TINTAKALTIM.COM-Sepeda motor butut merek Honda itu terparkir di pelataran Masjid Asy-Syifa kawasan kompleks perumahan BTN Gunung IV Kelurahan Margomulyo. Sepeda motor itu dijadikan sarana mencari rezeki tukang bakso keliling.
Penjualnya, Suyitno (56). Ia sepertinya tawakal total. Bakso ditinggal begitu saja dan harus memenuhi panggilan azan untuk salat. Tampaknya, Suyitno tak ingin berkata sibuk. Sesibuk apa pun tak mau meninggalkan ibadah salat.
Gerobak baksonya biar ditinggal. Tapi, langkah kakinya cepat menginjakkan karpet masjid. Gerobak minimalis itu digantung di sepeda motor. Seolah, ia ‘melawan takdir’ di era digital di mana banyak bakso yang harus dipesan lewat go-food, tapi ia pasrah dan yakin akan kehendak Allah kaitan rezeki.
Media ini mengamati wajah Suyitno. Setidaknya, era digital ini ia harus ‘kehilangan pasar’ karena jarang sudah yang mencegat tukang bakso. Sebab, sudah banyak yang pesan lewat aplikasi pemesanan kuliner online. Apalagi anak muda, tentu tak mau lagi menghadang lelek (panggilan khas orang Balikpapan untuk penjual bakso). Sebab sekarang zamannya instant. Tekan ponsel, pesan dan datang ke rumah.

“Assalamulaikum pak,” sapa media ini kepada Suyitno. Wajahnya sumringah dan menjawab santun: “Walaikumsalam mas”. Ia sibuk melayani pembeli. Seolah, jika diamati ia membalikkan logika berpikir, apakah masih laris berjualan di era digital.
“Alhamdulillah mas, percaya Allah saja dan setiap hari habis,” jawabnya singkat. Suyitno punya keyakinan bahwa Gusti Allah pasti mengatur rezeki orang dengan cara yang sedemikian rupa. Tentu, jika konsep berpikir manusia sangat susah dimengerti.
Tukang bakso ini selalu ngetem di kawasan kompleks BTN. Ia yakin bakal ada yang beli. Nyatanya, keyakinan itulah yang membuat Suyitno tetap bertahan dagang bakso yang sudah selama 28 tahun, sejak 1994 ia menginjakkan kaki di ‘Kota Beriman’ Balikpapan.
Rezeki keyakinan Suyitno itu sepertinya jadi magnet. Media ini, keluar dari masjid mendadak melihat kerupuk bakso di kaca menjadi lapar. Itulah kuasa Allah bekerja, membuat orang lapar dan harus membeli bakso yang bagian dari rezeki Suyitno.
Terkadang, manusia sering melibatkan logika kaitan rezeki. Padahal, rezeki itu ada campur tangan Allah. Sehingga, tak menggunakan aplikasi go-food atau go-send pun, Suyitno dagangan baksonya setiap hari habis.

Sikap nrimo Suyitno sangat kental. Ia sepertinya paham, karakter dirinya yang melayani, santun tak disadari jadi ilmu marketing membuat konsumen tertarik. Dan itulah pintu rezekinya.
Itu dilakukan saat melayani anak-anak yang baru usai salat. “Lek kira-kira satu mangkuk berapa,” tanya seorang anak. Khawatir uangnya tak cukup. “Gini saja, uangnya ada berapa. Kalau Rp1.000 atau Rp3.000 kan bisa saya juali pentol dan kerupuk. Intinya bisa merasakan bakso saya,” jawab Suyitno yang tak pernah menolak seberapa pun rezeki itu datang. Benak Suyitno mengajarkan ke kita kalau rezeki itu tak harus besar tapi disyukuri.
Dari cerita Suyitno, dengan jualan bakso, ia dapat menyekolahkan kedua anaknya yang sudah masuk SLTA. Dan, ia tak ingin menunjukkan sikap pelit. “Hidup itu biar saja gelinding mas seperti roda sepeda motorku yang elek (jelek) ini. Tak boleh pelit dan bersyukur. Insya Allah rezeki itu datang dari Allah,” ceritanya dengan logat Jawa yang kental.
Gerakan hati Suyitno dan jualan bakso keliling serta yakin rezeki dari Allah, mengingatkan media ini dengan ayat Alquran kaitan kepastian rezeki itu: Ada di Surat Hud ayat 6: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di muka bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya”.
Bagi Suyitno, jualan bakso keliling harus juga mengajarkan nilai dakwah: “Kalau ada kesempatan saya ndalil mas (istilah dakwah Suyitno). Ya mengingatkan pentingnya salat 5 waktu, ke anak-anak dan pembeli. Insya Allah rezeki datang,” kata Suyitno yang asal Nusa Tenggara Barat (NTB) dan etnis Jawa berjodoh istri orang Balikpapan ini.
Media ini sebelum menjelang salat Isya, menikmati bakso Suyitno. Suer, rasanya ueenak banget. Pentolnya, kerupuknya, tahunya. Anda sewaktu-waktu harus makan bakso Suyitno. Itung-itung menyalurkan bagian rezeki ke kehidupannya. “Ini kecapnya. Ini sausnya mas. Ini sambalnya,” Suyitno melayani bak seorang pelayan di restoran besar. Masya Allah.
Itulah Suyitno dan konsep rezekinya lewat dagang bakso keliling. Percayalah, burung yang pergi pagi lapar tetapi pulang sore dalam keadaan kenyang, itu karena rezeki Allah. Ya Allah, limpahkan rezeki untuk Pak Suyitno demi mencari nafkah keluarganya dan berkah. (git)