Catatan: Sugito *)
TINTAKALTIM.COM-Fenomena ODOL lagi jadi ‘buah bibir’. Persepsinya bukan karena itu pasta gigi. Ini akronim bahasa Inggris yang sudah jadi bahasa tutur. Over Dimension Over Loading atau Lebih Dimensi dan Lebih Muatan yang tak pernah tuntas penanganannya
ODOL itu karena ada motivasi efisiensi biaya para pelaku usaha. Sebenarnya, memuat kendaraan secara overload pasti linier dengan over dimension. Padahal, jika disadari itu merusak kendaraan. Struktur badan kendaraan rusak karena ada ‘paksaan’ mesin kerja keras sehingga jika bicara efisiensi ya kontra produktif.

ODOL juga karena ada mindset keselamatan masih rendah di Indonesia. Beda negara seperti Singapura yang disebut ‘negara penuh keteraturan’. Di negara ini, ODOL tidak diizinkan dan ditindak tegas bahkan sampai penyitaan kendaraan dan pidana.
Nah di Indonesia penerapan ODOL boleh dibilang mandek 16 tahun. Apalagi, ada penolakan para pengemudi truk dan pengusaha. Persoalan lainnya kaitan aspek ekonomi yang memaksa membawa kendaraan tak sesuai aturannya. Padahal dari data ada 6.000 orang meninggal dunia karena ODOL

Demo sopir truk itu berangsur. Di Kudus ada sekitar 800 sopir truk merespons penolakan dan beberapa daerah di Jawa karena kaitan ‘kampung tengah’ alias perut dan keluarga. Kejadian ini implikasinya besar khususnya dalam pasokan barang kebutuhan sembako masyarakat.
SPIRIT
Spirit awal Zero ODOL sudah pernah diglorifikasi (digaungkan) Ditjen Hubdat Kemenhub di tahun 2023. Lalu ngetrend lagi di tahun 2025 lewat Korlantas Polri melalui Kakorlantasnya Irjen Pol Agus Suryonugroho dan Menhub Dudi Purwagandhi yang menggelar rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga.

Timeline dibuat hingga berbagai fase bahkan penegakan hukumnya. Seluruh elemen bicara Zero ODOL. Aksinya sudah berjalan, bahkan membuat jadwal hingga setiap hari yang didiskusikan soal ODOL.
Hanya, tiba-tiba mengejutkan. Korlantas Polri menunda dan tak mungkin Zero ODOL dilakukan 2026. Karena menurut Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho diperlukan analisis menyeluruh untuk merealisasikannya mulai dari aspek ekonomi, logistik sampai sistem tranportasinya. Akhirnya, aparat penegak hukum belum melakukan penindakan.

Padahal, kecelakaan truk ODOL sering terjadi. Jika ada yang meninggal dunia (MD) sebagian menilai itu takdir. Kenyataannya karena regulasi yang dilanggar dan mengakibatkan implikasi kecelakaan ujung-ujungnya masyarakat jadi korban
Hanya, Menhub Dudy Purwagandhi tetap tegas tak akan menunda penegakan hukum ODOL. Karena, menunda lagi akan menambah jumlah korban kecelakaan lalin dan kerugian. Jika ada yang keberatan maka dicarikan solusi. Alasan lain, kerusukan infrastruktur karena ODOL sudah Rp43,4 triliun
PENGAWASAN
Pengawasan sering berjalan. Jika kita melihat aspek yang dilakukan Ditjen Hubdat Kemenhub di Kaltim melalui Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kaltim juga masif. Penegakan hukum (gakkum) secara gabungan dilakukn seluruh Kaltim. Lewat timbangan portable maupun Jembatan Timbang.

Yang terbaru, Kepala BPTD Kaltim Renhard Ronald pun mengajak multi-stakeholders untuk mendiskusikan ODOL dalam angkutan batu-bara karena daerah ini banyak usaha batu bara.
Tujuannya, ada kesamaan persepsi untuk bicara aspek keselamatan dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi. Langkahnya, humanis dan persuasif dan tidak represif sebab diakui bahwa persoalan ODOL sangat kompleksitas. Karena goal-nya masyarakat selamat, pengusaha angkutan pun bisa berusaha regulatif dan aman.
INTEGRITAS
Tetapi itu tak cukup. Diperlukan kepedulian sopir truk, pemilik truk dan pelaku usaha yang menggunakan jasa transportasi. Integritas kuncinya dan diduga dari investigasi media ini, ada oknum pengusaha yang membekali uang ekstra untuk ‘salam tempel’ bagi oknum petugas. Alhasil, truk ODOL bebas melintas di mana saja
Padahal, penyedia jasa adalah badan usaha bukan badan amal, jadinya pasti ada yang harus dipangkas supaya bisa untung, minimal mencapai Break Event Point (BEP). Caranya, menabrak ODOL tadi.

Saya memahami bahwa demo yang dilakukan para sopir truk yang menuntut agar truk ODOL tidak ditindak dulu adalah sebuah isu yang cukup kompleks dan perlu solusi tegas. Sebab, semuanya urusan perut tadi
Hanya, sisi penyedia jasa, berhentilah menjual mimpi. Masyarakat harus juga jadi pertimbangan keselamatan. Sebab, jika ada penegakan hukum seperti dari petugas kepolisian, dishub, kemenhub lewat sejumlah peralatan untuk deteksi dari jembatan timbang sampai mengukur beban kendaraan pakai Weigh In Motion (WIM), alat yang bisa deteksi truk yang melintas jika lebihi kapasitas. Semua demi keselamatan.

Memang diakui, faktor yang mempengaruhi truk ODOL itu adalah biaya. Entah itu biaya transport maupun biaya kendaraan itu sendiri . Lalu, tarif logistik yang sudah tinggi tapi tidak cukup untuk menutup biaya operasional dan margin, akhirnya muatannya yang diperbanyak.
Ini semua hukum ekonomi tetapi harusnya tak mengabaikan aspek keselamatan. Jika dicermati, sebenarnya ada kesan dan dugaan pembiaran oknum petugas di lapangan. Sehingga, butuh effort besar untuk mendisiplinkan pelaku lewat penegakan hukum, karena sudah menjadi jamak dan dianggap wajar akhirnya sulit ditindak. Padahal regulasinya lama dari UU Nomor 22 Tahun 2009, perpres, PP, peraturan menteri dan lainnya.
Mengapa over dimension? Karena, kalau mengikuti dimensi mobil normal akan rugi di operasional. Sebab, tujuannya adalah mengangkut pada satu perjalanan dapat mengurangi biaya operasional per unit barang. Pengusaha truk mungkin merasa terdorong untuk memodifikasi truk mereka agar bisa mengangkut lebih banyak yang akhirnya ODOL
Selain itu ada persaingan bisnis dalam industri logistik sangat ketat. Pengusaha truk mungkin merasa tertekan untuk menawarkan tarif lebih rendah, dan salah satu cara melakukannya adalah dengan mengangkut lebih banyak barang dalam satu truk
APRESIASI
Catatan saya ini memberi apresiasi bagi pengusaha angkutan yang sudah menyesuaikan armada mereka yang mengeluarkan biaya besar. Tapi kepatuhannya belum mendapat reward yang nyata dan layak dari seluruh regulator transportasi
Memang penegakann Zero ODOL tak hanya pada tindakan penegakan hukum saja (represif) tapi perlu ekosistem mendorong kesadaran kolektif untuk taat aturan caranya melalui insentif yang logis dan terukur.
Faktanya, setiap ODOL lewat cara penegakan hukum justru memperbesar resistensi terutama bila pelanggaran dianggap lebih mudah dan lebih menguntungkan dibanding mematuhi regulasi. Sebab, sebagian pihak menilai insentif bisa menjadi motor kepatuhan berkelanjutan
Insentifnya apa? Diskon tarif tol bagi mereka yang non-ODOL pada ruas jalan, subsidi atau potongan harga BBM bersubsidi untuk armada sesuai standar dimensi dan muatan atau diskon biaya service hingga kemudahan pembiayaan berbunga rendah dari perbankan dan lainnya.
So? Penegakan pelanggaran ODOL itu pasti demi keselamatan masyarakat. Sebab, ODOL sudah jadi ‘monster’ yang jahat bisa menghilangkan nyawa. Niat sudah lama tetapi melihat aspek ekonomi dan memperhatikan berbagai aspek kompleksitas lainnya. Tapi penegakan hukum (law enforcement) juga harus masif. Akhirnya: Road Safety Starts With You.**
*) Direktur Tintakaltim.Com dan Wakil Ketua Media Online Indonesia Kaltim.