TINTAKALTIM.COM-Tanggungjawab berkendara itu vital. Sehingga, perlu dibangun kesadaran (awareness) pada seluruh pengemudi (sopir). Memang, itu tugas bersama tetapi dalam institusi bisa dilakukan lewat membangun kultur keselamatan. Salahsatunya dalam kegiatan rampcheck.
Sehingga, bicaranya adalah ada hak dan tanggungjawab. Hak seorang sopir mengejar pendapatan, tetapi dia juga bertanggungjawab menjaga dirinya dan penumpang selamat dan bisa jadi ‘kepanjangan tangan’ perusahaan untuk menjamin keselamatan lewat regulasi.

“Misalnya ketika melakukan rampcheck. Itu lebih memberi pelajaran pengemudi. Sebab, mereka terkadang melihat institusi itu ‘cari-cari kesalahan’. Padahal, ketika edukasi disampaikan bahwa itu capaiannya adalah keselamatan, justru akan bisa dipahami para pengemudi,” kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha (TU) Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kaltim Sudarmaji SAP MM saat sharing antara tugas institusi BPTD dalam memberi rasa aman berkendara dan keselamatan saat ditemui di kantornya kawasan Terminal Batu Ampar, Selasa (29/05/2024).
Sudarmaji bicara dalam aspek ekonomi juga keselamatan. Itu tak bisa dipisahkan. Pengemudi atau sopir ‘mengejar’ setoran, membantu perusahaan tetapi yang perlu diberikan kesadarannya adalah keselamatan tak boleh diabaikan.

Menurut Sudarmaji, safety driving saat berkendara harus diingatkan pada pengemudi. Termasuk, melengkapi kendaraannya dengan berbagai aspek regulasi kaitan keselamatan. Bisa kondisi rem, kaca spion sampai administrasinya dan melalui proses pengujian berkala lewat KIR.
“Saya sudah terapkan saat di Bali. Para sopir itu kita beri dulu pemahaman. Kalau rampcheck itu bertujuan ‘menyelamatkan nyawa’ mereka. Sebab, jangan sampai gara-gara kendaraannya justru mengalami kejadian maut karena faktor kendaraan tadi. Tapi, kan pengemudinya bisa kena imbas,” kata Sudarmaji.
Rampcheck sebenarnya kata Sudarmaji inspeksi keselamatan. Tak perlu dikhawatirkan sopir ataupun pengusaha bus. Tujuannya, memastikan armada itu layak jalan dan keamanan transportasi terjaga.
Sehingga, harus dibentuk awareness dimulai dari pengemudi dan berlanjut ke pengusaha Perusahaan Otobus (PO). Dan, pengemudi harus ingatkan PO bus atau kendaraan lain yang dipergunakan misalnya dan dijadikan transportasi umum untuk patuh pada aspek keselamatan.

“Bagi BPTD yang berada di jajaran Direktorat Perhubungan Darat Kemenhub, rampcheck sudah jadi pekerjaan rutin. Misalnya, direktorat sarana dan lalu-lintas itu kan terus bekerja. Bahkan, kendaraan yang tak memenuhi syarat berkendara tak boleh beroperasi sebenarnya. Ini yang harus diwujudkan lewat sinergi sopir dan pengusaha,” ungkap Sudarmaji.
Ketika kegiatan rampcheck memang kata Sudarmaji, biasanya yang sering ditemui di lapangan adalah para pengemudi. Catatan hasil rampcheck harus diingatkan dan menjadi tanggungjawab pengusaha. Sehingga, tak boleh pengemudi hanya mendapatkan haknya, tetapi tanggung jawab kendaraan yang dikemudikan itu ‘diabaikan’ pengusaha.
Contoh misalnya, jika ada pengemudi yang lost control dan itu gara-gara kondisi mobil yang digunakan, maka pengusaha biasanya hanya memberi dukungan bantuan pengobatan bagi korban. Fatalnya jika pengemudi meninggal dunia, biasanya mendapatkan asuransi dari Jasa Raharja yang besarannya Rp50 juta.

“Maksud saya. Apakah harga nyawa itu hanya Rp50 juta. Ini yang perlu dibangun kesadaran. Karena, ketika sopir tadi meninggal dunia dan dia menjadi kepala keluarga untuk mencari nafkah, apa jadinya coba. Tentu, akan muncul penderitaan panjang dan siapa sudah yang memenuhi kebutuhan anak dan istri. Inilah edukasi itu,” jelas Sudarmaji.
Atas langkah-langkah yang lebih menitikberatkan ketika rampcheck itu adalah edukasi, maka kata Sudarmaji, sopir akan paham dan bisa-bisa mereka justru senang dengan kegiatan rampcheck.
“Di Bali waktu itu, justru ada kemauan mandiri baik dari sopir dan pengusahanya. Mereka minta kapan ada rampcheck. Edukasi itu bisa dilakukan lewat kongkow-kongkow sambil minum kopi. Sehingga, rampcheck bukan seperti ‘hantu’ yang ditakuti sopir atau pengemudi dan terbangun kesadaran tadi,” urai Sudarmaji.

Sharing Sudarmaji pun melihat aspek yuridis. Karena, dalam ketentuan hukum sudah diamanatkan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pengusaha itu harus melakukan pengujian kendaraannya sebelum dioperasikan.
“Ini yang saya maksud, pengemudi harus punya kesadaran mengingatkan pengusaha di mana ia bekerja. Demi keselamatan bersama,” kata Sudarmaji.
Sudarmaji memberi contoh. Misalnya rem blong. Tentu, ini kelalaian. Karena, kendaraan sebelum dioperasikan harus lewat inspeksi keselamatan tadi.
“Tapi, apa yang menjadi korban pengusahanya? Tentu kan sopir yang mengemudikan mobil tadi. Jadi, ayo bangun hak dan tanggungjawab tadi,” kata Sudarmaji yang memiliki komitmen leader dan menjalankan tugas-tugas pimpinannya dalam penerapan tata kerja di BPTD Kaltim ini.
Edukasi ke para sopir tadi kata Sudarmaji, bisa juga diberikan tips bagaimana jika mengemudikan kendaraan yang jaraknya jauh. Pengemudi harus fit dan perlu mengatur jeda waktu istirahat di perjalanan.
“Karena ada yang kelelahan dan akhirnya kehilangan kendali karena microsleep (tertidur sesaat). Sebab, ada ketentuan setiap 4 jam itu harus berganti pengemudi. Apalagi menjaga handling mobi kecepatan tinggi,” cerita Sudarmaji.
Sudarmaji lalu mengingat-ingat dan akhirnya ingat dengan artis Vanessa Angel yang meninggal gara-gara sang sopir mengalami microsleep di jalan tol.
“Tertidur sekian detik. Tapi, fatal toh akhirnya meninggal dunia. Kita tak mau kejadian ini menimpa pengemudi di Kaltim. Makanya, BPTD sangat intens untuk melakukan rampcheck. Termasuk untuk jalur sungai, danau dan penyeberangan,” pungkas Sudarmaji. Stop Pelanggaran, Stop Kecelakaan!. (gt)