Penulis: Munir Asnawi
TINTAKALTIM.COM-Festival Mooncake 4 olahan Maha Vihara Sejahtera Maitreya Samarinda yang berlangsung selama tiga hari, yang berakhir Minggu (8/9) malam tadi sedikitnya dipenuhi 25 ribu pengunjung. Di puncak acara, Barongsay Ghung Thong Samarinda menjadi juru kunci dari seluruh rangkaian acara.
Festival yang dalam bahasa Mandarin disebut Zhong Qiu Jie pada tahun 2570 di vihara terbesar di Kaltim itu, menampilkan berbagai kegiatan, di antaranya, festival makanan vegetarian, menerbangkan lampion, paduan suara Borneo Kantata, tampilnya pesuling handal Gus Teja, tarian tradisional Tionghoa oleh kelompok Dewa Dewi, serta berbagai lomba.
Perayaan pertengahan musim gugur memuja Dewi Bulan, Chang E di Buddhist Centre Samarinda itu, dikunjungi berbagai lapisan etnis yang berdatangan dari berbagai penjuru Kaltim. Selain menyaksikan aneka rupa gelaran, warna-warni lampion, mereka juga ikut menikmati kuliner bercitarasa nusantara bebas dari hewani.
Pandita Hendri Suwito saat ditemui menyebutkan, festivaL yang awal mulanya dimulai pada zaman Dinasti Xia dan Shang (2000-1600 SM) itu, kini di Kota Tepian Samarinda sudah digelar untuk kali ke-4 dan telah masuk kalender event Kota Samarinda.
“Mooncake menjadi kegiatan tahunan vihara. Sekarang untuk yang keempat kalinya,” sambung dia.
Tapi, ujar dia mengingatkan, bagi mereka yang sehari-hari berpola hidup vegetarian, bisa menikmati kuliner sehat itu di Monumen Dunia Satu Keluarga Maha Vihara Sejahtera Maitreya di pojok kiri vihara. “Soal rasa saya jamin lah,” pujinya.
Pandita yang selalu tampil rapi ini membanggakan, Maha Vihara Sejahtera Maitreya sudah masuk pula satu dari empat belas destinasi wisata. Vihara ini, ditetapkan Pemkot Samarinda menjadi destinasi religi bersama dengan Islamic Centre.
“Kami bersyukur, vihara bukan hanya sebagai sarana ibadah, tetapi juga menjadi salah satu tempat kunjungan wisatawa di Samarinda. Inilah sumbangan kami,” imbuhnya.
Terbukti, katanya, jumlah pengunjung yang datang ke festival mooncake pada setiap tahun makin banyak. Dan yang juga membuat dia bangga, festival yang dimulai pada pukul 18.00 hingga 22.00 mendapat dukungan semua pihak, termasuk warga sekitar vihara.
“Kami libatkan warga sekitar. Mereka dengan sepenuh hati membantu,” puji dia.
Ditanya, mengapa perayaan kali ini mendahului kalender? Pandita Hendri Suwito menjelaskan, pada tiga perayaan yang lalu, puncaknya selalu pada hari kelima belas bulan delapan, sesuai kalender Tionghoa. Kali ke-4 ini, sengaja dimajukan, tetapi tidak mengurangi makna perayaan hanzi atau pinyin untuk sebutan festival kue bulan itu.
Nanti, katanya, pada malam hari kelima belas bulan delapan pada saat purnama penuh, kami fokus pada kegiatan ibadah agar umat bisa beribadah dengan sungguh-sungguh. “Kan, beberapa hari sebelumnya umat sudah berfestival, termasuk juga membagi-bagi kue bulan kepada sanak keluarga, sebagai mana kebiasaan di masa lalu,” kata lelaki berkacamata itu.
Pandita mengatakan, bercermin pada kegiatan terdahulu, sementara ada yang beribadah di lantai satu vihara dan ada yang terlibat dalam kegiatan festival di lantai dasar, di Monumen Dunia Satu Keluarga dan pelataran vihara, sehingga kegiatan ibadah terganggu.
Selain itu, katanya, kami mengundang siapapun untuk ikut terlibat dalam pearayaan yang tidak termasuk dalam kegiatan ibadah ini. “Festival ‘kan kami buka untuk umum. Warga bisa merayakan bersama. Coba dilihat, bukan hanya warga thionghoa yang merayakan, tetapi juga lintas entis, suku, agama dan bangsa ikut hadir.
“Ya dua pertimbangan itu. Fokus festival karena melibatkan warga dan fokus ibadah untuk umat budha. Supaya ibadah umat budha tidak terganggu, festival kami ajukan, begitulah,” jelas dia. (***)