TINTAKALTIM.COM-Refleksi mengingat pejuang yang telah berjuang di jalan Allah untuk memerdekakan Indonesia serta ragam pertempuan termasuk di Surabaya yang dikenal dengan Hari Pahlawan, diulas tuntas dalam istighosah kubra (doa bersama meminta pertolongan Allah).

Bahkan, disebutkan syuhada atau mereka yang berjuang itu dalam Islam yang mati terbunuh hakekatnya tidak mati, tetapi ruhnya hidup di alam barzah dengan segala kenikmatan yang diberikan Allah.
“Wa laa taquulu limayyugtalu fii sabilillahi amwaat, balahyaa’uwwalaaklla tasy’uruun (Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, mereka itu telah mati. Mereka semua hidup),” kata penceramah Habib Mustafa bin Abdullah Alaydrus, mengutip Alquran Surah Albaqarah ayat 154 di acara Istighosah Kubra dan Maulid Agung di pelataran kantor Polsek Balikpapan Selatan, Kamis (10/11/2022)

Kegiatan itu dirangkai dengan Hari Pahlawan 10 November 2022 yang merupakan inisiasi Habib Mustafa Pimpinan Majelis Zikir Syamsi Syumus Jakarta, dan dilaksanakan Pembina Yayasan Darur Rahim H Syahbuddin Noor didukung Kapolsek Balikpapan Selatan AKP Bambang Suhandoyo SH dan tim.

Acara itu dihadiri Ketua DPRD Kukar Drs Abdul Rasyid SE MM, Danramil 03-0905 Bpp, Kapten Ctp Ribut Purnomo, kanit dan Kanit Polsek Balikpapan Selatan, porsenel Polsek Balikpapan Selatan, Babinsa Balikpapan Selatan Sertu M Thaib, perwakilan Viking Borneo, ketua RT Subari, Kelurahan Sepinggan Raya, Santri Yayasan Darur Rahim, Zaini Fitha (Babulusalam), Ubaidillah (Pondok Yasin), Rahmani (Baitul Makmur), GM Angkapura Sepinggan diwakili Manajer Arief Sirajuddin dan ibu-ibu Majelis Syamsi Syumus Balikpapan dan undangan lainnya.

Menurut Habib Mustafa, kemerdekaan bangsa Indonesia bukan hadiah dari penjajah. Tetapi berkat perjuangan bangsa Indonesia. Di Surabaya, bisa disebut resolusi jihad tepat 10 November 1945 karena melawan tentara sekutu. Sebab, sekutu ingin menjajah Indonesia kembali.

Mereka para pahlawan yang syuhada, semua kata Habib, mengikuti jejak Rasulullah. Ada iman di dadanya untuk jihad melawan penjajah. Sebab mereka menjunjung tinggi semangat hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman).
“Ucapan yang keluar dari mulut mereka semua adalah pekik Allahu Akbar. Maju menghadapi penjajah dengan alat seadanya. Ada yang membawa linggis, keris, pacul tetapi semangat tauhid mereka dan iman di dada mampu mengalahkan penjajah,” urai Habib Mustafa.

Sehingga, karena keikhlasan untuk mendapatkan ridha Allah, maka ketika pejuang-pejuang itu terbunuh di medan perang, maka mati syahid dan menjadi syuhada. “Mereka hidup dan memiliki fasilitas lengkap (full facilities). Dan ketika berdoa maka dikabulkan Allah. Maka, istighosah kubra ini dilakukan agar doa-doa kita untuk minta tolong Allah diijabah,” kata Habib Mustafa disambut pekik amin undangan yang hadir.
Dalam keterangan lainnya, Habib Mustafa menceritakan bagaimana Jenderal Panglima Sudirman di masa gerilya. Keluar-masuk hutan hingga terserang penyakit. Saat itu, sempat membuat ikrar dengan istri. “Jeng, kulo mboten mantu (istriku, saya tidak akan pulang). Ini karena Jenderal Sudirman ingin memastikan bahwa bendera Merah Putih berkibar dan peperangan melawan sekutu harus menang,” kata Habib.
BUNG TOMO
Di bagian lainnya, Habib Mustafa memberikan pandangan sejarah perjuangan arek-arek Suroboyo. Saat itu juga dipelopori Bung Tomo yang diperintah Jenderal Sudirman ke Surabaya melintas dari Tawang Mangun, Sarangan, Madiun hingga ke Sunan Ampel. Bung Tomo pahlawan yang membakar semangat rakyat dalam peperangan 10 November 1945 dan selalu berdoa agar dapat dikabulkan menunaikan ibadah ke Tanah Suci sebelum meninggal.

“Akhirnya Bung Tomo bisa naik haji dan meninggal saat Wukuf di Padang Arafah. Dialah tokoh yang ikhlas berjuang tanpa pamrih,” cerita Habib Mustafa yang juga menyebut pejuang mampir ke Sunan Ampel untuk berdoa dan berziarah ke makam ulama terdahulu agar Allah memberi pertolongan.
Habib juga bercerita bagaimana kobaran semangat Bung Tomo saat berjuang. Ia memberi spirit dan selalu membukanya dengan pekik Allahu Akbar saat bicara di ‘Radio Perjuangan’.

Bung Tomo, yang kelahiran Surabaya tak henti membakar semangat areak-areak Suroboyo. Orasinya memang meledak-ledak dan membakar semangat perjuangan.
“Bun Tomo itu pahlawan dahsyat. Iman di dadanya tak pernah luntur. Ia yakin proses pergerakannya melawan penjajah pasti menang karena ada Allah yang menolong,” cerita Habib Mustafa.
Dalam kisahnya, Habib Mustafa menyebutkan pergerakan areak-arek Suroboyo dari Hotel Majapahit, hotel mewah bersejarah di Jalan Tunjungan yang dulu bernama Hotel LMS dan disebut juga Hotel Yamato.

Pada 19 September 1945, arek-arek Suroboyo dengan gagah berani memanjat Hotel Majapahit yang dinamai Jepang jadi Hotel Yamato. Mereka merobek bendera Belanda, merah putih biru, sehingga menjadi bendera merah putih. Aksi itu menjadi peristiwa awal 10 November 1945.
Dalam tausyiahnya, Habib Mustafa juga menyinggung pertemuan peristiwa rapat raksasa di Lapangan Ikada pada September 1945. Lapangan itu sekarang berdirinya Monumen Nasional (Monas).
“Di sinilah rakyat Indonesia berikrar untuk tetap mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Tak ingin, penjajah mengambil alih lagi penjajah Jepang,” kata Habib Mustafa
Cerita yang disampaikan Habib Mustafa, ingin menunjukkan bahwa peran Allah dan semangat pejuang terdahulu luar biasa untuk membuat Indonesia merdeka. “Sekarang kita harus bersyukur. Meneruskan perjuangan Indonesia. Jangan merusak Indonesia dengan cara-cara anarkis. Hargai pejuang yang telah merebut kemerdekaan dari penjajahan,” kata Habib Mustafa yang menutup kegiatan dengan istighosah kubra.
Dalam istighosahnya, Habib Mustafa mendoakan Indonesia, Kaltim dan Kota Balikpapan agar masyarakatnya cinta damai dan daerahnya selalu mendapat keberkahan Allah. Juga masyarakatnya mampu mengisi kemerdekaan dan menjadi pahlawan sesuai dengan bidang masing-masing.
“Kita doakan, Kaltim aman. Apalagi sudah ditetapkan menjadi Ibu Kota Nusantara (IKN). Termasuk daerah-daerah penyangga seperti Balikpapan, Kukar dan lainnya. Jangan sampai ada pihak-pihak yang ingin merusak daerah ini dengan cara-cara tak benar. Makanya, istighosah kubra ini bagian dari meminta pertolongan Allah,” ujar Habib Mustafa.
Sementara itu, Pimpinan Yayasan Pendidikan dan Dakwah Darur Rahim H Syahbuddin Noor menegaskan, bahwa kegiatan istighosah kubra dan maulid agung dilaksanakan atas koordinasi dengan Habib Mustafa.

“Dengan dukungan sponsor dan support 100 persen Polsek Selatan di bawah pimpinan Kapolsek Bambang, acara ini dapat berjalan. Semoga di waktu mendatang, Yayasan Darur Rahim juga menggelar di polsek-polsek lainnya di Balikpapan dengan tema yang berbeda,” ujar Syahbudin Noor.
Menurut Syahbudin, Yayasan Darur Rahim akan selalu komitmen untuk menggelar acara-acara yang bermanfaat bagi masyarakat. “Insya Allah kami akan selalu bersama masyarakat,” ujar Syahbudin.
Sedang Kapolsek Selatan Bambang Suhandoyo SH menegaskan, pertemuan di majelis dengan Habib Mustafa dan warga tidak disangka-sangka. Semuanya atas kehendak Allah. “Saya haqul yakin, majelis ini mendapat ridha dari Allah. Dan kehormatan bagi kami digelar di pelataran Polsek Selatan,” kata Bambang.

Disebutkannya, kronologis acara digelar di Polsek Balikpapan Selatan karena permintaan Habib Mustafa. “Luar biasa habib, menghubungi saya pukul 23.30 Wita. Dan ingin menggelar acara istighosah dan maulid kubro. Dan langsung menunjuk tempat Polsek Selatan. Subhanallahu. Ini semua karena Allah,” kata Bambang yang mengucapkan terimakasih kepada Habib Mustafa, Yayasan Darur Rahim pimpinan Syahbudin Noor dan seluruh undangan yang hadir. (gt)