TINTAKALTIM.COM-Sukses di Kota Balikpapan dan jadi tuan rumah, Universitas Mulia (UM) di tahun 2020 menatap ke Jerman dalam agenda ICSINTESA. Bahkan event ini dijadikan bagian untuk branding universitas, sebab lebih berimplikasi positif terhadap kualitas perguruan tinggi dan dosen serta peneliti.
Demikian pandangan Rektor Universitas Mulia (UM) Agung Sakti Pribadi SH MH saat ditanya kaitan manfaat publikasi karya ilmiah bagi internal kampus UM dan harus lolos pada jurnal internasional dengan terindeks Scopus Q3.
“Saya melihat perguruan tinggi itu sudah jadi sumber penelitian dan pengembangan. Pembuatan paper lalu dipresentasikan dan lolos ke jurnal internasional, itu pekerjaan yang harus dilakukan secara tim. Dan UM punya sumber daya itu,” kata Agung kepada Tintakaltim.Com menjelaskan obsesi UM ke depan dalam kaitan mencetak sumber daya yang mampu bersaing di pasar global.
Agung lalu memberi ilustrasi, di mana tim UM yang terdiri dari kepala program studi (prodi), dekan serta para wakil rektor (WR) seperti Yusuf Wibisono, Sigit Sigalayan, Mohammad Adrianto dan Mundzir semua menjadi ‘super team’ yang menghasilkan terobosan pemikiran dan membuat inovasi di kampus.
Agung yang punya obsesi dan concern terhadap pengembangan pendidikan ini menyebut, ilmu pengetahuan itu besar manfaatnya. Tentu lewa publikasi sebuah karya ilmiah lalu lolos ke jurnal internasional dan dapat diakses seluruh dunia. Apalagi terindeks dengan Scopus Q3 yang telah dilakukan dosen dan peneliti dari Universitas Mulia.
Jika sudah bicara internasional, maka kata Agung paper yang dibuat itu landasannya tidak teori saja, tetapi motede ilmiah yang berisi data, fakta dan solusi mengenai suatu masalah yang diangkat. “Di Kaltim masih banyak persoalan yang dapat dijadikan karya ilmiah. Contoh, e-government, e-business dan kaitan informasi teknologi lainnya. Karena UM kampus basis teknologi, maka kita buat event skala dunia yakni ICSINTESA dan ini sudah jadi hak paten dan brand UM,” jelas Agung.
Sehingga kata Agung, untuk ICSINTESA di Jerman, Universitas Mulia sangat optimistis mampu tampil dengan karya ilmiah yang lolos dalam jurnal dengan indeks tinggi seperti Scopus Q3 itu. “ICSINTESA juga sebagai brand image Universitas Mulia yang menjadi kampus global. Sebab, di tahun 2020 akan kerjasama dengan Universitas Teknikal Malasyia Melaka (UTEM) yang menyiapkan lulusan dengan gelar PhD atau Dotor of Philosophy,” jelas Agung.
UPAYAKAN 100 PAPER
Secara terpisah, Ketua Panitia ICSINTESA Universitas Mulia tahun 2019 Linda Fauziyah yang sukses menggelar acara konfrensi internasional di Hotel Jatra pada 16 Oktober 2019 (bukan 17 Oktober seperti diberikan sebelumnya, Red), memperkirakan untuk kegiatan di Jerman diupayakan dapat masuk sekitar 100 paper. “Dari pengalaman ICSINTESA 2019 sudah dapat dilihat bagaimana kerja tim UM yang telah meloloskan jurnal bereputasi dan terindeks internasional. Tentu, rasa optimistis di Jerman dapat tercapai,” kata Linda.
Dikatakan, Jerman nanti akan jadi mitra ICSINTESA selain juga Malaysia dan negara lainnya. “Teman-teman UM khsusnya para dosen semangat karena menulis jurnal internasional terindeks Scopus. Itu target yang harus dicapai. Sebab, ada implikasi bagi para dosen dalam kaitan jenjang karier,” kata Linda.
Linda menyiapkan acara level internasional ini cukup lama. Bahkan, dirinya intens untuk melakukan monitoring dan evaluasi bersama panitia lainnya terkait menuju acara di hari H. Rapat-rapat untuk melihat progres kegiatan terus dilakukan. “Pihak yayasan yang langsung dipimpin Ketua Yayasan Airlangga Group Mulia Hayati Deviantie terus men-support agar acara kita sukses. Sehingga, ini yang membuat tim kerja keras demi kualitas,” jelas Linda.
Menurut Linda, dosen UM harus sering-sering menulis jurnal, sebab itu syarat agar dapat eksis masuk jurnal yang bereputasi. “Makanya tahun 2020 ICSINTESA di Jerman harus jadi moment berharga bagi UM untuk lolos lebih banyak di jurnal internasional,” ujar Linda yang juga sebagai presenter untuk sebuah paper karya dirinya dan tim UM ini.
Secara terpisah, Ketua Umum ICSINTESA dan SEMINATIKA 2019 Richki Hardi menambahkan, untuk membuahkan jurnal yang terindeks di Scopus atau bereputasi internasional membutuhkan waktu panjang. Apalagi harus ditulis dalam bahasa Inggris. “Makanya banyak juga yang tidak lolos, karena harus cermat dan memecahkan masalah,” kata Richki. (git)