Catatan: H Sugito SH *)
TINTAKALTIM.COM-Aneh! Jika tabung melon di Kota Balikpapan bahkan Kaltim langka? Karena depotnya dekat, kuotanya jelas. Tetapi, sering terjadi kekosongan gas elpiji untuk tabung 3 kg atau melon. Masyarakat jadi bingung
Banyak faktor yang sebenarnya terjadi. Dari investigasi media ini, sebenarnya semua menjadi tanggung jawab PT Pertamina (Persero) atau PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan atau yang sering disebut Marketing Operation Region (MOR).
Dari pengalaman, media ini pernah melihat pengisian gas elpiji di depot. Tabung yang 3 kg itu tidak akan pernah berkurang isinya. Sebab pengisiannya secara digitalisasi. Jika angka digital menunjukkan 8 kg, berarti isinya full. Sebab, berat kosongnya 5 kg ditambah isinya 3 kg.
Tapi, ada dugaan, masih ada tabung yang isinya berkurang. Bisa bocor, tetapi jika dari Pertamina tak mungkin bocor. Karena, ketika proses pengisian dan ada tabung yang bocor maka langsung diafkir. Jadi, pengawasan perlu dilakukan masif Pertamina di lapangan untuk mencari dugaan pengoplosan.
Berikut, syarat tabung elpiji itu harus dipasang plastic wrap. Itu jenis plastik yang membalut di nose atau hidung tabung. Jika tabung melon maka plastik warnanya biru untuk Kota Balikpapan.
Hanya, sering terjadi tabung itu sudah tidak ada plastic wrap-nya. Sehingga, rentan untuk diselewengkan ke daerah lain. Lalu, kuota untuk Balikpapan praktis berkurang. Karena, masing-masing daerah berbeda kaitan Harga Eceran Tertinggi (HET). Di sini ada perbedaan margin. Contoh Kota Balikpapan dipatok HET Rp19 ribu dan PPU Rp22 ribu. Dan, plastic wrap itu masing-masing daerah berbeda-beda. Tergiur dong dengan selisih margin Rp3 ribu.
Platic wrap itu terkadang tidak ada, lalu mengapa Pertamina diam saja. Harusnya dipantau tiap-tiap agen dan pangkalan untuk diingatkan sebab itu tanggung jawab Pertamina. Fungsi pengawasan ini untuk menjaga agar distribusi bisa dilakukan transparan.
Karena, jika plastic wrap itu dicopot, maka tidak diketahui bahwa itu tabung gas 3 kg untuk daerah mana sehingga mudah sekali didistribusikan ke daerah lain yang memang memerlukan. Padahal, daerah lain pun memiliki kuota.
Kondisi sekarang menurut Area Manager Comm, Rel & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Arya Yusa Dwicandra, sekarang didistribusikan sekitar 3,3 juta tabung dan itu berkisar awal Juli 2023. Ada kenaikan 8 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Tentu, ini diperlukan pengaturan kuota. Sangat diapresiasi operasi pasar yang dilakukan Pertamina bersama Hiswana Migas yang menggandeng 11 agen. Ada sekitar 7.000 tabung disalurkan di Balikpapan dengan catatan untuk masyarakat tidak mampu. Ini untuk membantu agar tidak sampai gas melon langka.
Pertamina berkali-kali mengimbau agar mereka yang mampu seperti pengusaha atau restoran-restoran besar untuk membeli elpiji non-subsidi seperti bright gas 5,5 kg atau 12 kg. Karena, diduga kuat terjadi ‘kanibalisasi’ atau penggunaan tabung 3 kg yang dinikmati oleh orang-orang mampu.
Sebab, elpiji 3 kg adalah barang bersubsidi dari pemerintah pusat dana APBN yang penyalurannya dibatasi kuota. Pertamina menyebut, pihak-pihak yang melakukan penyelewengan di lapangan bisa dilaporkan ke call centre 135 atau aplikasi MyPertamina.
Rasanya, fungsi pengawasan harus masif. Pertamina bisa menggandeng Hiswana Migas, kepolisian, pemkot dan lembaga konsumen bahkan wartawan untuk melakukan inpeksi mendadak (sidak) ke agen dan pangkalan. Tentu bukan eceran, karena itu bukan domain Pertamina. Sebutlah, gerakan sidak itu sebagai ‘Gerakan Gakkum’ atau penegakan hukum. Sekaligus memantau HET yang sudah dipatok.
Karena, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tetang Migas di Pasal 53 huruf C ada sanksi pidana penjara maksimal selama 3 tahun dan sanksi administrasi berupa pencabutan izin badan usaha jika ada yang melanggar HET. Apakah HET memang sudah sesuai? Ini yang perlu diawasi.
Karena, terkadang harga gas 3 kg sangat ‘gila-gilaan’. Yang sebenarnya ini memang hukum pasar antara supply dan demand. Jika permintaan tinggi sementara distribusi barang tidak ada, bisa mengakibatkan harga melambung.
Tetapi, untuk HET kan sudah ada patokannya? Lalu apa yang dilakukan Pertamina dan pemerintah kota yang menetapkan HET? Sebab, HET itu huruf T-nya adalah Tertinggi. Sehingga, tidak boleh dijual di atas harga itu.
Pertamina harus menjelaskan fungsi pengawasan di lapangan. Sebab, itu bagian dari upaya untuk warning agen atau pangkalan yang melanggar. Jika melanggar, diberi peringatan I. Melanggar lagi peringatan II hingga III dan jika terus melanggar dikurangi kuotanya dan masih bandel ya dicabut izinnya.
Ini yang perlu tegas. Ini yang perlu transparan. Ini yang perlu disampaikan ke masyarakat, sehingga langkah-langkah Pertamina tidak pada sisi distribusi saja tetapi ada upaya pembinaan.
Tentu, kita tidak ingin melihat bapak dan ibu yang usianya sudah sepuh harus duduk di tepi jalan menunggu antrean berjam-jam hanya untuk mendapatkan gas 3 kg. Miris rasanya. Kok ibarat peribahasa: Tikus Mati di Lumbung Padi. Kota Balikpapan Kota Minyak, Kilang pengolahannya dekat, depotnya pun ada tetapi gasnya langka
Semoga catatan ini menjadi spirit Pertamina untuk melakukan fungsi pengawasan yang sifatnya masif. Sehingga, masyarakat pun bisa mendapatkan gas melon 3 kg dengan mudah dan harga murah.**
*) Wk Ketua Media Online Indonesia Kaltim