TINTAKALTIM.COM-Anggota DPRD Kaltim asal Fraksi Partai Golkar Abdulloh S Sos MM menegaskan, Hasanuddin Mas’ud sudah clear & clean menjadi ketua DPRD Kaltim dan memenuhi regulasi partai. Sehingga, jika ada pihak-pihak yang mengaitkan dengan dirinya itu semua tidak benar.
“Jangan membuat isu murahan dalam politik. Dinamisasi politik itu biasa. Tetapi, sebagai kader Partai Golkar saya tunduk dan patuh atas semua keputusan yang telah ditetapkan dan tidak pernah ada upaya gugatan dan lainnya kaitan penetapan Ketua DPRD Kaltim,” kata Abdulloh mengklarifikasi berita di salah satu media online yang membawa-bawa nama dirinya dalam kancah perseteruan politik di partai berlambang pohon beringin ini.

Dalam berita online itu, mantan Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar Balikpapan Romanus merasa kecewa. Ia menyebut ada kekuatan dinasti yang menutup potensi kader muda Partai Golkar Abdulloh dan seolah dihambat menjadi ketua DPRD Kaltim.
Disebutkan Roman, Abdulloh diduga tak akan dipilih menjadi ketua DPRD Kaltim karena dampak dari dinamika politik dinasti itu. Bahkan, disebutkan ada kekutan dinasti dalam struktur partai yang merambah ke pemerintahan.
Justru Romanus yang diragukan membawa-bawa dan melebelisasi diri sebagai mantan sekretaris Bappilu Partai Golkar Balikpapan itu khawatir dan kecewa karena Golkar Kaltim akan kehilangan kesempatan untuk berkembang jika menutup ruang gerak kader muda untuk beprestasi. Apalagi dalam pileg Abdulloh mengumpulkan 48.180 suara dan rekan satu partainya Hasanuddin Mas’ud meraih 42.885 suara.

Menurut Abdulloh, pernyataan yang disampaikan Romanus itu semua tidak benar. Bahkan, dinilai Romanus telah menodai dan mengacak-acak Partai Golkar dengan menyebut dinasti. Dan justru berbahaya, ini dikaitkan dengan momentum Pilkada 2024 khususnya kaitan pemilihan gubernur (pilgub).
“Hari gini mau menggelindingkan isu dinasti. Itu jelas upaya untuk mendeligitimasi Partai Golkar. Karena, di seluruh Indonesia kalau keluarga maju dalam partai politik apalagi bertarung dalam pileg maupun pilkada toh sah-sah saja,” jelas Abdulloh.
Dikatakan Abdulloh, politik dinasti yang disetujui sebagai politik keluarga itu tidak perlu dilarang. Karena, tidak ada standar hukum larangan dalam kaitan peraturan dan regulasi lainnya. Sebab, setiap warga negara itu diberi kebebasan memiliki akses berpolitik. Dan itu tertuang dalam UUD 1945 Pasal 28 berkenanan dengan hak asasi manusia untuk dipilih dan memilih.
“Makanya dalam Pemilu itu ada peribahasa yang menyebut One Person, One Vote, One Value atau Satu Orang, Satu Pilihan dan Satu Nilai. Ini kaitan Hak Asasi Manusia (HAM). Tak ada kaitan keluarga atau tidak. Jadi clear toh. Kok diseret-seret ke dinasti. Gimana toh,” jelas Abdulloh.

Dikatakan Abdulloh, isu dinasti yang digelindingkan itu jadi pertanyaannya. Jika ada anggota keluarga yang berpartisipasi dalam politik dan mendapat dukungan nyata dari pemilih dan terpilih berdasarkan kemampuan dan rencana yang baik, tidak ada alasan hukum yang kuat untuk melarangnya
Ia mencontohkan, banyak keluarga politisi pun maju dalam politik dan pemerintahan. Seperti misalnya Megawati dan anaknya Puan Maharani, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan anaknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan banyak keluarga politisi di Indonesia yang berkompetisi.
Abdulloh memberi istilah, pihak-pihak yang teriak-teriak dengan politik dinasti itu karena mereka tidak bisa melakukan dan kebagian jatah politik saja. Sebab, dalam pilkada isu itu dianggap sangat sensitif dan bisa mempengaruhi voter atau pemilih.
Ditegaskan Abdulloh, tentang dirinya tidak menjadi ketua DPRD Kaltim itu sudah regulasi internal partai. Justru, ada pihak yang menyebut kalah dengan kekuatan dinasti itu sebenarnya ketakutan yang ditebar dan tidak benar.
“Kok akal sehat jadi hilang. Dan menggoreng dalam Pilkada Kaltim isu dinasti terus dijadikan bahan cercaan dan menjelekkan paslon lain. Ini sudah negative campaign dan mengarah pada black campaign. Ayo dong bicara program untuk kepentingan masyarakat Kaltim,” urai Abdulloh yang heran dengan pihak-pihak yang menggoreng dirinya dengan jabatan ketua DPRD Kaltim.
Abdulloh sangat ikhlas dan tak terpengaruh dengan isu murahan dirinya akan merebut ketua DPRD Kaltim yang sudah ditetapkan H Hasanuddin Mas’ud.
“Suara saya memang lebih banyak. Tapi, nggak sampai 50 ribu lho. Ini internal Partai Golkar. Waktu itu, kalau suara saya mencapai 50 ribu, baru jadi ketua DPRD Kaltim. Kalau nggak jadi, memang Peraturan Organisasi (PO) ada klausul lainnya yang mengatur. Bukan hanya suara terbanyak,” kata Abdulloh.
Bagi Abdulloh, dirinya sekarang justru mendukung kepemimpinan Ketua DPRD Kaltim H Hasanuddin Mas’ud SE ME dalam menjalankan roda pemerintahan di lembaga legislatif.
“Saya enjoy saja. Dan, sangat patuh dengan keputusan Ketua DPD Partai Golkar Kaltim H Rudy Mas’ud yang sekarang calon Gubernur Kaltim,” kata Abdulloh.
Jangan lalu kata Abdulloh, seolah dirinya ‘retak’ atau tidak patuh dengan Rudy Mas’ud yang sekarang sedang berjuang untuk menjadi Gubernur Kaltim.
“Saya justru berjuang juga agar Rudy Mas’ud jadi Gubernur Kaltim lewat programnya Gratis Poll dan Joss Poll. Bahkan, bersama-sama kampanye untuk memenangkan pada 27 November 2024 mendatang,” tegas Abdulloh.
Demikian halnya di Kota Balikpapan, Abdulloh pun berjuang bagaimana pasangan Rahmad Mas’ud dan Bagus Susetyo kembali duduk dan menjabat sebagai walikota dan wakil walikota periode selanjutnya. “Partai Golkar adalah dapur politik saya. Jangan digoreng-goreng bahwa saya seolah melakukan setingan politik. Ini jelas murahan,” ujarnya berkali-kali.
Bahkan menurut Abdulloh, dirinya keberatan atas isu yang menyeret dirinya dan mengancam akan bertindak secara hukum karena merugikan dirinya.
“Tolong dijelaskan ke publik yang membuat isu itu. Jika tidak, saya pun bisa melakukan tindakan yuridis atau hukum,” pungkas Abdulloh yang sekarang konsentrasi untuk menjadi juru kampanye (jurkam) memenangkan pasangan Rudy Mas’ud-Seno Aji jadi Gubernur Kaltim dan wakilnya serta Rahmad Mas’ud-Bagus Susetyo untuk Walikota dan Wakil Walikota Balikpapan.
Sementara itu salahsatu pengurus Partai Golkar Balikpapan Andi Welly mempertanyakan kapasitas Romanus yang menyebut-nyebut sebagai mantan Sekretaris Bappilu Partai Golkar Balikpapan.
“Apa memang ada SK-nya. Jangan terus dulu mendukung Partai Golkar dan keluar dari partai lalu mengacak-ngacak Partai yang dulu didukungnya. Ini jelas tidak fair dan justru saya menyebut ada setingan politik. Apalagi dikaitkan dengan Pilgub Kaltim,” ujar Andi Welly.
Menurut Andi Welly, pimpinan Partai Golkar di Kaltim sangat terbuka untuk melakukan diskusi dan koordinasi kaitan apa saja. “Bung Romanus itu sebenarnya ada apa ya. Ayo sampaikan saja, jangan goreng-goreng rumah politik Partai Golkar,” ujar Andi Welly. (gt)