BALIKPAPAN-TINTAKALTIM.COM-Kenaikan tarif parkir di 10 titik yang tersebar di mal dan pusat perbelanjaan Balikpapan, juga mendapat reaksi keras dari komisi II bidang ekonomi dan keuangan DPRD Balikpapan. Karena dianggap tidak tersosialisasi dengan masif, sehingga menimbulkan pro-kontra di masyarakat.
“Saya juga mendapat informasi dan sejumlah warga menanyakan tentang kenaikan itu. Sebagai wujud pengawasan, kami akan melakukan evaluasi terhadap tarif yang dikeluhkan tersebut,” kata Ketua Komisi II DPRD Balikpapan Muhammad Taqwa saat dikonfirmasi Tintakaltim.com, Senin (29/7), kemarin.
Sebelumnya, kenaikan tarif yang berdasarkan Surat Keputusan Dinas Perhubungan Kota Balikpapan Nomor: 05/DMPT/PARKIR/2019 ini, telah diberlakukan per 1 Juli 2019 di 10 titik pusat perbelanjaan dan mal. Hal ini membuat terkejut Yayasan Lembaga Konsumen Nusantara Balikpapan. Melalui sekjennya, Wawan Sanjaya menilai harusnya ada sosialisasi maksimal ke masyarakat, sehingga tidak menimbulkan tanda tanya . “Setiap kebijakan yang berhubungan dengan publik itu, harusnya konsumen mengetahui. Ini terkesan tiba-tiba,” kata Wawan.
Sosialisasi ke masyarakat diperlukan katanya, karena itu amanat konstitusi yang tertuang dalam aturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya Pasal 34 ayat 1e, bahwa pelaku usaha termasuk usaha parparkiran harus menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen atau pengguna jasa. “Ada konsumen yang mengadu ke lembaga, jadi kita sikapi,” kata Wawan yang juga Direktur Litbang Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Universitas Balikpapan.
Menurut M Taqwa, DPRD sebagai representasi masyarakat atau publik, harusnya mendapat informasi detail tentang kenaikan itu. Sebab, secara fungsi jika ada masalah, maka yang ditanya adalah jajaran legislator atau wakil rakyat. Apalagi hal ini terkait kebijakan penetapan tarif. “Kami dan kawan-kawan akan meninjau ke lapangan untuk mendapatkan informasi tentang kenaikan tarif itu. Tentu jangan dianggap cari-cari masalah, ini memang fungsi kita yang melekat dalam fungsi pengawasan,” kata politisi Partai Gerindra Kota Balikpapan ini.
Taqwa yang terpilih kembali sebagai anggota DPRD dalam pileg lalu dan akan dilantik pada Agustus 2019 ini menjelaskan, pihak pengelola setidaknya secara detail menjelaskan alasan kenaikan. Tentu, komisi II akan juga berpikir rasional. Jika ternyata kenaikan itu proporsional dan punya kaitan operasional dan efek positif, tentu komisi II bisa setuju. “Tetapi jika tidak, akan kita evaluasi. Karena, ini untuk mengeliminir pro-kontra di masyarakat,” ujar Taqwa yang merupakan adik kandung dari Wakil Ketua DPRD Balikpapan, Sabaruddin Panricalle ini.
Kajian kenaikan tarif, komisi II tambahnya, tidak secara intens membahasnya. Tiba-tiba ada penetapan dari Dishub setelah kajian di bagian perizinan. “Sebaiknya pengelola menjelaskan, kita akan coba dengar pendapat (hearing). Jadi masalahnya bisa gamblang,” ungkap Taqwa yang dikenal cukup enerjik dalam memperjuangkan aspirasi rakyat ini.

Hal senada juga disampaikan kolega Taqwa di komisi II, Budiono. Politisi PDI Perjuangan yang terpilih kembali dalam pileg lalu menjelaskan, langkah turun ke lapangan adalah sikap objektif yang ditempuh. “Saran ketua komisi akan dievaluasi juga perlu. Tetapi semua setelah data-data dari pengelola kita dapatkan. Tolong, pengelola nanti mempersiapkannya. Apa alasan kenaikan itu,” ujar Budiono.
Sementara itu , Plt Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) –yang sebelumnya instansi ini bernama Dispenda—Haemusri Umar saat dikonfirmasi Tintakaltim.com menjelaskan, bahwa kenaikan tarif itu didasarkan atas surat dari PT Securindo Packatama Indonesia (SPI) Nomor 053/PT-SPI/KPO-OPR/XI/2018 tanggal 5 November 2018 tentang kenaikan tarif. “Setelah itu ditindaklanjuti rapat pembahasan kenaikan tarif parkir oleh PT SPI pada 14 Februari 2018 bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD),” kata Haemusri yang menambahkan efektif per 1 Juni 2019 diterapkan setelah izin perubahan tarif dikeluarkan badan perizinan.
Dikatakannya, ada alasan kenaikan dari pengelola kaitannya dengan beaya operasional dan beaya teknisi. Tentu, pemkot melakukan analisa maksimal terhadap rancangan kenaikan sebelumnya.
Pemkot tambahnya, hanya mengatur penyesuaian tarifnya, untuk usulan kenaikan murni dari PT SPI. Artinya, usulan bukan dari pemkot, tapi pengelola atau kemauan PT SPI.
Dari data yang diterima Tintakaltim.com, kenaikan itu rinciannya adalah roda empat (mobil) sebesar Rp4.000 1 jam pertama dan Rp3.000 1 jam berikutnya (progresif). Sedangkan kenaikan untuk roda dua atau sepeda motor, Rp3.000 1 jam pertama, Rp2.000/jam berikutnya (progresif), sedangkan mobil box, Rp10.000 1 jam pertama, Rp5.000 per jam berikutnya (progresif) dan truk/bus Rp20.000 per jam (progresif).
Dengan data itu menurut Haemusri, kenaikan tarif parkir yakni untuk kendaraan roda dua yang semula Rp2.000 per jam menjadi Rp3.000 per jam. Sedangkan roda empat semula Rp3.000 per jam menjadi Rp4.000 per jam pertama.
Sedang dari keterangan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Balikpapan Sudirman Djayaleksana yang dikutip Tintakaltim.com dari laman website pemkot, usulan kenaikan ada pada pengelola parkir ke perizinan. Dan saat itu, pihak perizinan mengundang Dishub untuk membantu membuatkan analisa teknis. Sedangkan perizinan yang mempertimbangkan, sementara Dishub melihat sisi teknisnya.
Sementara itu, Regional Office Manager Kalimantan PT Securindo Packatama Indonesia, Dewi kepada Tintakaltim.com, menjelaskan kenaikan tarif memang terjadi di sejumlah mal dan pusat perbelanjaan. “Betul kita yang ajukan kenaikan tarif ke pemkot,” kata Dewi.
Kenaikan tarif diusulkan ke pemerintah kota karena beaya operasional yang selalu naik setiap tahun. Dan paling besar untuk gaji karyawan karena mengikuti standar upah layak kota atau Upah Minimun Kota (UMK). Dan beaya itu dari SDM. Di sisi lain dari tahun 2015 ke tahun 2019 kenaikan UMK cukup drastis. “Nggak mungkin kita mengurangi karyawan atau SDM tentu berpengaruh pada pelayanan,” tambah Dewi.
Demi menyebutkan, selain gaji, beaya operasional lain adalah beaya pemeliharaan alat parkir, kendati Dewi tidak menyebut berapa total beaya operasional baik untuk gaji maupun lainnya. Hanya saja, omzet yang masuk ke perusahaan setelah dipotong pajak pemerintah sebesar 30 persen, 50-60 persen adalah beaya operasional. “Contoh jika SPI dapat omzet Rp100 juta. Pajaknya kan 30 persen, jadi Rp30 juta masuk ke pemkot. Nah yang Rp70 juta, 50-60 persen itu untuk beaya operasional,” tegasnya.
Beaya operasional dianggap besar karena kata Dewi, perusahaannya mengaji karyawan gunakan UMK yang berlaku di Kaltim. Belum lagi karyawan mendapat layanan BPJS, di mana SPI punya jumlah karyawan 400 orang. “Pengajukan kenaikan tarif parkir baru diajukan tahun 2018. Kemudian disetujui Mei 2019 pemkot dan 1 Juli 2019 mulai diterapkan,” ujarnya.
Sejak kenaikan tarif di mal dan lokasi parkir yang dikelola PT Securindo diberlakukan 1 Juli 2019, ada kenaikan omzet. “Ya kita bersyukur bisa mempertahankan karyawan, kenaikan omzetnya hingga 30 persen,” tambah Dewi.
Dikatakannya, di Balikpapan ada 11 titik atau lokasi (bukan 10 seperti diberitakan kemarin-Red) yang dikelola PT SPI yakni di Balikpapan Super Block (BSB), Grand Sudirman, Balikpapan Ocean Square (BOS), Balikpapan Plaza Trade Mall, Balikpapan Plaza Mall, Plaza Kebun Sayur, Rapak Plaza Balikpapan, Transmart Daun Village, Living Plaza Balikpapan, Rumah Sakit Siloam dan Pentacity Mall.
Menurut M Taqwa dan Budiono, langkah hearing ataupun evaluasi ke lapangan bertujuan untuk menjelaskan kepada publik. Kalau sekiranya memang kenaikan itu untuk beaya operasional seperti gaji dan lainnya, tentu DPRD akan melihat secara rasional. “Ini karena ada warga yang mengadu ke DPRD juga,” kata Taqwa dibenarkan Budiono. (git)