TINTAKALTIM.COM-Teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau kompresi jantung yang berkualitas dan biasa disebut CPR itu siklusnya 30 kali kompres ditambah dua kali napas buatan kepada korban, sehingga henti napas dan jantung bisa diatasi dengan cepat.
“Penyakit jantung itu pembunuh nomor 1 di dunia. Kapan dan di mana saja bisa menyerang korban. Ini harus ditangani dengan cepat. Jika tidak, korban bisa mengalami kematian,” kata dr Putu Chindra Prameswari dari Bidang Dokkes Polda Kaltim saat memberikan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Terminal Batu Ampar, Rabu (13/06/2024).

Pelatihan itu bekerjasama dengan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kaltim Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dibuka Kapolda Kaltim Irjen Pol Nanang Avianto yang diwakili Kasub Bid Dokpol Biddokkes Polda Kaltim AKBP dr I Gusti Gede Dharma Arimbawa Sp FM sekaligus mewakili Kabiddokkes Kombes Pol dr B Djarot. Acara dihadiri Pengawas Terminal Batu Ampar Sulis Setyawan S Kom dengan peserta pengemudi angkutan umum, instansi/ormas dan pelajar.
Menurut dr Chindra, BHD itu serangkaian usaha awal untuk mengembalikan fungsi penafasan atau sirkulasi pada seseorang yang mengalami henti nafas dan jantung.

Kegiatan BHD itu melewati langkah RJP, menurut dr Chindra ada tahapan dan langkah-langkah. Misalnya dengan melakukan pijat jantung yang tahapannya adalah melihat apakah tak ada denyut nadi.
“Gunakan pangkal telapak tangan dengan dibantu tangan yang lain di atasnya dan tekan sedalam kira-kira 4-5 cm pada orang dewasa,” urai dr Chindra sambil meminta sejumlah peserta mempratekkan lewat alat peraga boneka panthom agar peserta mendapatkan edukasi maksimal.

Langkah-langkah BHD kata dr Chindra, awalnya memeriksa keadaan korban. Lalu, cek repons korban setelah dilakukan RJP dengan rangsangan suara seperti dipanggil dan rangsangan nyeri dengan ditepuk-tepuk bahunya.
“Kalau korban sadar maka petugas harus melakukan recovery tetapi jika tidak sadar bisa melakukan nafas buatan atau kompresi dada (RJP) tadi,” urai dr Chindra.

Nafas buatan ujar dr Chindra, bisa dari mulut ke mulut (mouth to mouth) sebagai teknik membantu korban. Hanya sudah tidak direkomendasikan karena berisiko menularkan penyakit yang dapat menyebar.
“Biasanya jika tetap dilakukan harus menggunakan alat,” kata dr Chindra yang melakukan pelatihan BDH dirangkai dengan menyambut Hari Bhayangkari ke-78 Tahun 2024.

Dikatakan dr Chindra, RJP memberikan bantuan korban untuk mempertahankan aliran darah dan oksigen ke otak. Manfaatnya meningkatkan peluang korban untuk selamat dan kembali ke kondisi sehat.
Dalam teknik RJP kata Chindra, juga perlu memeriksa jalan nafas apakah dalam keadaan terbuka atau bersih seperti adanya cairan berbentuk muntah dan lainnya tau benda asing seperti makanan, gigi palsu dan benda lainnya.

Jika sudah aman katanya, perlu membebaskan jalan nafas yakni dengan mengangkat dagu dan kepala ditarik ke belakang. “Jadi teknik-tekniknya harus dipelajari. Dan harus dipraktekkan,” jelas Chindra sambil memberi contoh pada boneka panthom yang dipraktekkan peserta.
Chindra juga mengingatkan kepada peserta agar memperhatikan RJP yang kondisinya berhasil. Karena bila sukses maka ada denyut nadi, perubahan warna kulit agak pucat kemerahan, nafasnya terjadi spontan dan batuk atau korban sadar.
“Jika sudah demikian, maka perlu dukungan bantuan medik agar pertolongan pertama itu bisa dilakukan maksimal. Selanjutnya bisa dibawa ke rumah sakit terdekat,” pungkas Chindra. (gt)