TINTAKALTIM.COM-Sebagian rombongan ada yang terkejut. Karena, Walikota Balikpapan H Rahmad Mas’ud SE ME dan istri Hj Nurlena saat di Sulawesi Barat (Sulbar) sempat ziarah ke makam. Dan, di batu nisan tertera nama Cindara.
Sontak, ini jadi bahan perbincangan. Karena, jika bicara nama Cindara, maka nama itu tertuju pada anak sulung pasangan Rahmad Mas’ud-Hj Nurlena. Bahkan, nama tersebut juga dijadikan brand nama perusahaan PT Cindara Pratama Lines yang bergerak di bidang BBM dan perkapalan.
Canda walikota terjadi di lokasi makam itu. Ia lalu meminta sang anak Hana Fatiah untuk melakukan video call (VC) di makam itu. “Coba kau hubungi Cindara, ada nama Cindara di sini,” kelakar walikota disambut senyum sang anak.
Lokasi makam masih di kawasan Malunda yang masuk Kabupaten Majene. Dan makam bernama Cindara itu adalah sosok yang berjasa dan masuk dalam turunan kesultanan.
“Jadi almarhum Cindara itu orang yang juga terpadang di Malunda, sehingga Pak Walikota dan istri serta keluarga menghormati jasa perjuangan almarhum. Itu sudah jadi kebiasaan dan sifat keluarga walikota. Bahkan, nilai-nilai kebaikan almarhum diharapkan bisa jadi membekas dalam sisi spiritual ziarah itu,” kata Hajar Nuhung, keluarga Rahmad Mas’ud tersebut.
Masa cuti Walikota Balikpapan H Rahmad Mas’ud SE ME di Sulbar terus dilanjutkan untuk ziarah. Jika sebelumnya ada sejumlah makam keluarga dikunjungi, kali ini ada 3 tempat yang letaknya juga penuh tantangan karena harus dilalui mendaki.
Di makam yang harus dilalui Rahmad dan istri serta anaknya, masih di kawasan Malunda menempuh ke tempat itu dengan jalan menanjak. Karena, posisinya ada di bagian atas lokasi perkampungan warga.
Makam itu adalah Siti Hawa Daeng Mala’bang Pua Bunga Berang, Pua Buraera yang mendapat tiga gelar yakni Ada’, Baligau dan Maradika sebagai bentuk penghargaan dirinya mengabdi selama hidupnya.
Menurut Hajar Nuhung, gelar itu semua adalah kebangsawanan atau kelas sosial yang terdiri tiga lapisan sosial yakni lapisan atas yang terdiri dari golongan bangsawan (todiang laiyana), golongan orang kebanyakan (maradika) dan golongan bangsawan yaitu daeng bagi bangsawan raja dan puang bagi bangsawan adat.
“Orang Malunda yang suku Mandar itu sangat mengingat jejak perjuangan para ulama pendahulu seperti ulama kharismatik di Malunda yakni KH Muhammad Husain yang merupakan putra ketiga dari pasangan Puaq Bunga yang berasal dari Malunda dan keluarga dengan Pue Rakkang atau Cindara. Nah, mereka semua disebut qadi atau Puang Kali sehingga dikenal dengan sebutan Puang Kali Malunda,” urai Hajar Nuhung yang warga Malunda dan sudah tinggal di Balikpapan ini.
Secara harfiah kata Hajar, makam Siti Hawa itu adalah orang yang memang memiliki filosofi kehidupan menjalankan kebijakan yang di era sekarang disebut ‘trias politika’ yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. “Jadi itulah keistimewaan makam itu, sehingga Pak Wali dan istri serta keluarga melakukan ziarah,” jelas Hajar Nuhung.
Menuju makam itu, walikota dan istri harus menanjak. Tetapi, kebiasan walikota yang selalu harmonis, ia menggandeng sang istri tercinta. “Pelan-pelan bu, licin,” ujar walikota.
Dan makam terakhir yang diziarahin adalah tiga makam yang berada dalam satu kompleks yakni Syarifah Mahalia binti Syekh Mihdaral Alqadri, KH Husain bin Cindara dan H Sadanal Qadri bin Syekh Habi. Mereka secara silsilah masih keluarga dari H Rahmad Mas’ud SE.
SEDEKAH
Sebelum walikota berangkat ziarah, kebiasaan yang lahir dari ketulusan dirinya terjadi. Ia membagi-bagikan sedekah kepada warga se-kampung Malunda. Tua-muda dan anak-anak pun mendapat zakat dari orang nomor 1 di Balikpapan ini.
Suasana pembagian sedekah berjalan penuh kekeluargaan. Tetapi, pengawal pribadi (walpri) yang memang harus mendampingi calon walikota dalam Pilkada 2024 terus melakukan pengawalan.
“Yang tertib ya, jangan dorong-dorongan,” kata Andi Soleh yang ikut dalam rombongan ke Sulsel-Sulbar itu untuk proses pendampingan.
Sore harinya, walikota-istri dan anaknya beserta rombongan harus berendam di wisata alam kali Mamuju. Semua menikmati aliran air yang berasal dari gunung yang masih jernih dan alami.
Dan, memupuk silaturahmi dalam wisata religi ini, walikota dan istri mengajak semua rombongan untuk menikmati makan siang di Coto Makassar Paraikatte di Mamuju. “Yang makan ketupat sedikit, itu yang bayar ya,” kelakar walikota disambut tawa rombongan. (gt)