TINTAKALTIM.COM-Langkah kepolisian Polres Bontang membubarkan aksi blokade akses masuk PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) yang dilakukan Pembudidaya Kerang Dara di Muara Badak dan demonstrasi bersama Aliansi Peduli Nelayan Kerang Dara (APNKD) sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP)
“Polisi bertindak berdasarkan Undang-Undang. Kita tidak melarang melakukan aksi demonstrasi, tetapi jika sudah melanggar tentu kepolisian sesuai tugasnya melakukan tindakan,” kata Kapolres Bontang AKBP Alex FL Tobing SIK dalam keterangan persnya lewat Humas Polres Bontang yang diterima Tintakaltim.Com.
Sebelumnya, aksi unjuk rasa digelar oleh Aliansi Peduli Nelayan Kerang Dara Muara Badak 5 Februari 2025 terkait dugaan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan gagal panen kerang dara.
Langkah polisi sangat masif. Sudah melakukan tindakan preemtif (sosialisasi), preventif (pencegahan) bersama pemerintah daerah dan itu dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pola penanganan unjuk rasa (unras). Bahkan, dialog serta mediasi telah dilakukan kedua belah pihak untuk mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
“Kami terus melakukan upaya mediasi. Tetapi, kondisi eskalasi di lapangan mengharuskan kami mengambil langkah tegas demi menjaga ketertiban dan keamanan. Itu pun dilakukan terukur sesuai dengan ketentuan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di depan umum,” kata Kapolres Bontang.
Dijelaskan dalam rilis Humas Polres yang diketahui Kapolres Bontang itu, Selasa, 31 Desember 2024 telah digelar rapat mediasi di ruang rapat Desa Batu Batu Kecamatan Muara Badak. Rapat membahas dugaan pencemaran limbah oleh PT PHSS di beberapa desa termasuk Tanjung Limau, Muara Badak Ilir, Muara Badak Ulu, Desa Saliki, Desa Gas Alam dan Desa Salo Palai
Disebutkan dalam keterangan pers itu, dugaan pencemaran mengakibatkan sekitar 299 nelayan mengalami gagal panen dengan total kerugian 800 ton kerang dara yang bernilai sekitar Rp50 miliar.
Produk kerang dara yang sebelumya telah berhasil diekspor hingga Bangkok Thailand mengalami kematian massal, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi para pembudidaya
Akhirnya bentuk protes dilakukan. Mulai Kamis (9/1/2025), kelompok pembudidaya kerang dara aksi unjuk rasa di lokasi pengeboran GWOC 16 Km 2 Desa Tanjung Limau. Masa menutup akses masuk ke lokasi rig sebagai bentuk tekanan terhadap PT PHSS untuk menanggapi kelurahan mereka.

Dilanjutkan, upaya mediasi pada Jumat (10/1/2025) di kantor utama PHSS di Desa Gas Alam Badak. Dalam pertemuan itu, Persatuan Budidaya Kerang Dara meminta tali asih dampak sosial sebesar Rp10 juta per orang (total 299 anggota) sebelum adanya proses pembukitan pencemaran. Mereka juga meminta PHSS untuk kooperatif dalam memberikan data yang dibutuhkan dalam investigasi pencemaran
Lalu dalam rilis Polres Bontang itu dijelaskan, pada Kamis 23 Januari 2025 di Pelabuhan baru Toko Lima Desa Muara Badak telah dilaksanakan kegiatan pengambilan sampel untuk menindaklanjuti penyelesaian permasalahan PT PHSS dengan masyarakat pembudidaya kerang dara terkait kematian massal kerang dara yang diduga dari limbah pengeboran minyak PHSS
“Tapi pada Selasa (4/2/2025) aksi unjuk rasa kembali dilakukan oleh kelompok pembudidaya kerang dara Muara Badak di depan gerbang utama PT PHSS dengan menutup Gate 1 yang merupakan akses masuk ke area kantor utama PT PHSS,” jelas Kapolres Bontang.
Kemudian, pada Rabu (12/2/2025) kembali dilaksanakan aksi unjuk rasa oleh Aliansi Peduli Nelayan Kerang Dara (APNKD) dengan menutup Gate 1 dan Gate 2 PT PHSS.
Dalam identifikasi kepolisian, dalam aksi itu ditemukanbeberapa pelanggaran yang menyalahi ketentuan UU di antaranya surat izin pemberitahuan aksi unjuk rasa tidak sesuai ketentuan dan tidak memiliki fisik dokumen, aksi dilakukan dalam kawasan objek vital nasional (obvitnas), menutup akses gate I, Gate II serta menghalangi operasional Rig 16 dan aksi itu dinilai mengganggu ketertiban umum
Polres Bontang kata Kapolres, tidak bertindak gegabah dan tetap mengacu pada jalur hukum yakni mengacu dalam lembaran negara RI 1998 nomor 181 penjelasan atas UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum
Dalam penjelasannya di Pasal 9 ayat 2 huruf (1) yakni, pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan di tempat terbuka untuk umum.
Dan ada pengucalian khususnya yang dilarang di tempat di antaranya lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal amngkutan darat dan objek vital nasional.
“Karena tindakan blokadi itu sudah masuk dalam kawasan objek vital nasional, maka kita lakukan tindakan sesuai prosedur hukum tersebut,” jelas Kapolres
Jika UU di atas dilanggar kata Kapolres, maka kepolisian sebagai aparat penegak hukum, maka sesuai Pasal 15 kegiatan unjuk rasa dan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum itu dibubarkan, karena dianggap tidak memenuhi ketentuan hukum tadi. Termasuk tertera dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat 2 dan 3 serta Pasal 10 dan Pasal 11.
Kapolres mengimbau, setiap aksi penyampaian pendapat di muka umum harus sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 dan pada tindakan yang dilakukan Polres Bontang telah diatur dalam Perkap Nomor 7 Tahun 2012
“Kami imbau kepada seluruh masyarakat di Bontang, tidak melakukan tindakan secara kemauan pribadi yang melanggar ketentuan hukum. Percayakan kepada aparat penegak hukum. Kami akan mencarikan solusi semaksimal mungkin dengan tidak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengikuti prosedur,” kata Kapolres. (gt/ril)