TINTAKALTIM.COM-Menggerakkan ekonomi yang kecil-kecil lalu menjadi besar. Itu substansi yang ingin didorong lewat regulasi UU Ekonomi Kreatif dan dalam ‘hitungan waktu dekat’ segera disahkan. Sehingga, dapat dijadikan stimulus peran pelaku ekonomi di Kaltim lebih maju.
Karena, pekerja ekonomi kreatif sudah jadi pilar ekonomi terdepan, sehingga memerlukan yang namanya ekosistem. “Percaya deh nanti akan ada nilai tambah untuk menggerakkan ekonomi. UU Ekraf yang baru nanti cakep karena ada 7 ekosistem baru pendukung. Saya terus membahasnya,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI DR Ir Hetifah Sjaifudian MPP saat bincang dengan Tintakaltim.Com kaitan RUU Ekonomi Kreatif dan pengembangannya di Balikpapan, belum lama ini.
Tinggal dok, dok dok (disahkan, Red), UU Ekraf itu. Di dalamnya ada muatan bagaimana ekosistem dikembangkan untuk ekraf. Sebab, dukungan ekosistem diperlukan. Diakui, sejauh ini pekerja ekraf bekerja masing-masing sehingga ouput-nya belum maksimal dalam menampilkan ekraf.
Dengan adanya ekosistem, nanti semua sejalan dari hulu hingga hilir. Produk ekraf yang dibuat anak-anak muda di era milenial akhirnya punya identitas, packaging-nya lebih baik, pemasarannya dan syukur-syukur dapat ekspor ke luar negeri.
Hetifah mengakui, masih ada diskusi alot dalam menetapkan RUU menjadi UU Ekraf, khususnya dalam definisi ekonomi kreatif secara umum. Itu biasa di dalam pembahasan. Karena, di gedung DPR ragam ideologi politik. Misalnya, ekraf itu batasannya sampai di mana, wujudnya bagaimana yang dikaitkan juga harus sesuai kultur Indonesia. “Tapi nggak masalah, prinsipnya semua setuju. Tinggal detail dituangkan yang kuncinya mendongkrak ekonomi Indonesia,” jelas Hetifah.
Hetifah yang komisinya berada dalam ruang lingkup badan ekraf ini, menilai ke depan penggiat ekonomi kreatif harus punya kesempatan lebih besar untuk meningkatkan proses bisnis dari segi kuantitas dan kualitas. Sehingga, 7 ekosistem nanti dapat merangsang dan mendorong motivasi kreator muda untuk membuat content lebih inovatif dan karyanya makin tampil di masyarakat.
Dicontohkannya, sejumlah kota di Kaltim, pemerintahnya sangat care terhadap pengembangan ekonomi kreatif. Khsusunya Kota Balikpapan yang sering melakukan event dan pertemuan komunitas dan langkah-langkah edukatif untuk mendidik pelaku ekraf pemula.
Apa saja 7 ekosistem itu? Hetifah membocorkan kendati UU Ekraf belum disahkan. Pengembangan ekraf dapat dilakukan dengan 7 eksosistem tersebut yakni pengembangan riset, pengembangan pendidikan, fasilitas pendanaan dan pembiayaan, penyediaan infrastruktur, pengembangan sistem pemasaran, pemberian insentif dan fasilitas kekayaan intelektual.
Dalam konteks ekosistem itu misalnya riset, nanti pemerintah daerah ikut bertanggungjawab dalam risetnya. Boleh dilakukan perguruan tinggi, lembaga penelitian atau masyarakat. Tentu hasilnya dituangkan untuk membuat kebijakan apa saja langkah-langkah implementasi ekraf di suatu daerah.
Tidak hanya riset, ekosistem pendidikan menjadi ‘ruh’ ekraf karena disusun untuk menciptakan kualitas stakeholders ekraf dan mampu bersaing dalam skala global. Lalu, ke depannya pendidikan kreativitas, inovasi dan kewirausahaan makin jelas. Ada model dan sistem pendidikan lebih konkret. Misalnya, melalui intrakurikuler, kokurikuler atau ekstrakurikuler dan jalur pendidikan formal dan non formal.
Eksosistem yang paling penting kata Hetifah, adalah sisi pembiayaan. Nanti semua ekraf proses pendanaannya dari APBN, APBD dan dana lainnya yang sah. “Bisa juga pemerintah daerah mengembangkan sumber pembiayaan alternatif di luar mekanisme lembaga pembiayaan. Atau membentuk badan layanan umum dalam pengembangan ekraf,” jelas Hetifah yang merasa yakin UU Ekraf mampu diimplementasikan dalam mendongkrak ekonomi di Provinsi Kaltim.
Ada ekosistem penting dalam UU Ekraf itu, yakni fasilitas kekayaan intelektual. Diakuinya, sejauh ini banyak karya-karya penggiat ekraf yang tak lain anak-anak muda belum mendapat ‘legitimasi brand’, padahal itu penting . Langkah dalam wujud pencatatan atas hak cipta dan hak terkait serta pendaftaran hak kekayaan industri pada pelaku ekraf. Tentu, pemerintah daerah memfasilitasinya dalam pemanfaatan kekayaan intelektual ini.
Lalu bagaimana koordinasi antar kementerian agar eksosistem berjalan lancar, inilah yang juga Komisi X sedang gencarkan bagaimana antarkementerian itu birokrasinya lancar. Tidak dapat berjalan masing-masing, karena UU Ekrafnya nanti ada. Jadi, kementerian perindustrian, perdagangan dan Bekraf sendiri harus terus sinergi untuk mengembangkan kreatifitas produk. “Di Kaltim saya selalu dorong. Ketika ada kunjungan kerja (kunker), hal ini menjadi agenda saya. Jika UU Ekraf sudah disahkan, tentu akan lebih maksimal,” ujarnya.
Ekonomi kreatif membutuhkan perhatian serius. Karena di sejumlah negara, ekrafnya berkembang. Di Indonesia pun harus dipastikan ekosistem ini berjalan. Kuncinya, harus dilakukan mapping atau pemetaan dari sisi ekonomi rendah. “Ekosistem ini harus ditransformasi dan penyuluhan harus lebih giat. Sebab, ekraf mampu berdaya saing. Nah kaitan global tadi, kan bicaranya mendunia. Berarti dari kota menjadi go internasional. Caranya berkolaborasi pelaku ekonomi kreatif dari hulu dan hilir,” kata Hetifah
Di akhir diskusi ekraf ini, Hetifah menyebutkan seluruh penyempurnaan UU Ekraf terus dilakukan misalnya aspek pendanaan, kelembagaan dan skema implementasi kekayaan intelektual. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan proses kreasi, operasi dan distribusi.
Sehingga nanti, pelaku ekraf seperti kerajinan (craft), desain, game, kuliner dan sinematografi dapat berkembang lebih maksimal. Termasuk, sisi kreatif lainnya. “Saya yakin kalau semua pihak mendorong ekraf, maka di suatu daerah akan tumbuh dan berkembang. Ini pengganti sandaran ekonomi di Kaltim yang selalu bertumpu pada sektor migas dan pertambangan,” pungkasnya. (git)