Penulis: Sugito )*
TINTAKALTIM.COM-Ponsel yang kita pegang (smartphone) yang ada di genggaman kita dan selalu terhubung ke dunia luar. Itulah instrument teknologi. Dunia sudah pesat kemajuannya, sehingga, dunia pendidikan dan dunia kampus pun harus ‘melompat lebih tinggi’ sampai meraih presetasi yang global.
Itulah rancangan yang dilakukan Universitas Mulia (UM). Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Kota Balikpapan ini, telah mendesain lulusannya ke depan harus mampu ‘berinteraksi’ dengan dunia luar. Atau punya skill yang tak hanya lokal. Langkah itu direalisasikan dengan membentuk bidang Riset, Inovasi dan Kerjasama Internasional.
Aktualisasinya, di bawah kendali Wakil Rektor IV Ir Muhammad Adrianto MSc yang punya cita-cita besar menjadikan UM pusat learing centre dalam ketiga bidang tadi. “Bidang riset, harus juga punya mutiplier effect dan hasilnya dirasakan masyarakat. Karena itu masuk dalam tri dharma perguruan tinggi. Dan perlu diingat, perguruan tinggi bukan hanya mendidik orang memiliki kompetensi tapi harus dapat berguna dan bermanfaat secara ekternal,” kata Adrianto saat berbincang dengan Tintakaltim.Com kaitan pengembangan UM ke depan.
Dosen dan universitas, punya korelasi dalam hal penelitian. Karena, yang terjadi di UM lebih fokus pada sisi pengajaran. Padahal, dosen bertugas ada 3 domain yakni pengajaran, pengabdian dan penelitian. Jadi penelitian bukan ‘pekerjaan kedua atau sampingan’. Tak heran sekarang effort penelitian didorong di Universitas Mulia untuk bidang teknologi informasi yang sudah jadi trend atau ‘technology driven’ di dunia.
“Sederhananya teknologi sekarang itu sudah terintegrasi luas termasuk dalam sisi bisnis. Nah, Universitas Mulia punya pengalaman panjang di bidang ini, karena menjadi universitas pertama yang mengembangkan IT di Kalimantan sejak tahun 2000 ketika bernama Stikom,” kata Adrianto.
Bicara riset, harus diakui sebenarnya Kaltim menurut Adrianto menjadi leader. Bahkan sudah leading misalnya di bidang kehutanan, tropical basah dan ada ahlinya sampai punya institusinya. Tapi bidang teknologi belum menonjol. Nah, Universitas Mulia punya pengalaman panjang sejak bernama Stikom, Stimik dan sentra pendidikan bisnis di Samarinda. Bukan saja terbesar tetapi yang pertama yang punya ahli dan dosen serta ribuan alumni sudah eksis dan memberi kontribusi di pasar kerja.
Effort penelitian ini terus didorong UM, diakui bidang informasi-teknologi masih jauh dengan universitas di Jawa, tapi sekarang proses penelitian telah dilakukan yang pelakunya mahasiswa dan dosen baik bentuknya skripsi atau penelitian via Dikti. “Asumsi saya bidang penelitian ini begitu potensinya besar hanya masih seperti gunung es, baru tampak di permukaan, sehingga perlu didorong maksimal,” ujar Adrianto
Dosen sekarang dituntut untuk melakukan penelitian bukan hanya skala nasional tapi internasional. UM juga punya ribuan programmer dan ahli network, yang siap membantu mengembangkan universitas. Perlu pendekatan khusus, tidak hanya ngasal. Peningkatan kompetensi dosen salah satunya harus melakukan penelitian yang hasilnya dipublikasikan melalui jurnal internasional.
Proses ‘internasionalisasi’ itu pada Oktober 2019 mendatang UM menggelar event ICSINTESA atau Internasional Conference of Science and Information Technology in Smart Administration di salah satu hotel di Balikpapan. “Kegiatan ini bisa dijadikan show case. Karena, UM sudah memiliki 15 hasil penelitian yang siap tayang untuk dipresentasikan dan dipublikasi internasional untuk index Scopus level Q3. Ini level tertinggi dan sekitar 40-50 dosen UM akan terlibat melakukan penelitian,” kata Adrianto.
Kaitan inovasi UM, jika diestimasi, tiap tahun lulusan S1 Informatika paling besar peminatnya. Bisa sampai 500 mahasiswa lulus dan itu suatu asset yang membanggakan. Mereka punya skill. Yang masih belajar saja sudah menunjukkan kapasitasnya. Itu dapat dilihat dari skripsi mahasiswa yang canggih-canggih. Bahkan, ada seorang mahasiswa berpikir visioner.
Mahasiswa itu, menciptakan penemuan dengan menggunakan sistem Internet of Thins (IoT) dengan peralatan semacam arduino atau platform yang dirancang memudahkan penggunaan elektronik yang sangat populer di dunia. “Mahasiswa itu menghubungkan alat ke jaringan. Dan alat ditempel di sepeda motor. Sehingga, kalau motornya hilang dapat di-tracking menggunakan smart phone, bisa diketahui di mana lokasi sepeda motor itu. Ini produk luar biasa. Saya boleh sebut mahasiswa UM sudah membuat aplikasi alat ‘Anti Maling,” jelas Adrianto semangat.
Apa yang disampaikan Adrianto hanya contoh kecil. Masih banyak penemuan di UM canggih-canggih. Itulah kualitas. Tapi ingatnya, UM jangan hanya jadi ‘Menara Gading, punya banyak imu, punya karya tapi tidak keluar ke masyarakat. Sehingga, Adrianto melakukan upaya maksimal, agar karya-karya mahasiswa dapat di-launching bahkan dimanfaatkan masyarakat.
Karena, Adrianto yakin era informasi teknologi sangat dahsyat. Bisa menumbuhkan karya-karya digital dan mampu menghasilkan revenue atau rupiah jumlahnya besar. Itu dibuktikan Adrianto dengan mengembangkan ekonomi kreatif. Ia terjun langsung menjadi pelaku usaha di Yogyakarta. Semacam side job tapi implementasi dari skill yang dimiliki.
Apa itu, diracangnlah aplikasi lokal tetapi seperti produk luar negeri. Lahirlah dua game online yakni Piackaface dan Hexatar dan sudah mendapatkan income lewat Google adsense dan penggunanya pun banyak orang-orang luar negeri. Itu dibuktikannya karena setiap tanggal 21 tiap bulan ada istilah pay-day di kantor pos Yogyakarta. Istilahnya, pelaku industri kreatif mendapat ‘gajian dari Google’. “Coba bayangkan, saya pernah melihat anak muda antre termasuk saya juga antre mengambil gaji itu. Mereka membawa ransel isinya uang Rp100 ribuan. Dahsyat, ini karena bermain bisnis online dan kreatif lewat blog, youtub channel misalnya yang tidak ada limit,” jelas Adrianto yang menambahkan, dirinya pun sudah mendapatkan ‘gajian Google’ dan nilainya lumayan.
Bukan itu saja, dunia kreatif di Yogyakarta melompat lebih tinggi. Hingga ada yang gajian per bulan nyaris miliaran. “Saya yakin dengan kualitas orang Indonesia. Kuncinya tidak boleh minder. Karena dunia informatika di seluruh dunia sama,” ujarnya.
Bicara dunia informatika, kalau coding di Indonesia itu tentu tidak berbeda dengan coding di Silicon Valley, perusahaan yang bergerak di bidang komputer dan semi konduktor yang terkenal di California AS. Teknologinya sama, bahkan bisa belajar misalnya secara tutorial dengan India seperti di Hyderabad. “Kultur kita ini memang berbeda dengan orang asing. Harus dipompa untuk rajin, telaten dan tidak pernah berhenti belajar. Pasti sukses itu dapat diraih,” jelas Adrianto
Untuk itu, jangan sampai ada barrier, apalagi Bahasa Inggris yang jadi momok setiap orang. Sebab, sekarang sudah ada Google Translate. Semua bisa dipelajari dengan mudah. Kuncinya ada kemauan keras, asalkan etos kerjanya didorong lebih tinggi. Apalagi UM dan atas dukungan rektor telah memberi kesempatan dan membuka gerbang generasi muda agar mampu bersaing di dunia global.
Atas dasar itu, menurut Adrianto, wawasan Rektor Universitas Mulia Agung Sakti Pribadi yang ‘mengglobal’ sangat men-support semua hal yang bernunasa kemajuan dan global. Sehingga, bidang riset, inovasi dan kerjasama luar negeri sepakat untuk menjadikan UM wahana belajar. Itu direalisasikan dengan rencana membangun ‘Inkubator Bisnis Teknologi’ yang sekarang telah dipersiapkan working space.
Sebenarnya working space, lebih tertuju untuk wadah pekerja pelaku start-up. Dan itu ruang bersama yang digunakan untuk melakukan pekerjaan. Dibangun di Univesitas Mulia karena visi universitas ingin mencetak sebanyak-banyaknya pelaku start up. Dosen dan mahasiswa berbaur dan belajar, berkarya bersama. Desainnya pun ada cafeteria yang dapat dimanfaatkan 24 jam. Tentu, dipersiapkan bagi mahasiswa yang ingin berinovasi tanpa henti.
Alasannya cukup mendasar kata Adrianto, mengapa star-up jadi target, karena dapat menstimulasi dosen dan mahasiswa melakukan terobosan baru di Universitas Mulia. Jika dihitung ada ribuan lulusan Universitas Mulia di Provinsi Kaltim yang skill bidang teknologi dan ‘otak kirinya’ dimanfaatkan maksimal maka UM akan jadi semacam ‘kawah candradimuka’ , sebab UM punya full of talent bidang teknologi.
Alasan Adrianto menggunakan istilah candradimuka, karena dari cerita pewayangan, itulah suatu tempat untuk penggembelangan pribadi agar mejadi orang yang memiliki karakter pribadi kuat, terlatih dan tangkas. “Analogi candradimuka itu adalah Universitas Mulia. Makanya para orangtua jangan khawatir menguliahkan anaknya di universitas yang sekarang punya 11 program studi. Sebab, rektorat dan Rektor UM sangat punya visi ke depan mencetak lulusan siap diterima di pasar kerja,” kata Adrianto.
Justru yang membuat Universitas ‘melompat dunia global’ adalah, di tahun 2020 melakukan kerjasama internasional dengan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan negara Malaysia. Yakni, kerjasama proses pengajaran dan pengembangan kualitas dengan Universitas Teknikal Malaysia Malaka atau UTEM. Ini universitas negeri terbesar di Malaysia dan berkualitas di bidang teknis seperti IT dan teknologi manajemen. Sistem rekayasa di universitas ini pun sudah mendapat akreditasi oleh Washington Accrod. “Jadi nanti ada program PhD atau doctor of philosophy. Ini bidang akademik tertinggi di bidang keilmuan. Tentu nanti keilmuannya bidang teknologi. Bayangkan ada di Kota Balikpapan dan itu di Universitas Mulia. Kita satu-satunya universitas di Kalimantan yang dipilih,” kata Adrianto bangga.
Sehingga, ke depan, masyarakat di Kalimantan bahkan Indonesia, tidak perlu khawatir untuk kuliah di Universitas Mulia. Karena, UTEM adalah universitas satu-satunya yang masuk ‘Worlds Top 100 Universities dari QS Word University Rangkings. “Kita tidak main-main mengangkat kualitas Universitas Mulia di tingkat global. Makanya tagline Global Technopreneur Campus itu bukan ecek-ecek. Atau istilah anak sekarang kaleng-kaleng. Itu bukti nyata. UTEM juga universitas 5 besar di Malaysia. Jadi untuk mendapatkan gelar doktor atau PhD nggak perlu ke luar negeri lagi,” beber Adrianto.
Untuk itu, mahasiswa jangan pernah behenti belajar. Sukses lahir dari etos kerja dan semangat. Juga tidak hanya belajar di kampus tapi luar kampus. “Percayalah, Univesias Mulia mendidik mahasiswa siap di pasar kerja dan jangan pernah ada kebosanan jika belajar teknologi. Sebab, cepat puas itu adalah ‘modal bahaya’ masa depan. Makanya, semangat dan semangat. Apalagi nanti Ibukota Indonesia akan dipindah ke Kalimantan. Semakin menggobal UM,” pinta Adrianto pada mahasiswa baru ketika menutup perbincangannya dengan Tintakaltim.Com.**
)* Direktur Utama Tintakaltim.com