TINTAKALTIM.COM-Tumpukan ‘surat sakti’ atau ketebelece membuat tertekan para kepala sekolah (kepsek) khususnya Kepsek SMAN 1 Balikpapan Daliya SPd M MPd. Bahkan, ia mengeluh karena Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) yang dulu bernama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dahliya bercerita panjang lebar. Ia justru menunjukkan sikap yang bikin dahi berkerut. Karena, sejak dibuka SPMB tingkat SMAN khususnya SMAN 1 kendati secara online tetapi ‘surat sakti’ itu berdatangan.

“Setumpuk dan bikin pusing kepala. Saya sudah tidak sanggup. Bagaimana mengatasinya ini. Surat itu dari berbagai elemen ada di meja saya. Segini tingginya,” kata Dahliya bercerita sambil mempraktekkan tumpukan surat itu dengan bahasa tubuh tangan diangkat tinggi.
Ia mengakui sempat dipanggil Ombudsman Perwakilan Kaltim karena adanya kebijakan kaitan prestasi. Di mana, saat itu untuk prestasi bersifat online tidak diakomodir.
“Mereka mengadu ke ombudsman, akhirnya rekomendasinya prestasi online itu boleh. Apa yang terjadi, orang yang protes diterima anaknya di SMAN 1. Nanti saya telusuri,” cerita Daliya

Menurut Daliya, tak ada ‘jual beli kursi’ di SMAN 1, tetapi hal ini bertolak belakang dengan informasi yang diterima media ini. Justru, penitipan anak-anak untuk masuk ke sekolah di kawasan Gunung Pasir ini masif. Kendati, sulit untuk mendapatkan bukti karena ‘permainannya’ rapi lewat oknum pejabat bahkan menggunakan uang belasan juta.
Modusnya, melalui oknum pejabat yang menelpon, menitip dan dengan alasan ada ‘jatah’ dari mereka. Bahkan, melibatkan oknum paling bawah untuk berinteraksi. Tentu, kepsek termasuk Daliya pusing. Sebab, harus mengatur quota
TITIPAN
Kasus dugaan praktik titipan siswa oleh pejabat kembali mencuat ke publik. Di daerah lain ada yang viral karena adanya memo oknum pimpinan DPRD. Dugaannya catatan itu menitipkan seorang siswa agar masuk ke salah satu sekolah negeri melalui jalur ‘pintu belakang’
Fenomena titip-menitip siswa melalui jalur orang dalam telah menjadi rahasia umum di masyarakat. Dan, semua punya jatah. Dan quota habis karena jatah-jatah itu dan ini pun terjadi di sejumlah sekolah negeri di Kaltim khususnya tingkat SMAN dan SMK
“Ombudsman tumpul. Hanya bekerja pengawasan di permukaan. Padahal, dugaan jual beli kursi itu setiap tahun terjadi,” ujar orangtua siswa yang enggan identitasnya disebutkan
MKKS DIAM
Sementara itu Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Imam Sujai saat dikonfirmasi pun enggan bicara banyak. Ada kesan dirinya seolah ‘terutup’ terhadap hal yang lumrah terjadi khususnya titipan oknum pejabat
Saat diminta komentar media ini, Imam pun tidak menjawab sepatah kata pun. Justru, ia menyebut sebaiknya persoalan ini dibahas sambil minum kopi. Ada apa sebenarnya? Apakah MKKS sebenarnya mengetahui modus titipan oknum pejabat tetapi takut juga untuk mengungkap?.

“MKKS harusnya ikut melakukan verifikasi dan membongkar kasus-kasus semacam ini. Jangan sampai MKKS itu mandul. Jika demikian bubarkan saja,” ujar orangtua yang marah-marah menyampaikannya kepada media ini.
Rata-rata kepsek mengatakan bahwa quotanya full? Tetapi, media ini mendapat informasi bahwa ada oknum yang bisa memasukkan siswa ke SMAN negeri itu dengan catatan dengan tarif sekitar Rp15 juta.
“Kalau ada info ke aku. Ada info ini kursi di SMAN 1, SMAN 5. Cepat besok terakhir,” jelas percakapan WhatsApp (WA) yang bocor itu entah dari mana.
Sementara itu, Posko Ombudsman di nomor 0811-1713-737 yang dikonfirmasi dan diadukan masalah ini tidak ada respons. Padahal ketuanya Mulyadin tujuan membuka posko pengaduan dan laporan yang masuk pasti ditindaklanjuti demi menjamin pengawasan pelayanan publik sektor pendidikan.
“Ombudsman harus bongkar modus titipan oknum pejabat ini. Sampai kapan ini terjadi. Kan bukan rahasia lagi sudah. Apalagi diduga menggunakan uang cukup besar,” ujar sejumlah pihak yang mengadu kepada media ini. (gt)













