TINTAKALTIM.COM-Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Margomulyo Bahrul yang mendampingi kunjungan anggota DPRD Alwi Alqadrie menegaskan, pihak Pertamina seharusnya mengindahkan kearifan lokal atau local wisdom yang diminta oleh warga Margomulyo. Sebab, kompleks Pertamina Batu Butok bagian dari kawasan jalan umum dan khusus.
“Kita hanya minta kearifan lokal. Apa itu, ya fleksibelitas masuk kawasan. Tak perlu menggunakan helm. Apalagi hanya untuk urusan ke masjid dan mengunjungi keluarga. Itu saja. Mengenai ada portal itu monggo,” ujar Bahrul.
Sejauh ini, warga di Kelurahan Margomulyo termasuk di kompleks Pertamina sudah rukun. Sebelum ada portal dan pembatasan akses masuk, juga pihak babinsa dan bhabimkamtibmas ikut membantu pengamanan.
“Jujur, kita tidak ingin juga melanggar ketentuan. Kalau menggunakan masker Insya Allah kita patuhi. Kalau nggak patuh ya dilarang melintas. Hanya, kalau urusan helm dan jarak dekat rasanya terlalu berlebihan,” ujar Bahrul.
Warga Margomulyo katanya, sudah menjadikan akses di kawasan Batu Butok Pertamina itu jalan alternatif. Termasuk, jika harus ke pemakaman muslimin. Sehingga, kalau sekadar melintas rasanya tak perlu menggunakan helm.
“Kan jalur Batu Butok Pertamina Gunung Empat itu bukan masuk KTL (Kawasan Tertib Lalulintas). Sehingga, bisa dimaklumi lah. Tetapi, kalau masker boleh lah. Lalu, misalnya, ada yang meninggal dan ada pengantar kendaraannya tak menggunakan stiker, apa dilarang melintas ke pemakaman,” tanya Bahrul.
Ia pun menyebutkan, kesepakatan mengenakan helm tidak pernah dibahas dalam pertemuan ketua-ketua RT termasuk LPM. Sehingga, warga terkejut dan menimbulkan protes.
Ditegaskan Bahrul, jika dalam pertemuan untuk musyawarah mencari solusi, pihak Pertamina Refinery Unit (RU) V tidak menggubris atau tak ada keputusan, maka jalur untuk warga yang tinggal di kompleks Pertamina bahkan karyawan Pertamina tak diperkenankan melintas di kawasan jalan umum Margomulyo sesuai spanduk yang dipasang.
“Serius tanggal 1 Januari 2020 itu batas akhir atau deadline. Jika tak ada kesepakatan dengan warga, jalan kita tutup,” ujar Bahrul.
Sementara itu, Babinsa Siswanto yang ikut membantu mencarikan solusi warga, menjelaskan kepada anggota DPRD Alwi Alqadrie bahwa kebijakan Pertamina awal-awalnya berjalan bagus. Tetapi, belakangan ini justru membuat bingung warga.
“Bayangin pak saat momentum pilkada 9 Desember 2020, kita juga sangat direpotkan. Untuk melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih saja dipersoalkan. Katanya harus izin dari Pertamina. Akhirnya ya berantakan,” jelas Siswanto kepada Alwi.
Pihaknya juga mempertanyakan, kaitan sejumlah jamaah Masjid Al-Fatah yang dilarang untuk melintas yang jaraknya hanya beberapa meter. Termasuk di hari Jumat. “Pakaiannya kan jelas mau ke masjid. Lalu menggunakan masker dan pakai kopiah. Lah, ini harus diminta pulang memakai helm. Tentu merepotkan,” jelasnya.
Diakui Siswanto, pihaknya sangat menghargai petugas keamanan (security) Pertamina untuk menjaga aset termasuk dibantu jajaran kepolisian dan TNI. Tetapi, masalah kaitan melintas yang tidak fleksibel akhirnya bisa menimbulkan konflik.
“Kuncinya Pertamina membolehkan warga melintas. Pakai masker dan ada stiker kendaraan. Kalau tidak ada, ya bagaimana cara mendapatkannya,” pungkas Siswanto yang berharap pertemuan pagi ini sekitar pukul 09.00 Wita di Kelurahan Margomulyo dapat membuahkan hasil atau win-win solution. (git)