TINTAKALTIM.COM-Baznas di Kaltim diyakini akan menjadi ‘roket’ kemajuan sejalan dengan penetapan sebagai Ibu Kota Nusantara (IKN). Kuncinya, tata kelola Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) harus maksimal dengan saling menguatkan satu dan lainnya serta peran zakatnya tidak dipecah dengan munculnya niat lain.
“Niat mengelola zakat itu mulia. Paling utama adalah tata kelola dan penguatan manajemen, sehingga zakat dengan mudah diterima oleh berbagai kalangan. Jangan niatnya kepentingan idividu,” kata Pimpinan Baznas RI KH Achmad Sudrajat Lc MA saat membuka acara diklat pra-jabatan pimpinan Baznas se-Kaltim di Ballroom Hotel Platinum 7-9 November 2022.
Acara itu juga dihadiri jajaran pimpinan Baznas RI lainnya, Ketua Baznas Kaltim Drs H Ahmad Nabhan dan wakil ketua serta peserta dari pimpinan seluruh Baznas se-Kaltim.
Disebutkan Achmad, diklat pra-jabatan penting. Sebab untuk mengukur kapasitas pimpinan baznas di Kaltim. Apalagi rata-rata adalah pengurus baru. “Baznas Kaltim ini luar biasa. Menjadi derah kedua menggelar diklat pra-jabatan setelah Provinsi Riau,” ujar Achmad disambut applaus peserta.
Modal pengelolaan ZIS kata Achmad, adalah frekuensi penguatan. Sehingga getarannya atau fibrasinya bisa menyeluruh yang pada gilirannya mampu untuk menghasilkan kerja positif.
Dinamisasi pergerakan zakat setiap tahun berubah. Karena, adanya pola zakat yang implementasinya berubah seperti harus mengedepankan era digital.
“Indonesia ini dikenal sebagai negara dermawan di dunia. Karena program filantropi (kedermawanan) terus bergulir se-Indonesia, bahkan sudah 5 tahun berturut-turut,” ujar Achmad.
Kedermawanan itu kata Achmad, bisa dijadikan strategi baik bagi Baznas. Karena, kuatnya tradisi menyumbang ditopang ajaran agama khususnya filantropi Islam untuk didayagunakan bagi pengentasan kemiskinan.
“Jadi jika ingin meraih prestasi gemilang, Baznas Kaltim harus menjadi lembaga filantropi modern, transparan, akuntabel sehingga muzzaki senang dan mustahik menerima sesuai azas manfaat,” kata Achmad.
KOMPAK
Modal sebagai negara dermawan di dunia katanya, tidak akan berguna jika jajaran pengurus Baznas tidak kompak. Kerja-kerja perkantoran dan lapangan yang dilakukan amil harus sinkron. Jangan tim lapangan saling menyalahkan.
Achmad menjelaskan, hasil inspeksi mendadak (sidak) dirinya ke beberapa daerah, ditemukan hasil masih ada baznas tak kompak. Pelaksana selalu merasa kinerjanya paling baik dan menyalahkan pimpinan.
“Kan pimpinan itu tak mengetahui apa-apa. Semua kerja baznas adalah kami yang di lapangan,” kata Achmad merekam informasi hasil sidak itu dari pelaksana di lapangan.
Jika sudah terjadi semacam itu katanya, tentu keberadaan baznas akan salah. Sebab, baznas itu orientasinya persepsi di masyarakat atau kepercayaan dengan latar belakang yang berbeda serta sinergi dan kolaborasi.
“Makanya sering-sering melakukan ngobrol, diskusi untuk membahas program. Kami punya program namanya Ngopi atau Ngobrol Filantropi. Bisa diadospsi. Yang dibahas ya program dan bagaimana memaksimalkan distribusi, pengumpulan ZIS. Sehingga, hal-hal kecil bisa dicarikan solusi,” kata Achmad.
Paling penting, untuk menjadi lembaga ZIS yang profesional, untuk mengelola ZIS proses penguatan di bidang SDM harus diperhatikan. Karena, baznas sekarang memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang merupakan perpanjangan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk menciptakan lingkungan amil yang kompeten dalam pengelolaan zakat.
“Dorong baznas di daerah-daerah Kaltim dengan SDM yang berkualitas, profesional dan kompeten. Sebab, LSP Baznas untuk mencetak amil-amil yang kompeten dalam pengelolaan ZIS. Silakan saja bergantian nanti diprogramkan pelatihannya,” ujar Achmad.
Dalam pengamatan Achmad, Kaltim memiliki jaringan. Itu sangat terbuka sebab kantor-kantor swasta, BUMD, BUMN tersebar di mana-mana. “Makanya saya ingin semua harus bekerjasama dengan baznas. Sebab, keberadaannya secara konstitusi sah ada UU Zakatnya. Beda jika di negara-negara lain dikelola swasta,” sebut Achmad.
Justru Achmad menyayangkan, ada BUMN di Indonesia bahkan di daerah-daerah melakukan pengumpulan ZIS-nya secara pribadi. Padahal mereka tidak memiliki izin. “Ini harus diselesaikan. Mengapa memungut zakat ummat tapi tak dilandasi legalitas jelas,” urainya.
Oleh karena itu, modal utama mengelola ZIS di Kaltim saran Ahmad adalah kekompakan. Jangan sampai seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang terpeleset karena adanya niat-niat lain dalam pengelolaannya.
“Kalau niat mengelola ZIS itu orientasinya kepentingan pribadi, tidak kompak, yakinlah semesta tidak mendukung atau menolak. Sehingga, terjadilah masalah besar,” pungkas Achmad yang memberi istilah semesta itu adalah Allah SWT.
Di bagian akhir, Achmad meminta seluruh baznas se-Kaltim kompak. Dan terus melakukan inovasi program untuk mendukung mustahik. “Gelorakan terus di masyarakat dengan cinta ZIS,” pinta Achmad.
Menurut Achmad pihaknya sangat setuju Baznas Kaltim bisa jadi tuan rumah jambore nasional amil zakat dan gerakan dakwah zakat. “Atau Zakat Expo dan semua provinsi diundang sehingga baznas bergerak dan menggeliat yang berlandaskan 3A (Aman syar’I, Aman dan Aman NKRI),” katanya.
Sementara itu, Ketua Baznas Kaltim H Ahmad Nabhan mengatakan, diklat pra jabatan untuk pimpinan baznas se-Kaltim sangat penting. Sehingga, digelar 3 hari dengan menghadirkan pembicara kompeten. “Kita ingin seluruh baznas di Kaltim menjadi pioner dalam penyaluran dan pengumpulan ZIS. Makanya, harus dilatih lewat diklat,” ujarnya.
Ia berterimakasih kepada seluruh pimpinan baznas se-Kaltim yang telah mengikuti diklat. “Nanti diimplementasikan di daerah masing-masing. Banaz Provinsi Kaltim akan selalu support jika ada baznas yang melakukan terobosan dengan inovasi modern dan mampu meningkatkan pengumpulan ZIS,” ujar Ahmad Nabhan. (gt)