TINTAKALTIM.COM-Undangan warga itu menyebar di group WhatsApp. Bentuknya chat tetapi bermakna menyatukan semangat lewat gotong-royong. Itu dikirim ketua RT. Cara itu jadi tradisi. “Fisiknya nanti dikirim door to door,” ungkap Neneng Zulaeha (Ipon) saat men-share undangan kerja bhakti itu.

Respon warga positif. Ragam jawaban diberikan baik lewat emoji (simbol perasaan) atau yang biasa disebut emoticon. Ekspresi warga itu wujud mengusung kompleks yang bernama BTN. Diakronimkan jadi Bersih, Tenang dan Nyaman.

Waktunya menyesuaikan kepentingan warga. Pukul 08.00 Wita. Warga lainnya memanfaatkan durasi waktu untuk menyempatkan jogging. Itu komunitas pejalan kaki BTN (Kaki BTN). Usai jalan, mereka berbaur ikut gotong-royong.

Gotong-royong itu filosofinya kearifkan lokal. Karena, jadi aktivitas warga di mana ia tinggal. Sebab, tak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Makanya diajak silaturahmi. “Gotong-royong itu cara untuk saling menghargai tetangga. Kumpul, bersih-bersih dan saling menolong,” kata Ipon, Ketua RT 39 Kelurahan Margomulyo Balikpapan Barat memberikan makna kerja bhakti.
Media ini ikut berbaur. Ternyata, ada warga yang datang pukul 07.30 Wita. Bekalnya sapu lidi dan sarana lainnya disiapkan Bu RT. Tangan-tangan ikhlas itu menyapu di lapangan. Warga lainnya bekerja di depan rumahnya sendiri sebagai wujud kerja bhakti.
Mereka saling bahu-membahu. Seolah memberi makna bahwa gotong-royong itu perpaduan dua kata yang berarti gotong (mengangkat) dan royong (bersama). Dan itu terlihat dari wujud gerobak yang didorong lalu sampahnya diangkat bersama.

“Sebenarnya kalau mau awet muda dan hidup fresh itu ya gotong-royong. Wong hadir bisa ketawa ha-ha hi-hi dan makan snack gratis,” kata Pak Ali, warga yang tinggal di ujung batas RT 39. Dia datang pagi dan langsung kerja bhakti.
Rachyudi, yang harusnya bekerja, Minggu itu menyempatkan bergabung. Ia menyapu dari ujung gang untuk menyatukan sampah-sampah dedaunan. “Dikelompokkan saja sampahnya. Jadi saat nyapu tak terlalu jauh,” ujarnya saat media ini ikut menemani aktivitas itu.
Satu per satu warga datang memenuhi lapangan. H Nur Salim, terlihat mengayunkan sapulidinya membersihkan sampah di lapangan. Ia tanpa basa-basi terus menyapu. Nur yang imam Masjid Asy-Syifa ini seolah membawa gerbong jamaah. Sebab, rata-rata yang kerja bhakti adalah jamaah masjid.

Di tempat lain, H Yoni terlihat asyik lengannya memegang gerobak yang didorong ke sana-kemari tanpa isi. Lalu mendatangi tumpukan sampah untuk diangkut. Sorong lain ke sisi kanan, pindah lagi ke sisi kiri.
H Yoni ini Mungkin terilhami lagu Potong Bebek Angsa, yang potongan syairnya: Sorong ke Kiri, Sorong ke Kanan. Tapi kerja Yoni mengisyaratkan manfaat gotong-royong yang dilakukan sukarela, saling membantu dan menumbuhkan rasa kekeluargaan.
Tak mau kalah, tingkah polah Herlambang. Ia ingin diberikan kerjaan. “Saya lama tak olahraga. Mana yang bisa diangkat. Gerobaknya angkut mana lagi,” ujarnya, seraya Nur Salim memberi petunjuk untuk mengangkut tumpukan sampah di depan rumah warga.

Lainnya terlihat kerja bersama dan saling canda. Justru, H Siswanto, warga yang punya usaha kelontongan Warung Nani, hadir agak stylish. Ia mengenakan topi ala koboi. Dan langsung bekerja bersama warga.
“Wah Pak Sis tampil beda, tinggal kudanya saja bisa lebih berkelas,” canda warga lainnya.
Di bagian lain, Prayitno melakukan aksi mencangkul. Bapak satu ini dapat julukan, jika kerja jangan ditegur. Sebab, kreasi dan idenya semua untuk kepentingan kampung bersih. “Rumputnya dicangkul, ini kan parit. Tapi sudah tak kelihatan,” ujarnya.
Ketua Masjid H Rahmadi, H Haidir dan lainnya terus terlihat bekerja. Tampak, di bagian lain, Ipon ikut menyapu dan terus mengawasi kerja-kerja warga yang dilakukan penuh keikhlasan demi mewujudkan solidaritas. Sementara, suami Bu RT, asyik dengan kesibukannya dan setiap kerja bhakti selalu mengendalikan mesin potong rumput.
DIABSEN
Bentuk kebersamaan dan ingin ‘memantau’ siapa saja yang gotong-royong juga jadi laporan ke kelurahan, Bu RT menyiapkan absen. “Absen saja untuk laporan. Karena, ini kegiatan demi kepentingan bersama,” ujar Ipon.
Dari data, ada 23 warga hadir. Agus Hariyanto absen pertama yang tinggal di RT 39 nomor 27. Disusul Sutoyo, Gandhi (Tuti), Lingga Citra, Suprayitno, Hendra Winardi (Ahok), Yoni Supriyono, Ali, Rahmadi, Sugiyanto, M Rachyudi, Supono, Ardiansyah, Bambang, H Sugito, Dedy, M Nur, Iwan Imam, Rugito, Herlambang, Siswanto, Pras dan Hj Yaty. “Yang lupa absen tak masalah, intinya hadir bersilaturahmi lewat gotong-royong,” kata Ipon.
SNACK DAN TAWA
Enaknya gotong-royong di RT 39, warga kompak. Ada yang mengirim snack. Bahkan, disiapkan kopi dan teh. Kue pastel misalnya, dikirim Hj Frida (H Hardi). Keluarga ini memberi isyarat, tetap membangun persaudaraan dan silaturahmi. Karena, dimaklumi sang suami terbaring sakit.

“Saya memberi apresiasi Bu Hajjah Frida, semoga suaminya segera diangkat penyakitnya oleh Allah. Juga warga lainnya yang sudah mengirimkan snack untuk warga yang gotong-royong,” ucap Bu RT.
Tempat santai ‘gazebo mini’ biasa dijadikan warga berkumpul. Di tempat ini, snack disatukan. Ada serabi solo, bingka, pastel, risoles dan lainnya. “Ayo sarapan dulu. Ayo ngopi,” teriak Pak Ali, mengajak warga lainnya rehat sejenak.

Semangat membina hubungan sosial dan menumbuhkan rasa kekeluarga terjalin. Apalagi dibumbui cerita canda dan gelak tawa lewat cerita ‘tertawa ala Madura’ yang disisipin media ini. “Sudah kalau kumpul ya begini. Gaya mahalabiu (kelakar khas Banjar) dan stand up comedy keluar,” seloroh Bu RT.
Aktivitas gotong-royong dan ragam karakter berkumpul antarwarga RT 39 BTN, media ini menyimpulkan. Bahwa, terlihat kesan “tetangga adalah keluarga terdekat”. Sebab, mereka penolong pertama saat darurat.
Terimakasih warga, semoga semua jadi amal jariyah. Gotong-royong adalah sarana untuk saling mengenal, menyapa dan menjaga serta menepis anggapan “kita bukan mahluk individualis”. (gt)












