TINTAKALTIM.COM-Jika hanya menonton pertunjukan barongsai sepertinya aksi itu mudah. Padahal, atraksi singa-singa nan lincah itu memerlukan fisik prima. Dan, barongsai yang dari Tionghoa tersebut, tak harus pemainnya keturunan Tionghoa. Ternyata, mereka dari berbagai suku di Indonesia seperti Barongsai Setya Dharma.
Lukman Hendra, pengasuh Barongsai Setya Dharma Balikpapan di bawah Paguyuban Guang Zhao ini mendapat kepercayaan Charles, owner Hotel Platinum Gorup. Ia sudah bertahun-tahun membawa barongsai ini tampil kemana pun dan selalu memukau penonton bahkan sampai ke Jakarta

“Pemainnya itu dari berbagai suku atau multietnis. Ada Jawa, Makassar, Sumatera. Mereka berbaur untuk tampil maksimal saat beratraksi. Ada pula nelayan,” kata Lukman Hendra yang membesut kelompok barongsainya selalu mendapat applaus jika tampil.
Kepala barongsai itu katanya berat. Berkisar 10 kilogram. Cara mengangkatnya memerlukan keahlian fisik. Jika pengiring musik sudah menabuh gendang, kepala singa itu meliuk-liuk lincah.

Tetapi kata Lukman, ada semacam ‘kekuatan magic’ yang luar biasa, di balik kostum tersebut adalah orang-orang hebat. Mereka harus memiliki fisik kuat, karena topangan kaki harus naik ke bahu dan belajarnya pun seperti beladiri kungfu. “Kalau barongsai tampil itu simbol keberuntungan. Hanya paling penting adalah mengusir roh jahat agar perjalanan hidup di dunia tenang, selamat dan aman,” cerita Lukman yang juga punya skill sebagai master ceremony (MC) ini.
Kekuatan fisik pemain itu dibenarkan Charles. Misalnya, gaya kuda-kuda setiap pemain. Itu latihannya tak bisa sebentar. Sebab, jika tak kuat maka bisa ambruk dan membuyarkan permainan.

“Squad kuda-kudanya dilatih berjam-jam. Sepintas memainkan barongsai itu mudah. Penonton melihat singanya meliuk-liuk, tetapi memerlukan keterampilan maksimal dan skill,” jelas Charles di sela menyaksikan atraksi barongsai saat Imlek 2025 pada 29 Januari 2025 lalu di pelataran kediamannya Jln Soekarno Hatta.
Tak sekadar hanya bermain barongsai, Charles memiliki empati terhadap keberagaman. Ia pekerjakan orang-orang dari berbagai suku tadi, sehingga tak harus memandang sisi kesukuan (primodialisme). “Mereka cekatan, kuat dan mau berlatih keras,” cerita Charles.
Merangkul multietnis untuk pemain barongsai itu, Charles mendapat pujian dari Ketua Apindo Kaltim Abreantinus Abri. Karena, biasanya jika ada tradisi kesenian suatu daerah personelnya adalah dari daerah itu.
“Ini luar biasa, etnis lain diajak untuk terlibat dalam atraksi barongsai yang orang semua tahu itu dari Tionghoa. Tapi, yang main orang Bugis, Jawa, Banjar dan lainnya,” kata Abriantinus dan istri yang ikut berpose bersama kelompok barongsai itu.

Sementara Lukman terlihat sibuk mengarahkan tim barongsainya. Ia selalu memberi aba-aba jika akan tampil. Dan, jika imlek maka order tampil di berbagai tempat sangat banyak. Di mal, pertunjukan depan rumah dan lainnya.
“Ini barongsai terbaik di Kota Balikpapan bahkan Kaltim. Jadi, proses latihannya harus tekun. Kalau setengah-setengah tidak jadi sebab memerlukan fisik kuat tadi,” jelas Lukman.
Itulah barongsai Paguyuban Guang Zhao Setya Dharma Balikpapan yang selalu memukau dan penuh atraksi yang tingkat risiko dan faktor kesulitannya tinggi jika harus melakukan atraksi. Gong Xi Fat Chai. (gt)