TINTAKALTIM.COM-Wakil Walikota (Wawali) Kota Balikpapan H Rahmad Mas’ud (RM) biasa melakukan silaturahmi. Jika ada waktu di kantor, tetapi lebih banyak di rumah pribadinya atau ‘rumah putih’. Dengan siapa saja, asal diawali dengan janji.
Rumah pribadinya di Jalan Wiluyo Puspoyudo (kawasan bakso taman), tak pernah sepi dari tamu. Apalagi hari Jumat, rumah ini dapat kunjungan tamu yang rata-rata ingin mendapat keberkahan. Karena, keluarga RM selalu bersedekah, sebab yakin hari itu dianggap hari terbaik bersedekah.
Rumahnya penuh sesak. Itu sebelum corona. Karena, ia ‘orang pemerintah’ dan harus menjalankan protokol kesehatan, maka kumpul orang di hari Jumat ditiadakan. Hanya, bersedekahnya tetap diganti dengan pola lain.
Saat itu, penulis mengajak silaturahmi Direktur Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak Alquran (LPPTKA), Drs Akhmari Sidik. Figur ini, dikenal mantan anggota DPRD Balikpapan dan ustaz. Ia ingin sekali bertemu RM. Ceritanya, ada ‘ganjalan’ yang ingin disampaikannya. Rahmad pun tidak menampik, bahkan mempersilakan Akhmari bertemu dirinya.

Saat itu, sore usai salat Ashar. Rahmad Mas’ud-Akhmari Siddik bertemu; Seperti sahabat lama. Mereka saling sapa; “Assalamualaikum pak wawali,” sapa Akhmari. RM menjawab lugas; “Waalaikumsalam pak ustaz. Lama nggak ketemu ya. Kita ngobrol asyik di taman saja ya,” pinta wawali yang telah menyiapkan meja dan kursi tamu di depan rumahnya. “Duduk di luar lebih enak pak. Sambil santai,” ajak RM.
Wawali memang membatasi rumahnya untuk dikunjungi. Khawatir saja terjadi penumpukkan massa, sehingga melanggar protokol kesehatan salah satunya physical distancing. Hanya jika tamu ingin membicarakan masalah ummat, ia tak menampik atau menolak.
Akhmari bercerita tentang adanya informasi kaitan RM yang disebut-sebut pernah ingin mengangkat derajat guru ngaji. Tentu kaitannya dengan honor, serta sejumlah informasi yang harus diketahui RM.
RM mendengarkan dengan seksama semua ‘curhat’ Akhmari. Sambil senyum, ia tampak ada yang ‘aneh’ dari sejumlah pernyataan itu. “Pak Akhmari, saya ini kalau sudah punya komitmen membantu ya pasti saya bantu. Adakalanya memang karena terlalu banyak, sering lupa. Atau terlambat tapi Insya Allah semuanya terlaksana,” jawab Rahmad Mas’ud.
Rahmad tak ingin sebenarnya menyampaikan sejumlah program pribadinya terkait guru ngaji. Takut riya, sebab diyakini itu sebagai upaya amal jariyah. Sebab, guru ngaji di Kota Balikpapan, secara diam-diam sebenarnya sudah disantuni Rahmad Mas’ud.

Ia menugaskan seseorang wanita bernama Lelly untuk menyerahkan bantuan setiap bulan. Karena bagi RM, pekerjaan guru ngaji sangat mulia. Selain menyita waktu demi mendidik ilmu dasar agama juga membuat ‘pondasi akhlak’ anak-anak, sehingga nasibnya juga harus diperhatikan. Tentu caranya, menambah honor mereka.
Karena, yang ada di benak Rahmad, dharma bhakti guru ngaji, secara tak langsung membantu pekerjaan pemerintah khususnya dalam mendapatkan pendidikan dasar agama yang itu dapat mendukung pendidikan umum.
“Insya Allah, saya akan berjuang untuk guru ngaji itu. Minimal menambah honor mereka. Tentu, regulasinya harus kita bicarakan bersama organisasi perangkat daerah (OPD) khususnya Dinas Pendidikan dan DPRD yang punya hak budget,” urai Rahmad Mas’ud yang disimak Akhmari.
Suasana silaturahmi makin terlihat penuh kekeluargaan. Apalagi sambil menikmati lumpia Semarang Cak Git (CG) yang memang disenangi Akhmari dan Rahmad. “Enak banget ini,” ungkap Rahmad. Sontak, Akhmari dan penulis pun bareng menikmati kuliner asal Jawa Tengah itu.
Rahmad terlihat santai. Justru, ia senang Akhmari datang ke rumahnya. “Saya pernah sampaikan kepada Pak Sugito (penulis, red), kalau ada yang menyampaikan ‘suara miring’ apalagi soal janji saya, tolong diklarifikasi. Bisa saja benar atau saya lupa. Insya Allah saya penuhi semua. Ini yang namanya tabayun (konfirmasi), agar semuanya enak,” jelas Rahmad.
Akhmari terkejut. Karena, Rahmad menjelaskan sejumlah bantuan yang tiap bulan ngucur dari dompet pribadinya dan itu tak pernah disampaikan kepada siapapun, sebab jadi komitmen bagian amal jariyah dirinya dan keluarga.
Seperti di pesantren A ada dibantu tiap bulan Rp25 juta, organisasi keagamaan B, juga Rp25 juta. Pesantren yang ada di Kota Balikpapan masing-masing Rp25 juta. Ada pula yang setiap bulan Rp50 juta. Jika ada dukungan bantuan sarana dan prasarana juga dibantu seperti pembangunan gedung, lantai marmer dan lainnya. Itu semua setiap bulan selalu ada.

“Akhirnya saya jadi riya toh Pak Akhmari. Nggak enak rasanya. Ini supaya Pak Akhmari dan teman-teman paham, saya orangnya punya komitmen dalam fastabiqul khairat (berlomba-lomba berbuat kebaikan). Jadi jangan halangin saya masuk surga toh,” ujar Rahmad sedikit berkelakar, memecah keseriusan suasana saat itu.
Akhmari yang sudah empat periode dipercaya mengurusi guru-guru ngaji se-Balikpapan ini, merasa senang sebab berjuang untuk honor mereka harus terus diupayakan. Akhmari berjuang honor mereka dari angka puluhan ribu, sekarang sudah mencapai ratusan ribu. Syukur-syukur terus meningkat. “Terimakasih Pak Wawali, bapak punya komitmen besar terhadap guru ngaji. Karena, guru ngaji memang perlu perhatian pemerintah,” jelas Akhmari.
Dari silaturahmi itu, Akhmari lega. Karena, mendapat keterangan langsung hingga penjelasan detail kaitan ‘suara miring’ di luar. “Maaf ya Pak Wawali, saya ingin menyampaikan kondisi apa adanya di lapangan. Kalaupun itu tidak benar, semua sudah terjawab dari keterangan bapak,” ungkap Akhmari.
Ada makna dari silaturahmi itu. Justru, pikiran penulis dengan mempublish aktivitas amal dan membantu orang lain justru akan membuat orang lain akan terstimulus melakukan hal yang sama. Karena, ketika diam-diam, orang lain tak termotivasi. Dan, zamannya sekarang banyak yang nyinyir, sehingga ada orang berbuat baik saja belum tentu dinilai baik.
Padahal, kebaikan yang berbuah surga itu hak prerogatif Allah yang tidak dapat dintervensi oleh siapapun dia. Apalagi hanya sekadar ocehan, nyinyir, ujaran kebencian ataupun kepo ketika orang lain berbuat baik, sementara dia tak bercermin apa yang sudah dilakukannya? Kalau peribahasannya begini: Semut di seberang lautan Nampak, gajah di pelupuk mata tidak Nampak (lebih mudah menilai orang lain daripada dirinya sendiri).
Akhmari-Rahmad Mas’ud karena menjelang waktu Magrib, akhirnya mengakhiri obrolannya dengan saling berpamitan dengan janji akan bersilaturahmi lagi dengan membahas dan menindaklanjuti progam guru ngaji. Terus berjuang Pak Akhmari, Terus Beramal Jariyah Pak Rahmad Mas’ud. (git)