Catatan: Sugito *)
TINTAKALTIM.COM-Selamat bertugas! Dalam nuansa 17 Agustus 2024 yang jadi rangkaian HUT ke-79 RI, Kaltim memiliki nilai kedekatan (proximity). Karena, upacara bendera dan detik-detik Proklamasi dilakukan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang biasanya digelar di Istana Negara Jakarta.
Dalam bulan Agustus tersebut, 45 anggota DPRD Balikpapan tepatnya pada 26 Agustus 2024 dilantik. Dan penulis sengaja menurunkan catatan ini agar ada spirit wakil rakyatku yang terpilih dari hasil pemilu legislatif (pileg) 2024. Mereka dilantik di Balikpapan Sport & Convention Centre (BSCC) atau Dome. Selamat ‘Merdeka Berjuang’
Predikat resmi panggilan yang terhormat akan disandangnya. Dan saat pelantikan, sesuai regulasi nanti pimpinan sementara akan dipegang Alwi Alqadri (Partai Golkar) dan dari Nasdem yang diambil dari peraih kursi terbanyak sesuai urutan.

Momentum Agustus, tentu dirasakan wakil rakyat kita. Karena, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menandakan bahwa Indonesia ini merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Apalagi, di antara mereka ada yang juga ikut upacara di IKN. Dan, Kota Balikpapan masuk daerah penyangga.
Sehingga, konsep perjuangannya pun bisa memiliki ide-ide bagaimana ke depan dalam masa bakti 5 tahun Balikpapan masuk kawasan aglomerasi (penggabungan) dengan daerah lainnya seperti ketika DKI Jakarta Ibukota dan memiliki aglomerasi bernama Jabodetabek.
Saya ingin memberi tafsir bahwa ‘Merdeka Berjuang’ bagi 45 wakil rakyat kita yang nanti dilantik adalah, ayo karena Merdeka itu menggambarkan pribadi maupun kelompok memiliki kemerdekaan, sehingga dari hati dan sanubarinya harus lahir memperjuangkan kepentingan rakyatnya di Balikpapan secara bebas dan ikhlas.
Merdeka Berjuang, setelah dilantik wakil rakyatku tentu harus ingat tujuhratus ribu lebih warga kota menunggu kerja nyata. Tugasmu berat maka tetaplah kuat.
Tahun 2024, dari data KPU Balikpapan calon legislatif yang berkompetisi saat itu adalah 645 caleg dan berebut kursi di DPRD Balikpapan. Karena kursinya hanya 45, maka dipastikan 600 caleg tidak duduk. Bersabar yang tidak jadi, bukan gagal tetapi suksesnya tertunda
Sebab, itulah risiko berpolitik. Jika terjun di politik memang bekalnya siap-siap kecewa. Dan, semua memiliki harapan (ekspektasi) ‘pasti jadi’, hanya tak mungkin kursinya di DPRD Balikpapan bertambah.
Bukan Anda yang salah, tetapi jika boleh dicermati, salah satu problem utama partai adalah gagalnya kaderisasi. Realitas menunjukkan bawa kader-kader terbaik partai tak mulus melenggang sejak mekanisme sistem proporsional terbuka diterapkan.

Mayoritas bertumbangan karena minimnya modal. Sehingga, kader gigit jari, merasa membangun partai tapi tak dapat apa-apa, karena itu fakta makanisme proporsional terbuka menyediakan pilihan ‘rakyat secara terbuka’.
Sehebat-hebatnya kader partai dengan segudang pengalaman dan senioritasnya, akhirnya kalah telak oleh kemampuan capital atau modal. Itulah kelebihan mekanisme proporsional terbuka.
Kegagalan kaderisasi itu jelas adanya di mekanisme. Karena sistem proporsional terbuka tak menjanjikan elektabilitas kader partai meski posisi teratas sebab kalah degan isi tas.
Tugas berat anggota dewan menanti. Orang awam menyebut, enak jadi wakil rakyat kerjanya santai. Bisa jalan-jalan kemana saja. Tentu pendapat itu sah saja. Bagi mereka yang tak bekerja labelisasi itu bisa terjadi.
Hanya, cermati sejak awal. Mereka berjuang, blusukan dan mengorbankan waktu serta keluarga. Yang paling besar adalah beaya untuk meraup suara.
Sebab, masyarakat sudah pragmatis sehingga orientasinya Nomor Piro Wani Piro (NPWP) bukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jadi, miliaran duit pun melejit demi raupan suara selangit.
Saya mengistilahkan, kalau jadi anggota dewan modalnya harus tawadu (tau warna duit) jangan tawakal (tak bawa bekal). Sehingga, jangan salahkan caleg waktu itu mereka berjuang dengan duit.

Itulah cost politics. Tidak ngambur maka suara terhambur. Terlalu idealis menyebut money politics karena semua menganut azas 3S (sama-sama senang).
Makanya, jangan heran ketika baru dilantik seluruh anggota DPRD harus menggadaikan surat keputusan (SK) demi mendapatkan fulus agar hari-harinya bisa mulus.
Penulis ingin berbagi catatan ini sebagai bahan dan referensi atau khazanah keilmuan, bahwa mindset kita harus rasional. Karena, tugas anggota DPRD berat itu fakta adanya
Artinya, diperlukan figur yang ‘tahan banting’ dan menggunakan kapasitas. Kalaupun mereka datang dan ikut-ikut rapat saja itu menurut saya sudah regulatif.
Tugas anggota DPRD itu berat karena ada 3. Punya hak legislasi, hak budget dan hak pengawasan. Kalau mengacu tata-tertib sebenarnya seabrek. Sehingga, sering waktunya selalu sibuk. Hanya, jika ada waktu longgar, jangan sampai manakala konstituen ingin bedapat lalu dibilang rapat.
Bagi anggota DPRD yang baru, tatib dewan itu mengatur rapat memang banyak. Ada 14 jenis rapat di antaranya, rapat paripurna, rapat pimpinan, rapat fraksi, rapat konsultasi, rapat badan musyawarah, rapat gabungan komisi, rapat anggaran, rapat badan kehormatan, rapat panitia khusus, rapat kerja, rapat dengar pendapat dan rapat dengar pendapat umum.
Penulis yang pernah bertugas di gedung DPRD maupun DPR-MPR (Senayan), sangat merasakan. Dan semua rapat itu terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.
Dan seluruh anggota DPRD wajib hukumnya rapat dan ada tanda bukti rapatnya. Jika tak rapat berarti ingkar terhadap dirinya dan konstituen.
Itulah fakta anggota DPRD. Mereka dibayar untuk berkomentar. Salahsatunya ngomong tapi diimbangi dengan skill. Bukan asal ngomong. Karena, mereka juga melayani pengaduan masyarakat dan aspirasi
Sebab, itulah tatibnya karena haknya pun melekat seperti hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Dan, dari hak itu mereka akan mengajukan pertanyaan, mengajukan rancangan perda dan menyampaikan usul serta pendapat.
ALERGI KRITIK
Ingat, DPRD jangan alergi kritik karena rakyat boleh bersikap kritis. Tugasnya direcokin untuk hal-hal positif dan itu sah saja. Hanya, warga pun kritiknya yang konstruktif, jangan fitnah. Apalagi tanpa data.
Memang kritik itu beragam. Ada kritik konstruktif tujuannya perbaikan. Kritik formatif untuk proses pembelajaran, kritik evaluatif untuk menilai hasil kerja. Dan, semua itu dengan data.
Jika tak ada datanya berarti kritik destruktif yang sengaja tujuannya negatif dan ingin menjatuhkan, menghancurkan tanpa pertimbangan, tentu ini keliru. Dan kritik tak harus ada solusi, kecuali diminta.
Mengapa ada kritik. Karena, sesuai PP Nomor 12 Tahun 2018 Pasal 129, anggota DPRD harus menerima, menampung, menyerap dan menindaklanjuti pengaduan dan aspirasi rakyat sesuai dengan tugas dan fungsi anggota dewan
Di luar ketiga itu, fungsi anggota dewan tak berwenang. Misalnya hal teknis yang menjadi tugas walikota, wakil walikota dan organisasi perangkat daerah (OPD) itu domain eksekutif.
Alasannya, karena gubernur, bupati, walikota itu merupakan pemegang kekuasaan eksekutif dan sekaligus bisa legislatif, meskipun pelaksanaan legislatif itu harus mendapat persetujuan DPRD yang jadi lembaga kontrol terhadap kekuasaan pemerintah. Di sinilah bahwa DPRD bukan aktor dominan.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang pemda, disebutkan walikota wajib mengajukan raperda dan menetapkannya jadi perda dengan persetujuan DPRD. Artinya, DPRD itu bertindak sebagai lembaga pengendali yang dapat setuju dan menolak serta melakukan perubahan. Juga punya hak inisiatif perda sendiri.
Anggota DPRD itu pejabat politis, punya hak amandemen. Bisa menolak usulan walikota, bupati ataupun gubernur atas rancangan yang diajukan. Sehingga, diperlukan pemahaman anggota dewan.
Sebagai legislator, harus belajar regulasi atau aturan yang sudah ditetapkan bersama dengan eksekutif. Sehingga, fungsi-fungsi DPRD itu berjalan. Jangan sampai ada bahasa di masyarakat kalah dengan eksekutif karena sudah terdidik dan terlatih dalam membuat kebijakan publik.
STUDI BANDING
Anggota DPRD yang baru maupun lama, belajar diperbolehkan atau studi banding, karena itu diatur dalam tatib
Tatibnya berbunyi hak dewan mengikuti orientasi dan pendalaman tugas atau studi banding. Ada di Pasal 86 tatib bunyinya: Orientasi dan pendalaman tugas dapat dilakukan pemerintah dan anggarannya dibebankan pada penyelenggara.
Ini yang baru dilantik silakan belajar, karena kerja Anda 5 tahun. Tapi, jangan sekadar membanding-bandingkan daripada studinya. Aspek ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) diperlukan.
KODE ETIK
Ini paling penting, 45 anggota DPRD mutlak harus memperhatikan aspek moral. Karena, keberadaannya seperti profesi dokter, wartawan, lawyer punya kode etik yang menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas anggota dewan.
Makanya, wakil rakyat punya hak imunitas. Dia punya hak membicarakan dan menyatakan secara tertulis dan tidak dapat dituntut di depan pengadilan. Tapi tetap patuh hukum.
Jadilah anggota DPRD yang inklusif (terbuka kepada semua orang). Wakil rakyat harus menjaga performa partai yang mengusungnya. Ibarat produk, ia harus mampu menjadi packaging yang baik, simpatik dan tidak arogan.
MEDIA DARLING
Anggota DPRD ya harus pencitraan. Makanya, harus disukai, disenangi media atau biasa disebut media darling. Jika ingin masuk dalam pilihan itu, maka anggota dewan harus rendah hati, otentik, terbuka dengan media dan pemikirannya out of the box.
Ramah kepada wartawan, gampang dihubungi itu menjadi strategi dan perlu membangun persahabatan, misalnya mengundang ngopi bareng, makan bareng sekadar untuk berbagai informasi seperti hasil blusukan ke warga bisa jadi berita serta lainnya dan dipublis wartawan
Paling penting, anggota dewan itu harus menciptakan hal-hal baru. Sehingga, wartawan mendapatkan sudut pandang (angle) berbeda khususnya dalam aktivitas kedewanan.
Misalnya, yang sifatnya enak dilihat mata atau eye catching. Dan itu bisa jadi foto menarik lewat anggota dewan. Bisa diciptakan atau by design aktivitas dewan, sehingga fotonya terlihat bagus dan cantik. Sedang rapat, sedang turun ke lapangan dan lainnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi dewan.
Menciptakan media darling bagi anggota DPRD itu perlu, karena tugas-tugas wakil rakyat itu berhubungan dengan kepentingan rakyat. Sehingga ketika rakyat senang, maka bisa dipilih kembali periode berikutnya. Sayang toh, 5 tahun jadi anggota DPRD tapi wajahnya tak pernah sekali pun termuat di media?
Hanya, tetap juga bersahabat dengan wartawan yang profesional yakni bekerja di sebuah media resmi (berbadan hukum) dan mentaati kode etik jurnalistik dan UU Pers serta beretika. Karena itu kriteria wartawan profesional bukan abal-abal. Dan, wartawan juga harus tunduk dan patuh dengan azas keseimbangan (cover both side) sebab diatur dalam UU Pers.
Patut dicamkan, anggota DPRD jangan menghindar dari wartawan, sebab hak untuk mendapatkan, mengolah dan menyampaikan informasi sepenuhnya dijamin negara dan tugas wartawan dilindungi Undang-Undang untuk menghimpun informasi atau mendapatkannya (how to get).
Jika keberatan dengan pers, silakan melakukan hak jawab, hak koreksi dan pengaduan ke dewan pers. Kalau hak jawab pihak yang merasa dirugikan, tetapi hak koreksi itu kekeliruan data teknis dan faktanya berbeda di lapangan. Silakan sampaikan ke wartawan.
Jangan melihat pers ‘sebelah mata’. Ciptakan good news is good news (berita yang baik yang memang baik dan memberi inspirasi). Tetapi, boleh juga bad news is good news demi pengawasan.
Karena, pers itu adalah Pilar Keempat Demokrasi selain eksekutif, legislatif dan yudikatif baru pers. Tetapi, keberadaan pers bisa mengoreksi kebijakan 3 pilar tadi (eksekutif, legislatif dan yudikatif), sehingga jurnalis media cetak, elektronik maupun online adalah sahabat anggota DPRD dan pilar-pilar lainnya tadi.
Di tengah perkembangan platform digital dan media sosial, yang patut dicatat adalah, media wajib profesional dalam membuat karya jurnalistik yang memiliki azas keseimbangan, (cover both side), melakukan verifikasi, mencerna dan menyaring informasi hingga menghasilan berita yang dipercaya (kredibel).
Selamat bertugas, semoga 45 anggota DPRD Balikpapan dapat memberi kontribusi positif untuk pembangunan dan penyambung aspirasi kepentingan masyarakat Kota Balikpapan.
Sejatinya, politik itu tidak kejam, tapi kelakuan para politisi yang koruplah yang membuat politik menjadi terpuruk dan busuk. Salam Hormat untuk Wakil Rakyat yang Terhormat, Selamat Merdeka Berjuang. Nusantara Baru, Balikpapan Maju.**
45 Anggota DPRD BALIKPAPAN YANG DILANTIK:
- Alwi Alqadrie (Golkar)
- Hj Muliati (Golkar)
- Fauzi Adi Firmansyah (Golkar)
- Ryan Indra Saputra (Golkar)
- Hj Kasmah (Golkar)
- Gasali (Golkar)
- Subari (Golkar)
- Suryani (Golkar)
- H Yusri (Golkar)
- Wahyullah Bandung (Golkar)
- Hj Suwarni (Golkar)
- Doris Eko Rian Desyanto (Golkar)
- Fadilah SH (Golkar)
- Andi Arif Agung (Golkar)
- Nelly Turuallo (Golkar)
- Aguslimin (Golkar)
- Hj Yusdiana (Nasdem)
- H Baharudin Daeng Lala (Nasdem)
- Puryadi (Nasdem)
- Suwardi Tandiring (Nasdem)
- Yono Suherman (Nasdem)
- Siska Anggraini (Nasdem)
- Vera Yulianti (Nasdem)
- Budiono (PDIP)
- H Haris (PDIP)
- Muhammad Najib (PDIP)
- Suwanto (PDIP)
- Rahmatia (Gerindra)
- Muhammad Taqwa (Gerindra)
- Muhammad Raja Siraj (Gerindra)
- Siswanto Budi Utomo (Gerindra)
- Danang Eko Susanto (Gerindra)
- H Aminuddin (Gerindra)
- Taufiqul Rahman (PKB)
- Halili Adi Negara (PKB)
- Sufyan Jufri (PKB)
- Muhammad Hamid (PKB)
- Jafar Sidik (PKS)
- Laisa Hamisah (PKS)
- Lim (PKS)
- Ari Sanda (PPP)
- H Iwan Wahyudi (PPP)
- Simon Sulean (Hanura)
- Syarifuddin Odang (Hanura)
- Mieke Henny (Demokrat)
*) Direktur Tintakaltim.Com, Wk Ketua Media Online Indonesia, Wk Ketua Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Kaltim