TINTAKALTIM.COM-PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan dinilai anggota DPR-RI Komisi XII daerah pemilihan (dapil) Kaltim Syafruddin ada kesan pembiaran kaitan melonjaknya Harga Eceran Tertinggi (HET) elpiji atau gas 3 kilogram di Kaltim. Bahkan, pola pengawasan yang dilakukan di lapangan lemah.
“Pola pengawasannya perlu diubah. Jika ada ancaman ingin mencabut izin agen atau pangkalan yang terbukti, beberkan saja ke publik. Sebab, kejadian ini berulang yang seolah tidak disikapi secara serius,” kata Syafruddin, anggota Komisi XII DPR-RI ini menyikapi masih sulitnya masyarakat di Kaltim khususnya Balikpapan mendapatkan elpiji melon alias 3 kg

Fenomana sulitnya elpiji 3 kg di Kaltim khususnya Balikpapan sejauh ini sudah terjadi lama. Kalaupun persediaannya ada, harganya pun ‘selangit’ dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan dan di Balikpapan berkisar Rp19-20 ribu tetapi melonjak jadi Rp60 ribu.
Syafruddin yang politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan duduk di komisi XII bidang Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), lingkungan dan investasi ini sudah lama mencermati kejadian berulang di Kaltim. Justru, jika bicara kuota sebenarnya bisa diatasi dengan bersama-sama.

Kuncinya kata Syafruddin, Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan melakukan pemetaan. Bersama Hiswana Migas dan multi-stakeholders lainnya duduk bersama. Sebab, operasi pasar (OP) yang dilakukan selama ini pun tidak efektif.
“Kalau kuota disebut kurang karena supply dan demand atau distribusi dan permintaan tinggi, ayo sama-sama berjuang. Saya bisa koordinasi di kementerian. Tetapi, mengapa hal ini selalu berulang,” ujar Syafruddin.
Menurutnya, inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan pihak Pertamina Patra Niaga sangat diapresiasi. Hanya, pengawasannya bukan hanya itu. HET tak boleh sampai tinggi dan jika benar-benar ada agen dan pangkalan melanggar diberi sanksi saja.
Syafruddin mengaku prihatin atas kejadian berulang semacam ini. Meskipun Pertamina Patra Niaga Kalimantan punya komitmen untuk mengawasi distribusi elpiji 3 kg di Balikpapan bahkan Kaltim secara ketat, tetapi kejadian terus terjadi.
“Saya akan memanggil General Manager (GM) Pertamina Patra Niaga. Jika perlu saya laporkan ke Pertamina Pusat dan BPH Migas wilayah Kalimantan. Hal ini tak bisa dibiarkan. Apalagi menjelang Ramadan dan Idul Fitri 2025 mendatang,” kata Syafruddin dengan nada kesal.
DPR-RI komisi XII kata Syafruddin punya komitmen untuk menyelesaikan masalah ini. Jika diduga terbukti pihak Pertamina Patra Niaga Kalimantan lalai dan tak mampu melakukan pengawasan perilaku agen dan pangkalan yang diduga melanggar, maka perlu diminta pertanggungjawabannya.
Karena katanya, jika tak salah dalam ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas di Pasal 53 huruf C ada sanksi pidana penjara maksimal selama 3 tahun dan sanksi administrasi berupa pencabutan izin badan usaha jika ada yang melanggar HET.

“Kalau terus berulang, sebaiknya copot atau diganti saja General Manager (GM)-nya. Sebab, pengawasan itu harus lahir dari komitmen pimpinan,” katanya.
Sementara itu Ketua Hiswana Migas Nusantara Christofel EG sejauh ini menilai memang operasi pasar dinilainya tak efektif. Diperlukan kerja besar sinergi dan kolaborasi seluruh stakhelders untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Bukan hanya Pertamina tetapi multi-stakeholders lain juga harus bersama-sama melakukan pengawasan. Karena, HET itu pun tanggung jawab bersama. Dan semua ini karena masalah kuota,” kata Christofel.
ANEH
Sementara itu menurut Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan memastikan LPG subsidi 3 kilogram dalam rantai distribusinya tetap aman. Itu disampaikan Pejabat sementara (Pjs) Area Manager Communication & CSR Kalimantan Risky Diba Avrita pada rilisnya Sabtu (25/1)
Justru Risky mengimbau masyarakat membeli elpiji subsidi melalui pangkalan resmi Pertamina guna mendapatkan harga sesuai dengan HET dan menghindari risiko kelangkaan.
Ia menyebut, pengecer bukan bagian dari jalur distribusi resmi Pertamina, sehingga masyarakat disarankan membeli di pangkalan resmi.
“Kami akan memberikan sanksi tegas kepada agen dan pangkalan yang terbukti melanggar aturan,” kata Rizky.
Hingga 24 Januari 2025, distribusi elpiji 3 kg di Kaltim telah mencapai realisasi 1.307,04 metrik ton (MT) dengan rata-rata penyaluran harian sebesar 65 MT.
“Pertamina mengingatkan masyarakat untuk menggunakan elpiji sesuai peruntukannya. LPG subsidi 3 kilogram hanya untuk masyarakat kurang mampu atau miskin,” pinta Risky.
Jika masyarakat mampu katanya, atau pelaku usaha non-mikro diimbau menggunakan LPG non-subsidi seperti Bright Gas 5,5 kg atau 12 kg.
Keterangan Pertamina Regional Kalimantan ini kata Syafruddin dinilai aneh. Kalau disebut aman maka tak terjadi lonjakan harga. Sebab, itu hukum pasar. Kalaupun ada operasi pasar (OP), itu sifatnya sementara.
“Ada dugaan dan indikasi tidak benar jika melihat situasi begini. Ini harus dibahas tuntas. Intinya HET tinggi itu sangat menyusahkan masyarakat khususnya di Kaltim. Mengapa daerah lain bisa menjual elpiji sesuai HET dan mudah mendapatkannya,” tanya Syafruddin. (gt)