TINTAKALTIM.COM-Kehadiran polisi di tengah masyarakat kadang dibenci. Tapi juga dirindu. Di satu sisi banyak prestasi yang diukir Polri buat masyarakat tapi ada juga masalah dibuat oknum polisi pada masyarakat.
Contohnya, jika di jalan kena tilang, maka saat itu benci polisi. Tetapi, ketika ada persoalan, maka harus minta dukungan kepolisian, dan saat itu polisi sangat diperlukan dan dirindukan keberadaannya.

“Saat covid-19 melanda, polisi begitu banyak membantu. Di saat itu, kerinduan polisi luar biasa dari masyarakat. Harusnya, melihatnya secara jernih,” kata anggota Komisi III (bidang hukum) DPR-RI Supriansa SH MH saat menjadi narasumber di acara Diskusi Publik bertemakan Polri dan Semangat Kemerdekaan Menuju Indonesia Maju yang digelar di Hotel Grandika Jakarta, Rabu (9/08/2023).

Acara itu dibuka Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dr Sandi Nugroho diwakili Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan sekaligus membacakan sambutan.
Acara yang dipandu moderator Fristian Gries (jurnalis) dan digagas Divisi Humas Polri ini, menghadirkan narasumber selain Anhar Gonggong, juga anggota DPR-RI (komisi III) Supriansa SH MH, Ir Handaka Santosa (Kadin Indonesia) dan Kasubditbang Pusjarah Mabes Polri AKBP Edi Purnawan SPd MM.

Polda Kaltim mengikuti acara itu secara zoom meeting yang dipimpin Kabid Humas Kombes Pol Yusuf Sutedjo yang mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, rektor/mahasiswa dan kepala sekolah/siswa di ruang rapat utama (Rupatama) Polda Kaltim Jln Syarifuddin Yoes.
Menurut Supriansa, dalam melaksanakan tugas aparat kepolisian tak jarang terpaksa menggunakan upaya paksa. Tindakan ini membuat polisi menjadi sosok yang dibenci, padahal itu harus dilakukan seperti langkah-langkah represif.

“Saya ini saat mahasiswa penggerak demo. Tetapi, tetap mengikuti regulasi. Kalau polisi melakukan tindakan represif itu karena memang oknum mahasiswa mulai terlihat anarkis,” ujar Supriansa yang mantan ketua senat mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini.
Menurut Supiransa, polisi itu memelihara keamanan dan ketertiban di masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan serta mengayomi masyarakat. Kadang masih dilihat sebelah mata dan dicibir.
“Saya setuju, polisi baik-baik itu diangkat ke permukaan. Tapi sekarang polisi sudah melakukan tranformasi mental untuk menunjukkan sikap humanis. Kalau demo, ada strategi baru polwan di depan dan cantik-cantik, ini secara psikologis membantu meredam gerakan mahasiswa,” kata Supriansa sembari tersenyum.

Disebutkan Supriansa, bersama Kejaksaan Agung, Polri menjadi harapan masyarakat dalam menjadikan Indonesia dipandang sebagai negara hukum. “Jangan tumpul ke teman, tapi tajam ke orang tak dikenal,” ujarnya
Memang katanya, terkadang polisi dilematis (police dilemma) atau buah simalakama. Kalau diam saat demo dan dilempari nanti fatal terkena polisinya, tetapi ketika melakukan tindakan disebut polisi brutal dan lain sebagainya.
Hanya katanya, polisi sekarang sudah lebih baik, dirinya di Komisi III DPR-RI sangat memberi apresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Karena, komunikasinya enak dan sangat humble. Ini contoh pimpinan yang harus ditularkan ke bawahannya.

“Kalau saya chat WA, tidak lama balasnya. Paling 1 jam dibalas, karena kesibukannya. Tapi tetap dibalas. Ini ada, kapolda di-chat tak dibalas-balas. Nanti, seminggu baru dibalas bahkan ada yang tidak balas. Padahal chat dibaca,” contoh Supriansa jebolan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar yang tak menyebut kapolda mana.
RESTORATIF JUSTICE
Supriansa juga menegaskan, sekarang Polri sudah melakukan keadilan restoratif. Pendekatan ini sudah dilakukan di seluruh Indonesia dalam menyelesaikan perkara dan tak sampai ke meja hijau.
“Ini wujud polisi humanis. Karena langsung diatur dalam peraturan Kapolri (perkap) bahkan diinstruksikan agar penyidik Polri mengutamakan pendekatan keadilan restorative dalam menangani perkara. Tapi perkaranya memenuhi syarat materil dan formil,” kata Supriansa yang sedang menyelesaikan gelar doktor hukumnya ini.

Menurut Supriansa, sehingga stigma negatif kepada Polri hendaknya juga tidak selalu muncul. Melihatnya proporsional. “Tapi kan keadilan restoratif itu tidak semua bisa didamaikan. Ada perkara-perkara khusus saja tapi itu sudah baik saya melihatnya,” ujar Supriansa, yang menambahkan bahwa restorative justice adalah upaya menyelesaikan tindak pidana secara damai.
Sementara itu, AKBP Edi Purnawan menjelaskan, sejarah Polri dari masa penjajahan hingga era kemerdekaan. Sementara masa lalu itu, jadi modal polisi di masa datang dan saat ini.
Sedang Handaka Santosa dalam uraiannya juga mengatakan, sekarang ini ekonomi sedang baik. Itu juga karena kamtibmas terjaga atas dukungan polisi.
Kuncinya kata Jaka, pemerintah harus meciptakan kondisi ramah investasi di Indonesia dan Indonesia sebagai tujuan wisata belanja harus direalisasikan bukan hanya slogan. “Pada triwulan 2 tahun 2023 konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi sekitar 2,77 persen. Ini juga karena faktor keamanan atas dukungan Polri,” ujarnya. (gt)