TINTAKALTIM.COM-Kritik warga dan curhatan terus disuarakan di acara Jumat Curhat garapan Polda Kaltim. Salahsatunya kaitan penarikan uang parkir yang dianggap warga meresahkan. Karena, diminta nilai tarif seenaknya tanpa ada dasar.
“Jujur, kita ini mengetahui bahwa semua itu parkir liar. Tapi, jangan menetapkan tarif besar. Ini lahan milik pemerintah. Tak bisa seenaknya, saya mau beri Rp2.000 kok sampai diminta Rp5.000, itu aturan darimana,” kata Rachman, warga di sekitar Kelurahan Prapatan mengeluhkan parkir liar di kawasan Balikpapan Kota itu yang curhat di acara Jumat Curhat, Jumat (10/05/2024) di Aula Kelurahan Prapatan.

Kegiatan Jumat Curhat dengan pelaksana Direktorat Samapta Polda Kaltim yang dipimpin kepanitiaannya oleh AKBP Fajar dan dipimpin Wakil Direktur Samapta AKBP Putra Wiratama SH SIK MSi ini, dihadiri Camat Balikpapan Kota yang diwakili Kasi Trantib Juni, Lurah Prapatan Reza Dipa Pradeka serta seluruh direktorat di Polda Kaltim
Perwakilan direktorat yang hadir adalah AKBP Windia (Ditlantas), AKBP Eko Alamsyah (Ditreskrimsus), AKBP Anhar Noor (Dit Pam Obvit), Kompol Sujoko (Ditintelkam), Sitompul (Ditreskrium), AKBP Indras (Ditbinmas), Arif (Ditnarkoba) dan Ditpolair yang sebagian menjawab curhatan warga.

Wadir Samapta AKBP Putra Wiratama menegaskan, kegiatan Jumat Curhat bertujuan polisi ingin dekat dengan masyarakat dan mendengar langsung keluhan dari warga terkait kamtibmas, pelayanan dan lainnya.
“Kita ini biasa di kantor. Tak mungkin bisa merekam kejadian dari bapak-ibu sekalian. Makanya, forum Jumat Curhat jadi tempat untuk keluh-kesah. Silakan disampaikan secara rasional,” kata Putra mewakili Dir Samapta membuka acara.

Dikatakan Putra, Jumat Curhat merupakan program polri dan dilaksanakan di seluruh Polda se-Indonesia termasuk Polda Kaltim. “Silakan bapak-ibu sampaikan apa saja khususnya kaitan kamtibmas, pelayanan dan penegakan hukum di lingkungan hukum Polda dan Polres,” jelas Putra.
Menurut Putra, Jumat Curhat juga amanat dari Kapolda Kaltim Irjen Pol Nanang Avianto dan setiap satuan kerja (satker) direktorat di Polda Kaltim digilir menjadi pelaksana. “Jumat Curhat di Aula Kelurahan Prapatan ini dipercayakan pelaksananya Dit Samapta. Silakan saja dijadikan ajang diskusi dan tanya jawab kaitan tugas-tugas polri,” pinta Putra Wiratama.

Sementara itu, Rachman getol untuk mempersoalkan pakir liar. Ia sebenarnya tak masalah membayar parkir. Dan, itu sifatnya sukarela. Tetapi, ketika diminta Rp5.000 per kendaraan tentu terjadi perdebatan. “Ini namanya sudah membuat resah. Tolong ditertibkan yang begini,” ujar Rachman.
Bagi Rachman, curhatannya agar ditindaklanjuti dan jika perlu parkir itu dikelola secara profesional sehingga dapat menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) Balikpapan.

Mengenai hal ini, Lurah Prapatan Reza mengatakan akan ditindaklanjuti dan bisa jadi masukan. Sebab, selama ini memang tidak ada masuk ke PAD. “Terimakasih masukannya Pak Rachman, nanti kita follow up agar tak meresahkan. Dan menyampaikan kepada pihak-pihak di lapangan,” ujar Reza.
Sementara menurut Windia, kaitan curhatan parkir liar, polisi tak berwenang. Karena, itu domain dari pemerintah daerah melalui satpol PP. “Kita kaitan keselamatan lalu-lintas jalan saja,” ungkap AKBP Windia.

Sedang menurut Sitompul (Ditreskrium), jika ada pemaksaan, itu masuk dalam pemerasan dan tindak pidana. “Kalau ikhlas ya seberapa pun. Jika sudah mengancam dan lainnya, itu pemerasan. Laporkan saja,” ujar Sitompul.
Dan Sitompul pun menjawab kaitan perkara membela diri bagi warga yang terdesak karena ancaman, itu semua merupakan hak dan kewajiban yang dijamin oleh undang-undang demi menjaga keselamatan hidupnya. “Tapi, itu dalam keadaan terpaksa dan tidak boleh membunuh tetapi hanya melumpuhkan lawan ketika melakukan penyerangan,” ujar Sitompul

Curhatan lainnya juga datang dari Miftah yang meminta agar polisi melalui tim gabungan juga melaksanakan tera ulang (kalibrasi) terkait SPBU yang ada di Kebun Sayur. Agar tidak ada dugaan kecurangan dan lainnya. “Jangan sampai tak dikalibrasi. Biasanya oleh tim gabungan,” ujar Miftah.
Eko Alamnsyah merespons kaitan kalibrasi SPBU itu, menurutnya biasanya ada jadwal dari Badan Metrologi daerah bersama Dinas Perdagangan dan itu dilakukan tim unit pelayanan terpadu.

“Kalau urusan tera (alat ukur) itu bukan polisi. Nah, setahu saya itu rutin ditera dan nanti ada cap tanda tera. Tetapi, kalau bapak-ibu membeli BBM dan tertera 5 liter tapi terisi hanya 3 liter misalnya, tolong buatkan laporan saja. Bisa kita follow up. Apakah alat teranya atau ada dugaan unsure lain,” ujar Eko Alamsyah.
Eko juga menanggapi soal adanya curhatan pengiriman Android Package Kit (APK) atau format file yang diterima warga khususnya kaitan tilang elektronik. “Saya dapat APK karena dianggap melanggar lalu-lintas. Kiriman via aplikasi WhatsApp (WA) ini apa benar,” ujar peserta Jumat Curhat.
Menurut Eko, tidak ada berkas tilang elektronik itu dikirim via APK. Jika seseorang melanggar, langsung surat dikirim ke rumah pelanggar. “Hati-hati APK bapak-ibu jangan dibuka dulu. Sebaiknya dikonfirmasi, jangan sampai kalau di android bapak ibu ada aplikasi M-Banking, bisa menguras duit dan dibobol,” ujar Eko Alamsyah.

Penegasan Eko ditambahkan AKBP Windia (Ditlantas) yang menegaskan bahwa tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) tak ada dikirim via aplikasi.
“Semua datang ke rumah bapak-ibu. Makanya hati-hati kalau membawa mobil lalu melanggar lalu-lintas di ETLE, nah rekaman foto itu sampai di rumah. Kalau suami yang membawa mobil melanggar, surat jatuh di rumah dan diterima istri. Ini yang perlu dicermati. Makanya, penumpang sebelahnya juga harus clear & clean,” kelakar Windia disambut senyum peserta.
Windia juga mengingatkan, agar warga berhati-hati jika di jalan raya. Tak boleh melanggar karena polisi menegakkan aturan. Sekarang, polisi lalu-lintas tidak mencari-cari kesalahan, bukti pelanggaran itu ada pada rekaman CCTV. Sehingga, jika ada yang melanggar dan ‘menabrak ETLE’ maka akan dapat ‘surat cinta’ di rumah, bukan konvensional oleh petugas kepolisian.

“Perbandingan jumlah polisi dengan masyarakat itu, 1 polisi berbanding 400 warga. Jadi sekarang, polisi itu tidak harus ada di jalan-jalan. Semua nanti ada CCTV, nah kalau perlu polisi tak perlu ada di jalan dan pelanggaran lalu-lintas itu langsung direkam oleh ETLE,” ujar Windia
Sementara itu, keluhan lain juga kaitan pelayanan pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) SKCK online, ternyata tak semudah yang dibayangkan. Harusnya, karena online lebih ringkas tetapi masih ada yang bolak-balik ke kantor polisi untuk membawa berkas.

Sebenarnya menurut warga, pengurusan SKCK online sudah bagus. Itu mengurangi antrean, sebab nanti datang ke polisi tinggal merekam sidik jari terus nunggu sebentar mencetak SKCK. Tetapi, anehnya di kantor polisi harus mengisi ulang data yang sama persis dengan formulir saat online.
Sujoko dari Ditintelkam Polda Kaltim mengatakan, memang SKCK online terus dilakukan develop atau pengembangan. Diakui, pengulangan pengisian fomulir kerap terjadi lantaran berkas yang dibawa untuk verifikasi data terkadang tak terbaca.
“Memang sering terjadi terkadang ada data yang diinput seara online tidak terbaca walaupun sudah dapat barcode secara online,” kata Sujoko
Menurut Sujoko, jika tidak ada kendala verifikasi berkas sebenarnya SKC online itu membantu masyarakat. “Memang jika lancar itu memakan waktu paling 1 jam. Hanya, jika datang ke kantor polisi lagi berarti ada kendala lain. Ini jadi masukan untuk pembenahan pelayanan SKCK,” kata Sujoko. (gt)