TINTAKALTIM.COM-Idul Kurban sudah pasti berhambur daging. Momen ini dimanfaatkan tiap tahun oleh ormas keagamaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) untuk bersilaturahmi lewat makanan sop Kikil Wakatobi. Tentu, peracik menunya sekaligus show off makanan yang lezat buatan tangan sendiri

Sifatnya non-formal. Sambil kongkow-kongkow bermakna silaturahmi. Olahannya, tamu diajak menikmati hidangan sop kikil oleh jajaran pengurus LDII Balikpapan pimpinan Herry Fatamsyah dan ini berjalan sudah beberapa tahun.

Kami dari komunitas Majelis Taklim Satu Jalan Dalam Ibadah (Sajadah) diundang dan dijamu sangat baik. Dan makan sepuasnya. Tapi, karena kami semua tamu ya harus tahu diri. Tak mungkin toh makan ‘segunung’.

Sahabat saya Edy Assaniar terlihat ekspresi mimiknya bahagia saat menyantap kikil itu. Seolah, sudah tak bisa lagi berkata-kata karena menikmati kelezatan kikil. Tetapi, keinginan dan realita seolah berbanding terbalik. Ia mau tambah tapi perut sudah penuh dan kenyang ditambah rasa malu.
Sedang lainnya Drs Rikmo Kuswanto MSi, ia orangnya sangat rapi dan tertata, sehingga cerminan itu terlihat dari cara mengambil makanan. Ia hanya mengambil dessert (buah nanas dan semangka) ditambah sedikit makan kuah kikil yang tak ‘demonstratif’ mengambil kikil yang besar.

Karena, gaya hidup Rikmo selalu memperhatikan kesehatan. Dia adalah sosok yang selalu mengikuti anjuran dokter. Apalagi kikil mengandung lemak jenuh yang terkadang mempengaruhi pembulu darah.
“Kikilnya enak dan lezat. Tetapi, saya bersyukur diundang hanya tak berani makan terlalu banyak. Sebab, bisa berpengaruh riwayat konsumsi daging terlalu banyak efeknya pada kesehatan,” kata Rikmo seraya tersenyum tetapi kepalanya sudah mulai terasa nyut-nyut
Seperti diketahui, kikil adalah bagian dari kulit dan jaringan ikat sapi. Kandungannya tak seperti daging sapi, namun ada hal-hal yang diperhatikan dari aspek kesehatan. Tak bisa dipaksakan makannya.

Nafsu makan muncul ketika hidangan disiapkan chef Benny Laode yang memang asal Wakatobi, sehingga brand kikil itu membawa nama Wakatobi. Kata Benny, nama itu singkatan dari nama empat pulau besar di Sulawesi Tenggara yakni Pulau WAngi-wangi, KAledupa, TOmia dan BInongko. Meski kabupaten, namun Wakatobi jadi pusat terumbu karang terbesar dan penuh keanegaraman hayati laut di dunia.

“Kami ini pelaut ulung. Terkenal di dunia. Jadi kalau sea food sudah makanan sehari-hari. Tetapi, orang Wakatobi jika disuruh mengolah makanan pasti rasanya lezat. Termasuk sop kikilnya,” promosi Benny Laode yang juga seorang lawyer ini.
Acara santai sambil menikmati lezatnya sop kikil itu dihadiri jajaran pengurus LDII seperti Abdurrahman, Ustaz Munawar, Ustaz Dani, Benny Laode dan Herry Fatamsyah yang terus memanfaatkan momen itu jadi ajang diskusi. Sedang dari Sajadah ada pula Hendra Winardi, Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Balikpapan, H Jailani (Komisioner Baznas) dan H Sofyan (Sekretaris DMI Balikpapan)

Dua sahabat saya, H Jailani dan H Sofyan terlihat anteng. Ia begitu menikmati dan puncak kenikmatan semakin terlihat karena wajah keduanya ada rasa lapar. Ditambah, puncak kenikmatan itu karena keduanya sehat. Kalau sakit makan apa saja pasti terasa tak enak.

Mood makan keduanya tinggi. Sehingga, sempat tambah sop kikilnya. Sepertinya, keduanya adalah pecinta makanan lemak dan kebetulan tidak sakit gigi sehingga menyantapnya terlihat fresh.
Media ini menyebut, ketika ditanya chef Benny Laode menjawabnya dibumbui nilai agama sebab sedang berada di pendopo Pesantren Bairuha, sehingga ungkapannya Fabiayyi ala irobbikuma taukadziban (Maka nikmat Tuhan kamu yang mana lagi yang kau dustakan). Sebab, puncak kenikmatan terasa seraya mata mulai kelap-kelip.

Tetapi, saya juga bersyukur karena sahabat saya Hendra Winardi yang ketua PITI itu lahap sekali bahkan doyan sehingga sedikit berkeringat karena sop kikil tadi dianggapnya suplemen nafsu makan ditambah tidak dinner saat menuju ke Ponpes Bairuha.

Bahkan, Hendra begitu telaten menyiangi daging-daging dari kikil yang disantapnya. Dan posisinya sangat pas karena tidak berhadapan dengan Ketua LDII Herry Fatamsyah. “Enak betul, mungkin resep masakannya ada doa dan silaturahmi. Jadi enak,” kelakar Hendra yang punya rasa malu akan bolak-balik tambah.
Tetapi, dinner malam itu juga dijadikan ajang silaturahmi dan diskusi. Bahkan, ada bahasan tentang rokok dan juga bagaimana undangan yang hadir bisa ikut berpartisipasi pada momen 17 Agustus 2025 mendatang lewat event menggugah nasionalisme. Apa kegiatannya? Coming Soon. (gt)