TINTAKALTIM.COM-Ibu Kota Negara (IKN) yang baru di Indonesia resmi telah diputuskan di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). PLN menyebut siap untuk memenuhi kebutuhan listrik di pusat pemerintahan baru tersebut dengan rancangan kebutuhan daya 1.555 MW.
Asumsi kebutuhan tersebut dihitung dari jumlah rata-rata konsumsi listrik per kapita sebesar 4.000 kwh dengan kebutuhan energi 6.000 Gwh dengan beban puncak 1.196 MW. “Itu desain awal, tentu PLN menyesuaikan dengan kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan sejumlah stakeholders untuk pengembangan ibukota di Kaltim,” kata General Manager (GM) PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah (UIW) Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Djoko Dwijatno kepada Tintakaltim.Com menjelaskan proyeksi kebutuhan listrik untuk Ibu Kota Negara (IKN).
Saat ini, sistem kelistrikan di Kalimantan terdiri dari 2 sistem grid yakni Sistem Khatulistiwa (Kalimantan Barat) dengan daya mampu 480,3 MW dan beban puncak 337,1 MW dan memiliki cadangan 143,2 MW. Sistem grid lainnya adalah Sistem Interkoneksi Kalimantan merupakan interkoneksi antara sub sistem Barito di Kalimantan Selatan dan Tengah serta subsistem Mahakam di Kaltim.
Di luar kedua sistem grid itu, kelistrikan di Kalimantan disuplai melalui sistem isolated. Pasokan listrik wilayah Kalimantan berasal dari sejumlah pembangkit yang tersebar di antaranya PLTG Tanjung Batu, PLTU Teluk Balikpapan, PLTU Kaltim dan PLTG Senipah

Untuk Sistem Kalimantan kata Djoko, kini memiliki daya mampu 2.049,4 MW dengan beban puncak 1.432,0 MW dan cadangan 617,4 MW. Dan untuk Sistem Interkoneksi Kalimantan sesuai kebutuhan terdiri dari daya mampu 1.569,1 MW, beban puncaknya 1.094,9 MW dan cadangan 472,2 MW. “Untuk kelistrikan Kaltim itu terdapat 19 gardu induk (GI) dan eksisting dengan jumlah trafo sebanyak 40 buah,” tambah Djoko.
Rincian untuk lokasi yang akan menjadi ibukota khususnya daerah Penajam, Sepaku dan Samboja beberapa gardu induk (GI) yang berada di sekitar lokasi di antaranya adalah GI Petung di PPU, GI Kariangau, GI Kartanegara). “Nantinya di dalam rencana penambahan GI sesuai RUPTL 2019-2028. GI terdekat dengan lokasi ibukota adalah GI Samboja dan GI Sepaku,” jelas Djoko.
TAK PERLU KHAWATIR
Perpindahan ibu kota negara ke Kaltim kata Djoko sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, PLN telah melakukan pengembangan tenaga listrik di wilayah Kalimantan yang masuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2019-2028. Di mana daya listrik bertambah sekitar 4.000 MW dengan transmisi sekitar 10 ribu kilometer sirkuit (kms) lebih dengan gardu induk (GI) 3.600 MVA.
Bicara mengenai perkembangan Gardu Induk di sekitar lokasi ibu kota baru menurut Djoko, dari tahun 2019 sampai 2028 mencapai 90 MVA dengan rincian Samboja kapasitas 30 MVA, Sanga-sanga 30 MVA dan Semoi-Sepaku 30 MVA. Sedang untuk transmisi berkisar 964 kms.
Disinggung untuk usulan RUPTL mendatang apakah berubah, menurut Djoko tentu mengalami perubahan. Asumsi pengembangan infrastrukturnya kalau sekarang kondisi eksisting kapasitas daya trafo terpasang 390 MVA dengan penambahan GI sesuai RUPTL 90 MVA, maka akan kekurangan daya trafo sebesar 1.378 MVA. “Jika dikonversikan untuk kebutuhan daya itu sekitar 1.700 MVA atau 1.555 MW tadi. Itulah rencana kebutuhan ibukota baru,” jelas Djoko secara rinci.

Intinya kalau sekarang, bicara rasio elektrifikasi PLN di wilayah Kaltim juga tidak ada yang perlu untuk dikhawatirkan. Sebab, secara keseluruhan sudah mencapai 100 persen. Kecuali untuk daerah Kabupaten Mahakam Ulu yang masih berkisar 30 persen karena persoalan konektivitas akses.
KONSEP ZERO DOWN TIME
Dalam kaitan penyediaan sistem kelistrikan IKN, menurut Djoko tidak dapat bicara parsial-parsial. Melihatnya komprehensif dengan pengembangan transmisi, gardu induk (GI) dan distribusi. Dan sekarang sedang diusulkan masuk RUPTL.
Untuk penambahan gardu induk, diperkirakan 12 GI tersebar di lokasi ibukota baru. “Kita pun akan melakukan estimasi penambahan jaringan transmisi kurang lebih 240 kms dan penambahan jaringan distribusi kurang lebih 4.460 kms dengan 6.900 unit gardu distribusi. Jadi harus detail,” katanya.

Disebutkannya, kerja PLN wilayah Kaltim-Kaltara tidak sendiri. Sebenarnya ini juga sinergi dengan PLN pusat. Sebab estimasi kebutuhan penambahan infrastruktur berdasarkan pada perhitungan awal dengan asumsi minimal. Perhitungan kebutuhan yang lebih detail akan disesuaikan dengan koordinat lokasi pusat pemerintahan dan dilaksanakan bersama dengan kementerian. “Titik koordinat kan belum. Tapi, PLN wilayah Kaltim-Kaltara siap bekerja maksimal demi perpindahan ibukota baru,” kata Djoko semangat.
Karena ibukota baru maka kata Djoko, diperlukan sistem keandalan kelistrikannya. Nanti konsepnya pembangkit dedicated dengan total kapasitas sekitar 100 MW dipasok dari PLTD dan PLTG sesuai dengan back-up dan line charging. “Kami juga membuat konsep pusat pemerintahan dengan kawasan zero down time (ZDT) itu dapat terwujud di tahun 2024,” tambah Djoko.
Apa itu zero down time? Tentu kawasan yang tidak pernah padam dan hal ini sudah lama diterapkan di Jakarta khususnya di Istana Merdeka dan sekitarnya. “Pilot projectnya ada di Jakarta, jadi kalau itu diadopsi di Kaltim sangat mudah. Sebab itu memang pekerjaan PLN. Istilahnya zero down time for Kaltim khususnya pusat pemerintahan. Tapi juga akan diperluas di tahun 2029 sampai kawasan bisnis dan penunjang,” urai Djoko sambil menambahkan untuk jaringan tegangan tinggi dan tegangan menengah menggunakan sistem under ground cable (UGC) atau kabel-kabel bawah tanah.
Untuk kabel bawah tanah ini penting. Sebab, mengeliminir masalah lahan-lahan yang ada. Sehingga, konsepnya nanti lebih modern dengan proses pengeboran. Sistem itu juga dianggap sangat memperkuat kehandalan penyaluran listrik. “Kami juga akan membuat konsep smart & green energy di kawasan ibu kota baru. Tapi semua kajiannya ada pada Bappenas,” pungkas Djoko. (git)