TINTAKALTIM.COM-Masing-masing daerah punya tradisi sendiri. Begitu juga bagi orang Mandar di Sulawesi Barat (Sulbar). Sebagai apresiasi orangtua kepada anak-anaknya yang telah khatam Alquran 30 juz, digelar acara bernama Sayyang Patt’udu atau kuda menari.
Itu dilakukan saat bulan Maulid. Suasana di Kecamatan Malunda tempat acara, seperti ‘Hari Raya’ ramai dan sebagian lagi menyebut ‘Hari Libur Nasional’ khas warga Malunda karena kehadiran Bani Mas’ud yang selalu mengeluarkan sedekah.
Jalur tradisi sayyang patt’udu itu dibagi di dua tempat. Rahmad Mas’ud, Rudi Mas’ud dan istri serta Yuli Mas’ud bergerak dari kediaman orangtua Hajar Nuhung di kawasan Malunda. Lalu Hasanuddin Mas’ud dan Alwi Alqadrie dari rumah keluarganya yang tak jauh dari Masjid Besar Malunda.
Rahmad dan istri naik bendi (transportasi dibantu tenaga kuda). Sementara sang anak sulung Cindara yang menunggang kuda dengan pakaian khas wanita tradisi Mandar demikian juga sang istri Hj Nurlena, diarak keliling jalur berbeda dengan Hasanuddin Mas’ud. Keluarganya H Taher pun ikut menumpang bendi duduk di bagian depan.
Kuda dihias dengan berbagai asesoris. Kudanya bergoyang mengikuti gerakan tabuhan rebana. Kuda menghentakkan kaki dan mengangguk-angguk kepala dan sesekali mengangkat setengah badannya di udara. Antusias warga Malunda begitu tinggi, apalagi yang lewat dianggap tokoh di tanah Malunda.
“Wah cantik sekali Ibu Walikota dan anaknya. Dan salam hormat juga diberikan kepada masyarakat Malunda. Sangat menghibur dan santun,” ujar warga Malunda yang menyaksikan di tepi jalan.
Sementara itu, di jalur lain kuda ditumpangi H Hasanuddin Mas’ud dan Alwi Alqadrie. Sang penunggang kuda, dipayungi oleh warga yang mengawal prosesi sayyang pattu’du yang menurut warga Mandar disebut la’lang.
Hasanuddin terlihat santai di atas kuda. Ia menemani kedua putranya yang khatam 30 juz Alquran. Sebagai orangtua, diwajibkan memang menemani sang anak agar spirit anak untuk terus cinta Alquran semakin tinggi.
“Tradisinya memang begitu. Namanya pissawe menurut orang Mandar. Karena, itu menghargai anak-anaknya yang khatam Alquran,” kata Hajar Nuhung, dari Bani Mas’ud.
Arak-arakan kuda diiringi tabuhan alat semacam rebana oleh kelompok laki-laki yang enerjik. Gendang yang berbunyi membuat kuda-kuda itu menari. Terlihat, Hassanuddin Mas’ud santai menunggang kuda.
“Saya bukan penunggang kuda tetapi teorinya dapat. Sehingga, tidak terlihat tegang dan santai kendati kudanya menari-nari,” ujar Hasanudin Mas’ud yang melintasi jalur cukup panjang sekitar 3 kilometer.
Kedua anak Hasanuddin menggunakan jubah dan surban. Seperti orang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Demikian juga anak Walikota, Maulana.
Uniknya, tradisi sayyang patt’udu ini ada pantun. Itu disuarakan oleh warga. Pantunnya berbahasa Mandar dengan narasi jenaka dan mendorong semangat serta tawa para hadirin.
“Pantunnya tidak boleh sembarangan. Harus memberi inspirasi. Syairnya beragam. Misalnya, meski belum naik haji tetapi para lelaki penunggang kuda yang anak-anak sudah berpakaian haji. Dari Malunda naik haji,” urai Hajar Nuhung memberi contoh narasi pantun yang penuh spirit dan lelucon dan menyebut pelantunnya disebut pangkalindaqdaq.
MENARI TINGGI
Sementara itu ada pemandangan lucu ketika Ketua Komisi III DPRD Balikpapan H Alwi Alqadrie menunggang kuda. Sejak start hingga finish, sang kuda menari-nari yang kepalanya diangkat sangat tinggi. Tentu saja, tubuh Alwi harus menyesuaikan, jika tidak maka bisa terlempar dari tempat duduk.
Andi Welly, pengurus Rahmad Mas’ud Centre (RMC) turut dalam arak-arakan itu. Ia mengabadikan lewat video ponselnya sambil sesekali tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kuda yang ditumpangi Alwi.
“Kudanya binal, karena yang naik orang ganteng,” kelakar Andi Welly, menggoda Alwi.
Sementara penabuh rebana terus beraksi dengan irama gendang yang makin membuat kuda menari-nari. Kompak dan sebagian yang ikut mengarak kuda merasa terhibur dan seolah ingin juga menggerakkan bagian tubuh.
“Wow dahsyat penabuh gendangnya. Semangat dan kompak serta tak berhenti hingga finish. Mungkin sudah disawer sama H Hasanuddin,” kelakar Andi Welly lagi.
Memang, sejak keberangkatan dan Hasanuddin Mas’ud belum menunggang kuda, kelompok rebana itu sudah menghibur Hasanuddin dan Alwi di depan rumah. Mereka mendapat saweran ‘uang merah dan biru’ dari Alwi Alqadrie dan Hasanuddin Mas’ud. “Terimakasih, semoga rezekinya melimpah,” ujar mereka semua.
Suasana saweran pun dilakukan Bani Mas’ud lainnya termasuk Rahmad Mas’ud dan Rudi Mas’ud juga Hj Nurlena. Karena, memang haul dan sayyang patt’udu itu juga dimanfaatkan untuk bersedekah, sekaligus wujud silaturahmi dan berbagi kebahagiaan dengan warga Malunda.
GUYONAN
Sementara itu di bagian lain, rombongan Rahmad Mas’ud jika berkumpul selalu membuat guyonan. Baik itu di mobil maupun tempat penginapan. Mereka terdiri dari Asisten I Zulkifli, Asisten II H Muhammad Yusri, GM Balikpapan Superblok (BSB) Yudhi Saharuddin, Michael, Ustaz Mustaqim, Rosman Abdullah dan H Kamal (pemilik Toko Kamal).
Apalagi kehadiran H Kamal. Bapak satu ini selalu membuat cerita yang berisi gelak-tawa. Itu diperlihatkan Ustaz Mustaqim yang selalu tertawa terbahak-bahak jika mendengar cerita-cerita guyonan ala H Kamal.
H Kamal memang sering ‘digoda’ agar bercerita. Khususnya kaitan Mamuju. Intonasinya menggelegar dan berlogat Sulawesi Selatan. Sebab, ia di masa mudanya sekitar tahun 90-an lalu-lalang untuk mengambil dagangan berupa sapi, beras dan lainnya dari Mamuju ke Balikpapan memasok tokonya. Kini dagangannya sukses bahkan H Kamal ekspansi ke bisnis umroh dan haji.
“Jadi ini berapa jauh lagi. Dan sarapan nasi kuning yang enak itu di mana Pak Kamal,” tanya Rosman Abdullah, Dewan Pengawas Perumda Manuntung Sukses.
H Kamal tak langsung menjawab. “Saya bolak-balik Mamuju itu di tahun 90-an. Kalau nasi kuning enak saya tidak tahu. Tapi, kalau jalur di mana mobil saya pernah turun dari tanjakan bisa cerita,” ujar Kamal yang disambut tawa seisi kendaraan. Maklum, yang ditanya dan jawaban tidak klop.
Tetapi, suasana safar atau perjalanan itu menambah kekeluargaan. Dan, tidak terasa lelah. Hanya, penulis harus mengalami kejadian yang tak pernah dialami yakni mabuk di tengah jalan dan harus turun dua kali di tengah jalan. Beruntung, H Kamal mengobatinya dengan memijat dan memberi resep sederhana air putih hangat dicampur sedikit gula.
“Harus minum air hangat. Saya kalau sakit itu saja amalannya. Insya Allah sembuh,” kata H Kamal yang kerap mengaji di tengah malam ini. Semuanya happy. Dan, mengikuti tradisi haul dan sayyang pattu’du serta peringatan maulid selama 2 hari di Sulbar. Tradisi itu merupakan peninggalan masa lalu dan harus dilestarikan di Indonesia khususnya di Sulbar. (gt)