TINTAKALTIM.COM-“Pasang listrik PLN kok mahal ya”! Ungkapan itu sering terdengar di telinga kita. Akhirnya, itu jadi momok calon pelanggan untuk mendaftar listrik baru ataupun tambah daya dan lainnya. Bahkan, sering diasumsikan susah dan pelayannya kurang ramah.
Benarkah? Anda jangan mudah percaya dulu atas informasi yang beredar. Dicoba mengurus sendiri. Sebab, sekarang PLN mengubah cara-cara konvensional ke digital. Sehingga, tak perlu khawatir isi dompet pelanggan dapat ‘terinstal’ karena dihantui tidak mudah dan tidak murah.
“PT PLN tidak pernah membuat sulit calon pelanggan yang ingin pasang sambungan listrik baru. Kita melayani listrik pra bayar maupun pascabayar, tentu hitungannya ada,” kata Senior Manager Niaga & Pelayanan Pelanggan Leo Buntoro kepada Tintakaltim.Com menjelaskan, mekanisme pasang baru PLN.
Eranya sudah maju, tentu PLN sekarang semakin transparan. Apalagi proses peralihan penggunaan listrik, di seluruh rumah dan perkantoran sudah menggunakan listrik pra-bayar dan PLN menyebutnya dengan listrik pintar atau token.
Banyak keuntungan yang bisa didapatkan menggunakan listrik pra-bayar. Tentu salah satunya, tiap bulan nggak perlu antre membayar tagihan listrik PLN di loket. Beli token di minimarket maupun menggunakan m-banking listrik pun langsung menyala.
Hanya, biaya sambungan listrik tergantung dengan daya yang digunakan konsumen. Semakin besar dayanya tentu saja biayanya berbeda. Sejumlah komponen biaya telah ditetapkan PLN dan diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jadi PLN mengacu pada regulasi tersebut. “Ada besaran biaya kalau daya berbeda termasuk kalau listrik pascabayar ada uang jaminan langanan (UJL) yang besarannya pasti,” ungkap Leo.

Contohnya, untuk listrik golongan tarif rumah tangga 450 VA sebesar Rp421 ribu dan jika 900 VA sebesar Rp843 ribu dan 1.300 VA sebesar Rp1,21 juta. “Jadi sangat murah, kalau ada yang mengatakan sampai 5-6 juta untuk tariff 1.300 VA tentu itu bukan dari pelayanan PLN. Sebab, PLN tarifnya jelas,” ujar Leo Buntoro.
SLO DAN INSTALATIR
Selanjutnya kata Leo, konsumen juga dibebankan biaya sertifikat layak operasi (SLO). Kendati SLO bukan tanggung jawab PLN. Istilah listrik akan on tentu sebelumnya posisi off, harus ada SLO dulu, tarifnya pun ada, karena perusahaan lain yang mengelola dan legal karena ditunjuk pemerintah untuk mengeluarkan SLO. Sejumlah perusahaan SLO itu adalah Konsuil, PPILN, Jaserindo, Serkolinas dan Jasa Kelistrikan Indonesia.
Penulis pernah menjadi pengurus salah satu perusahaan SLO, tentu pelanggan harus juga memahami SLO. Setelah instalasi listrik selesai dipasang di rumah, pemilik bangunan mengajukan pemeriksaan kelaikan operasi kepada salah satu lembaga SLO tadi. Bila instalasi bangunan dikerjakan oleh instalatir resmi berbadan usaha, instalatir tersebut sudah mengerti bahwa instalasi listrik yang dikerjakannya perlu mendapat SLO.
Dan hati-hati, banyak instalasi yang dikerjakan oleh yang tidak berhak, misalnya tukang bangunan dan akhirnya pemilik bangunan sulit mendapatkan sambungan listrik dari PLN, harus repot mengurus untuk mendapatkan SLO. Sehingga, calon pelanggan harus mencari lagi instalatir atau kontraktor listrik yang resmi. Jika biaya pemasangan listrik mahal, tentu harus diwaspadai dalam hal instalatir ini.
Lebih lanjut Leo Buntoro menjelaskan, bahwa PLN tidak mengurusi SLO, hanya biaya sambungan saja. Dan listrik pra bayar dan pascabayar berbeda. Untuk pasca bayar konsumen juga harus membayar uang jaminan langganan (UJL) yang tarifnya pasti. Ini semacam biaya simpanan, karena pelanggan menggunakan daya terlebih dahulu baru membayarnya. Tentu biayanya berbeda tergantung daya.
Misalnya, untuk rumah tangga dengan daya golongan tarif rumah tangga 450 VA hingga 900 VA dikenakan biaya Rp72 per VA, dengan begitu total biaya jaminan Rp32.400. Itu perkalian450 VA dengan Rp72 per VA. Nah, yang 900 VA di, perkaliannya juga 900 VA dengan Rp72 per VA, jadi Rp64.800.
Sedang untuk daya 1.300 VA, untuk UJL Rp138 per VA, jadi total biaya jaminannya Rp179.400 yang diambilkan dari perkalian 1.300 VA dikali Rp138 per VA.
Untuk golongan tariff 2.200 VA, sambung barunya akta Leo, adalah Rp2.062.200, sedangkan UJL-nya berkisar Rp133 per VA, jadi total biaya jaminannya Rp292.600 yang diambilkan dari perkalian 2.200 VA dikali Rp133 per VA. “Tapi juga ada tarif sosial dan pemerintah. Hanya untuk UJL tidak berbeda jauh tarifnya,” tambah Leo.
Disebutkan Leo, sepertinya ada yang khawatir kalau listrik pra-bayar lebih mahal dari pasca-bayar. Sebenarnya tidak begitu. Sehingga, calon pelanggan PLN diminta langsung berkomunikasi dengan PLN.
Dalam konteks listrik pintar, apa yang disampaikan Leo Buntoro sesuai fakta lapangan. Sebab, pelanggan dapat melihat kebutuhan listriknya tiap bulan atau istilahnya dijatah. Misalnya, membeli token Rp100 ribu, maka bisa diukur kebutuhannya, sehingga dapat berhemat.

Dan, penulis pun menilai mengapa PLN menyebutnya ‘Listrik Pintar’, karena konsumen diajak menggunakan listrik dengan pintar. Tentu pintar untuk berhemat. Hanya, pengguna listrik pintar juga jangan terkejut sebab membeli token Rp100 ribu bukan berarti mendapat listrik 100 kwh juga. “Itu ada hitung-hitungannya, jangan langsung dituding PLN tidak jujur atau mengurangi nilai token. Pengurangan itu karena regulasi dan PLN mengikutinya,” kata Leo Buntoro.
Regulasi itu adalah, PLN harus patuh terhadap sejumlah aturan. Yakni, biaya admin, karena bekerjasama dengan bank, biaya pajak penerangan jalan umum (PJU), tentu pemerintah kota (Pemkot) yang menentukan dan perhitungan pembagian tarif sesuai dengan golongan. “Misalnya untuk daya listrik rumah tangga 1300 ya ada proses pembagiannya. Sehingga, tidak genap 100 bisa menjadi 70,93 kwh gitu,” jelas Leo Buntoro.
Dalam konteks memasang listrik kata Leo, kuncinya pada instalasinya. Biasanya dikerjakan instalatir yang dihandle oleh kontraktor. PLN itu penyedia listrik saja. Nanti prosesnya instalasi rumah itu sudah ada Sertifikat Laik Operasi (SLO). Sehingga, peran dalam pemasangan daya listrik itu masing-masing. “Makanya sering berkembang di masyarakat kalau instalatir itu adalah PLN. Kita hanya daya listrik dan itu biaya jelas,” kata Leo.
BUKAN TUGAS PLN
PLN kata Buntoro, tidak mengurusi instalasi listrik di rumah. Biasa instalasi tidak masuk biaya pasang baru. Sepertinya masyarakat baru mengetahui hal itu. Kadang kena tipu oleh instalatir nakal. Uang disetor tapi listrik tidak menyala alias molor. “Makanya masyarakat harus mengetahui, mana tanggung jawab PLN dan mana yang tidak. Jadi harus teliti,” pesan Leo.
Dalam konteks bukan tugas PLN kata Leo, sering masyarakat salah tafsir. Istilahnya, mengatasnamakan PLN padahal itu bukan pelayanan PLN. Misalnya proses perbaikan penerangan jalan umum (PJU). Nah, itu tanggung jawab pemerintah. Sebab, pelanggan sudah membayar token atau daya listrik ada pajak penerangan jalan. Lalu, PLN menyerahkan pajak itu ke pemkot. “Saya sering mendengar ada yang sebut bahwa PLN menjual penutup kWh meter seperti papan informasi stand kWh atau alat penghemat listrik. Itu semua bukan urusan PLN. Tugas PLN jelas, menyediakan daya listrik. Kalau mau sambung listrik, ya PLN tapi sesuai regulasinya,” kata Leo Buntoro sambil menambahkan, pasang baru pun calon konsumen dapat menggunakan layanan online di www.pln.co.id sejumlah informasi mengenai PLN atau contact center PLN 123. (git)