TINTAKALTIM.COM-Membukukan Alquran itu di zaman Rasulullah dan sahabat sangat berat. Rentangnya panjang, sekarang enak tinggal dibaca ditambah tafsirnya. Tetapi jika dibedah detail proses penulisan wahyu Allah itu mulai pengumpulan hingga menjadi mushaf caranya berliku.
“Perintah berat itu diberikan Rasulullah kepada Zaid bin Tsabit. Ia paling populer di kalangan sahabat, cerdas dan sangat terpercaya sehingga diberi mandat khusus menjadi pemimpin menyusun Alquran,” kata Ustaz Huda Abdunnafi S Ag M Ag di hadapan jamaah ifthor dalam ‘taklim ba’da Magrib’ Masjid Al-Fatah Kompleks Pertamina Gunung IV, kemarin.

Taklim saat itu berbentuk kajian tafsir dipimpin langsung Ustaz Huda yang diikuti halaqah dengan cara menyimak, membaca dan membedah ayat Alquran beserta tafsirnya, untuk kemudian ayat per ayat dimaknai dengan ulasan.
Dalam konteks Alquran kata ustaz, Rasulullah menyampaikan ayat-ayat itu kepada sahabat yang kemudian mereka tulis dalam lembaran-lembaran. Ada yang menulisnya di kertas, ada pula di kulit hewan, pelepah pepohonan kurma. Tapi semua itu dalam keadaan suci, karena semua ayat-ayat Allah. “Sekarang sudah jadi Alquran, kita tinggal baca dan amalkan. Dulu di zaman sahabat, sulit sekali bagaimana penyusunan Alquran dalam bentuk mushaf,” jelas Ustaz Huda.
Terimakasih besar umat Islam harusnya ke Zaid bin Tsabit yang telah merumuskan dan menyusun Alquran. Bahkan diceritakan Ustaz Huda, Zaid mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap pengumpulan ayat-ayat Alquran. Lembaran demi lembaran berhasil dia kumpulkan.

Diakui Zaid kata Ustaz Huda, mengumpulkan Alquran bukan tugas ringan. Bahkan Zaid sampai mengandaikan tugasnya jauh lebih berat daripada memindahkan gunung. “Memindahkan gunung-gunung lebih mudah daripada menjalani hal yang mereka perintahkan kepadaku,” cerita Ustaz Huda mengutip ucapan Zaid bin Tsabit dalam suatu riwayat.
Malahan, Ustaz Huda menjelaskan, Alquran sekarang enak dibaca, karena sudah ada harakat atau tanda baca. Pada penulisan mushaf utsmani pertama, tentu kalau era sekarang bingung. Karena, tak ada harakat. Ditambah lagi, sahabat Rasulullah seluruhnya amanah, coba jika tidak bisa berbahaya ayat suci Alquran bisa diselewengkan atau ada pemalsuan kitab seperti ada kitab lain yang ‘mendua’.

Turunnya Alquran itu kata ustaz, juga bagian dari dakwah Rasulullah dan sahabat. Makanya, ayat-ayat makkiyah lebih banyak karena perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai tauhid terhadap orang kafir qurais, dibanding ayat-ayat madaniyyah yang turun di Madinah. “Jadi itu makna Alquran, makanya dalam Alquran banyak sekali ayat-ayat yang bercerita tentang ubudiyah atau penghambaan diri hanya kepada Allah dengan menegakkan tauhid,” cerita ustaz.
MASA EXPIRED
Dalam kajian tafsir, Ustaz Huda membedah Surat Al-Ahqaf ayat 1 hingga 6. Surat itu berisi bagaimana Allah menciptakan manusia di muka bumi tidak sia-sia. Ada hikmah besar yang terkandung dalam proses penciptaan itu. Allah menyuruh insan ciptaannya beribadah dan mentauhidkannya. Dan, semua ciptaan Allah di dunia ada masa kedaluarsanya atau expired-nya.
Umur manusia ada batasnya, itu semua hal ghaib, tidak ada satu orang pun mengetahui berapa jatah usianya di dunia. “Jadi itu sudah catatan Allah, kalau sudah masanya ya pasti meninggal,” jelas ustaz.
Kajian tafsir di masjid ini dilakukan tiap pekan. Dan ustaz mengharapkan kajian itu tidak boleh berhenti. Sebab semua bagian dari menuntut ilmu yang batasnya pun tidak ada. Mencari ilmu harus tulus, sebab itu anjuran Rasulullah. “Udlubul ilma mahdi ilal lahdi, menutut ilmu itu sejak buaian sampai ke lihat lahat,” kata ustaz yang juga pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Balikpapan ini.

Hanya dalam konteks menutut ilmu lewat kajian tafsir, Ustaz Huda menilai spirit jamaah khususnya yang usianya di atas 45 tahun lebih tinggi dibandingkan yang usia muda. Tetapi, semangat itu tidak boleh pupus, terus belajar dan jika memungkinkan ditransfer keilmuannya kepada keluarga, tetangga agar ada proses kelanjutan berbuat baik.
Kajian tafsir jamaah membedah Surat Al-Ahqaf ayat 1 sampai 6. Surat ini berarti Bukit-Bukit Pasir, surah ke-46 dari Quran ini menceritakan di antaranya bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di bumi dengan benar dan dalam waktu yang telah ditentukan. Ustaz Huda menafsirkan, jika semua ciptaannya pasti berakhir. Seluruh isi yang ada di bumi akan musnah. “Surat Al-Ahqaf ini ada yang disebut surat Makiyah , tentu ayat ini turun kepada Rasulullah sebelum hijrah ke Madinah. Sebagian ada juga surat Madaniyyah, tentu suratnya setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Sejumlah ulama menyebut, surat ini dua kali turun. Ada 35 ayat,” kata Ustaz Huda.

Makna Al-Ahqaf, juga menceritakan sisi ketauhidan Allah. Makanya diawali dengan ha-mim menunjukkan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Tidak ada yang mengetahui arti sesungguhnya. Itulah mu’jizat Allah, dan tidak ada yang protes mengapa hanya ha-mim. Sebagian ulama ada yang mengartikan, tapi Allah lebih tahu maksud awal pembukaan ayat itu. “Yang jelas membaca Alquran satu huruf itu satu kebaikan yang dibalas 10 kali lipat oleh Allah. Ha satu huruf dan Mim satu huruf,” jelas Ustaz Huda.
Ustaz lalu bercerita bagaimana ciptaan Allah di bumi tak ada sia-sia seperti dijelaskan dalam Surat Al-Ahqaf tadi. Diciptakannya lalat misalnya, binatang kecil tapi sering diremehkan manusia. Justru, lalat itu diabadikan dalam Alquran, suatu jenis hewan yang jika sudah memangsa musuhnya, tidak akan dapat merebutnya dari lalat. Lagian, sulit untuk ditangkap, sehingga ustaz menilai, penangkapan lalat bisa tapi menggunakan raket atau lem.
“Alquran itu mu’jizat Allah, lalat banyak disepelekan orang. Padahal digambarkan satu sayapnya mengandung racun tapi satunya lagi ada penawar. Pernah mencoba bapak-bapak kaitan lalat itu untuk penawar racun,” tanya Ustaz Huda sambil tersenyum. Ustaz tentu mentafsirkan salah satu hadist yang sudah diketahui jamaah yakni, jika lalat jatuh pada minuman seseorang, maka celupkanlah, kemudian ambil kembali. Karena, pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat obat atau penawar.
Tentu, ada perasaan jijik terhadap lalat. Itulah Alquran, untuk memberikan penjelasan kepada orang kafir, bahwa bukan karangan Muhammad Rasulullah, datang dari Allah. Sebab, kalau buatan manusia, tidak ada yang dapat menciptakan lalat itu.
Dalam konteks ciptaan Allah yang sudah ditentukan expired-nya, Iblislah paling lama hidup dibanding manusia. Sebab, ia sudah berjanji pada Allah untuk hidup sampai hari kiamat, yang tujuannya menyesatkan manusia untuk digoda, kecuali yang ikhlas hidup beribadah karena Allah. “Setan dan jin ada masanya, apalagi bumi ada waktu berakhirnya,” kata ustaz.
Ustaz lalu memberi ilustrasi, kaitan masa expired itu, mata mulai rabun, gigi sudah ompong. Bahkan, ada yang pasang gigi palsu hingga gigi emas. Allah adil menciptakan apa yang ada di dunia. Makanya ada yang mati dan hidup. Sehingga, tidak mungkin bumi nggak cukup sejalan populasi manusia yang lahir di dunia.
Di akhir-akhir ceramahnya, karena sudah akan berkumandang azan Isya, ustaz menyinggung Kaltim yang telah menjadi ibukota. Ia pun menyebut, tanah di kawasan Penajam Paser Utara (PPU) sudah jadi rebutan. Ini setelah ditetapkan ibukota pindah. Ada info tanah semester dijual Rp1 juta, ada pula 10 x 15 berkisar Rp50 juta, orang luar Kaltim seperti di Jawa sudah mengincar tanah-tanah di PPU.
Tapi kata ustaz, diprediksi tidak jelas kapan dimulai perpindahan ibukota itu, 10 atau 20 tahun lagi. Cenderung pemerintah terburu-buru dan dianggap pemindahan itu sudah urgent. Padahal, persoalan bangsa banyak harus diselesaikan. Ada masalah Papua, ada utang yang menumpuk.
“Uang untuk membangun ibukota baru itu sekitar Rp466 triliun, itu harusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan lain demi kesejahteraan rakyat. Tapi, biarlah itu kebijakan ‘orang-orang sono’,” kata Ustaz Huda yang menyebut, uang sebanyak itu kalau ‘digelar’ tentu akan panjang.
Bahkan di belakang penulis, ada Ustaz Abdurrahman, ia berkelakar kalau uang Rp466 miliar dibelikan kerupuk dan digelar, akan sampai satu Kota Balikpapan. “Gimana mas, beli kerupukuk saja ya, bisa untuk jaminan makan jangka panjang jamaah Masjid Al-Fatah,” kelakar Abdurrahman, imam rawatib masjid. Azan pun berkumandang, kajian tafsir pun tuntas.
GULAI KAMBING
Karena Idul Adha sudah selesai, makan malam jamaah masjid setelah didahului ifthar, ada yang istimewa. Dinner atau makan malamnya menu lezat gulai kambing. Entah kenapa, kambing. Penulis berpikir, apakah untuk ‘energi malam Jumat’, tapi itu mitos saja. Ada pula yang khawatir dan takut mengkonsumsi kambing bahkan beranggapan kalau mereka yang memiliki penyakit tertentu harus pantang makan daging kambing.

Sepertinya pandangan itu salah-kaprah, terbukti di Masjid Al-Fatah, bapak-bapak yang sudah berusia di atas 45 tahun, bahkan ada yang 60 tahun lebih lahap menyantap gulai kambing yang disedikan oleh chef ‘sang ibu dapur’. Ada yang 2 piring tambah lagi. Memang, di masjid ini luar biasa, ada dapur, wastafel dan rak piring. Inilah masjid yang lengkap tak hanya untuk salat berjamaah tetapi melaksanakan puasa sunah Senin-Kamis. Sehingga, urusan makan-makan jamaah sering dilakukan. Rajutan silaturahmi pun selalu terjadi.
Kembali ke gulai kambing, sepertinya para jamaah sudah paham betul arti kesehatan. Karena, penulis pernah mendapat informasi dari dokter ahli gizi di salah satu rumah sakit terkenal di Kota Balikpapan. Katanya, siapaun boleh makan daging kambing. Tidak kolesterol, tidak tekanan darah tinggi. Sebab, yang membuat tekanan itu, jika olahan masaknya lebih banyak santan atau garam.
Tapi, penulis nilai, seluruh jamaah tidak pantang dan sehat sebab mereka rutin menjalankan ibadah puasa sunah. Sehingga, jamaah sehat-sehat semua lantaran terapi puasa. Puasalah kamu, Niscaya kamu akan sehat. Demikian salah satu hadist. Sehingga, gulai kambing, sate kambing, sop kaki kambing sekalipun pasti tetap jadi santapan lahap para jamaah. (git)