangkolo disiapkan tengah malam dan cocok untuk orang-orang yang begadang. “Di Makassar ini jadi makanan wajib yang suka kuliner,” timpal Andi yang meminta rombongan tambah makannya.
Warga menyiapkan satu piring porsi sangkolo untuk wawali. Ya, karena masih asyik ‘berdomino jepitan’, wawali belum menyentuh sangkolo. Beberapa saat, dirinya pun menikmatinya bersama warga. “Nikmat betul ini. Bisa-bisa mampir lagi nanti ke rumah Om Andi untuk cari sangkolo,” ujar wawali yang tak canggung makan di emperan.

Namanya Andi Welly, dipuji wawali ia pun berkomentar: “Rasanya enak toh bos. Internasional pastinya,” kelakar Andi Welly. Sementara terlihat, Mustaqim dan Abah Tahir yang ikut rombongan wawali sudah terlihat kekenyangan. Menurut Andi, tak hanya sangkolo. Akan ada suguhan makanan yang akan dikeluarkan.
Tak lama, keluarlah menu pisang ijo. Sama, makanan khas Makassar. Disebut pisang ijo karena terbuat dari bahan utama pisang yang dibalut dengan adonan tepung berwarna hijau dan ditaburi bubur sumsum. Rasanya manis.

Karena sudah terasa kenyang. Penulis tak menikmatinya. Ustaz Mustaqim tampaknya terlihat lahap menikmati hingga habis. “Hmmm sedap. Uenakk tenan wis wayahe,” kelakar Mustaqim yang malam itu membuat canda-canda lewat ‘jampi-jampi’ sambil mulutnya komat-kamit seolah berdoa yang membuat suasana makin kocak.
Sedang, wawali juga terlihat menikmati sangkolo hingga habis satu piring. “Alhamdulillah. Semoga Om Andi dimurahkan rezekinya. Sudah menjamu kita,” kata wawali.
Penulis sangat menyukai makanan itu. Termasuk istri penulis yang asal Bone Sulawesi Selatan. Makan sangkolo bersama wawali akhirnya jadi bahan cerita dengan istri.
“Kalau sarundeng itu namanya kaluku dan kalau ikan teri bahasa Makassarnya juku mairo. Memang enak makanan itu,” katanya. Tetapi, penulis tak ingin belajar bahasa Makassarnya kaitan sangkolo. Intinya hanya menikmati dan kenyang.
Tepat pukul 11.00 Wita, wawali dan rombongan meninggalkan tempat menuju pulang. Tetapi sebelumnya warga meminta foto bersama. Di perjalanan, wawali memuji enaknya sangkolo yang dinikmatinya. “Memang enak sangkolonya. Kapan-kapan kita makan lagi,” pungkas wawali. Itu Sudah, Wis Wayahe Pak Wawali. (tig)