TINTAKALTIM.COM-Menegakkan syariat Islam jangan pernah takut. Sebab, sebagai muslim harus beragama secara keseluruhan (kaffah). Dan syariat itu hukum Allah yang tertuang dalam Alquran. Apalagi kebebasan beragama termasuk menjalankan syariat Islam itu diatur dalam konstitusi yakni UUD 1945.
Jadi, hukum Allah tegak di bumi tempat kita tinggal dan salah satunya menjalankan syariat Islam dijamin konstitusi. “Mengapa harus takut dicap A dan B. Syariat Islam itu hukum Allah tertinggi. Dan, UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 mengatur seluruh individu untuk beragama,” kata Ustaz Salmani mengisi ‘Taklim Ba’da Magrib’, Kamis (15/8) di Masjid Al-Fatah kawasan Kompleks Pertamina, Gunung IV.
Konstitusi yang disebut Salmani dalam kedua pasal itu, masing-masing adalah ayat 1 berbunyi: Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan ayat 2-nya adalah: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
Sehingga, syariat Islam sangat fleksibel sesuai zamannya. Jadi sangat aneh, orang mengaku muslim tapi menentang hukum Allah dan lebih tunduk hukum buatan manusia. Justru, syariat Islam dijadikan momok dan ada yang menciptakan Islamphobia atau ketakutan terhadap segala sesuatu tentang Islam.

Salmani yang mendapat gelar dari jamaah Masjid Al-Fatah dengan panggilan ‘Syech Salmani’ ini, gaya ceramahnya santai. Bahasannya juga tidak berat. Ceplas-ceplos tapi tetap bernuansa tauhid dan bersandar pada alquran dan hadist.
Belajar Islam itu kata Salmani, harus diawali dengan tauhid. Makanya, setiap hari umat Islam selalu mengucapkan aminnn.? Mengapa harus mengucapkan itu. “Kabulkanlah ya Allah. Minta pertolongan Allah terus. Sehari 17 kali,” tanya Salmani kepada jamaah.
Ada ayat berbunyi Ihdinash Shirathal Mustaqim yang artinya doa meminta dan memohon hidayah kepada Allah untuk tetap berada di jalan yang lurus. Karena, jalan yang lurus itu juga tunduk pada aturan Allah atau agama Allah. “Jangan sampai kita dipalingkan untuk jalan selain Allah. Berarti keluar dari syariat Islam,” kata Salmani, menganalogikan ucapan amin dan surat Al-Fatihah itu.
Makanya, dalam keseharian, Alquran harus tetap dibaca sebagai wujud muslim sejati. Jangan lebih banyak membaca koran daripada Alquran. Apalagi, lebih fasih berbahasa Inggris daripada hafalan Alquran. “Bahkan ada yang bangga kalau TOEFL-nya tinggi. Bangga betul kalau TOEFL-nya sampai 900, tapi baca Alquran tapulilit (bahasa Banjar artinya: tidak jelas bicara atau ucapannya),” kelakar Salmani. Padahal, skor tertinggi TOEFL itu hanya 675.
Dalam beragama kata Salmani, umat muslim harus terus meminta agar jalan lurus itu jadi tujuan hidup. Mengutip salah satu ayat Alquran yang artinya: Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, Salmani menilai itu adalah wajib. “Ayo bapak-bapak, baca terus Alquran dan hafalkan sejumlah ayat. Pak Abdurrachman (imam rawatib masjid, Red), saja sudah sepuh tapi banyak hafal Quran,” contoh Salmani.

Agama Islam dalam fiqih tauhid harus terus digelorakan. Sehingga, taklim di Masjid Al-Fatah tidak boleh hilang. Jika perlu bergilir dilakukan antar jamaah. Jangan pernah takut salah kalau untuk kebaikan, karena hidup harus berfastabiqul khairat. “Saya duduk di depan berceramah ini, kan seperti ‘menggarami air laut’, karena bapak-bapak semua paham agama. Nah, tinggal diplomasi menyampaikan saja lewat podium,” kata Salmani.
Di akhir ceramahnya, Salmani menilai bahwa di Indonesia kalau syariat Islam tegak, maka tidak perlu mengeluarkan anggaran besar dalam aktivitasnya. Penerapan hukum Islam bisa menjadi solusi untuk menekan lembaga pemasyarakatan yang kelebihan warga binaan. “Tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membangun penjara atau memberi makan tahanan. Berapa dana yang dikeluarkan,” contoh Salmani.

Orang mencuri katanya, kalau syariat Islam dipotong. Nggak perlu harus dijebloskan dalam penjara. Tangan dipotong itu, sudah mati rasa. Jadi, tidak akan mungkin berbuat melakukan tindakan serupa. “Shock theraphy dan kapok akhirnya,” tutup Salmani.
Rangkaian taklim ditutup dengan salat Isya berjamaah. Dilanjutkan, makan malam bersama. Karena, Senin dan Kamis, jamaah Masjid Al-Fatah selalu puasa sunah. Menu untuk jamaah adalah soto kikil yang dagingnya masih fresh. Jamaah berbaur dan menciptakan rasa persauaraan (ukhuwah). “Ayo tambah. Minggu depan, menunya sop kondro,” kata Ustaz Abddurachman. (git)